Membuat Hidup Lebih Bermanfaat
Dengan Menjadi Relawan
Hari ini aku belajar banyak dari
seorang gadis yang baru saja berusia 22 tahun, Meirina Wanti. Di usia 22 tahun,
Mei sudah menjadi relawan pengajar di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) selama 7
tahun. Sejak duduk dibangku kelas 1 SMA Mei mulai mengajar di tempat paling
menyeramkan bagi seorang penjahat.
Hari ini bersama dengan Mbak
Rifa’at teman satu yayasan Mei mengajar, aku pergi ke Lapas Kelas 1 Surabaya
yang terletak di daerah Porong. Kali ini kedatanganku adalah ingin melihat dan
meliput aktivitas Mei saat mengajar. Melewati pintu kecil yang terbuat dari
besi, barang-barang kami diperiksa oleh petugas. Saat itu aku tidak menyebutkan
identitas sebagai seorang wartawan, ujung-ujungnya pasti ribet dan tidak diperbolehkan
masuk. Mengatasnamakan pengajar teman Mei, aku pun lolos masuk ruangan. Setelah
itu kami meminta ijin dari pimpinan Lapas, karena nantinya aku harus mengambil
dokumentasi saat Mei mengajar. Alhamdulilah, setelah dijelaskan bahwa maksud
kedatanganku ini tidak untuk meilput kondisi Lapas, aku pun diperbolehkan
masuk.
Dari depan kami disambut oleh dua
orang laki-laki. Pak udin dan Mas Zainul. AKu pikir dua orang ini petugas Lapas,
ternyata mereka juga tahanan sekaligus murid Mei. Sebuah ruangan kecil
bertuliskan ruang Madrasah yang bersanding dengan tempak keterampilan menjahit,
di sanalah proses belajar mengajar dimulai.
Mei bercerita kepadaku, untuk masuk
dan mengajar di Lapas tidaklah mudah. Butuh persetujuan hampir 3-5 tahun.
Selama 7 tahun pun Mei sama sekali tidak pernah mendapat gaji. Pihak Lapas
hanya memberikan fasilitas tempat dan waktu kurang lebih 2,5 jam untuk mengajar
para napi ini. “Aku sama sekali tidak menuntut mbak, ini caraku untuk bekal di
akhirat,” kata Mei.
Meirina Wanti Saat Mengajar Para Napi Lapas Kelas 1 Surabaya