Thursday 26 March 2015

Profile Dirut Eksekutif Pertamina Foundation

Nina Nurlina Pramono


Sekolahkan Anak Tidak Mampu dan Kembangkan Potensi Pemuda Maritim

Karir Nina Nurlina Pramono sebagai Dirut Eksekutif Pertamina Foundation tidak begitu saja ia dapat. Memulai segala sesuatu dari bawah. Puncak dari kesuksesannya ini, ia bersama sang suami Hardy Pramono,ia gunakan untuk mendirikan sebuah yayasan peduli anak tidak mampu agar bisa memperoleh pendidikan.

Sebelum menjadi Dirut, alumnus Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada ini memaparkan, bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya bukanlah sebuah kesengajaan dan begitu saja ia raih. Wanita ini mengawali karirnya sebagai karyawati di Industri Pesawat Terbang Nurtanio Bandung yang saat ini menjad di PT Dirgantara Indonesia.
Setelah menjadi karyawati di PT DI, tahun 1984 ia pindah ke Balik Papan untuk mengikuti suaminya. Di sana karirnya mulai diintis. Sejak tahun 1985 NIna mulai bekerja di PT Pertamina sebagai editor keuangan. "Hampir 21 tahun saya dibagian editor, karena background pendidikan saya memang akutansi.Mengaudit keuangan, selamaitu hampir semua operasi perusahaan saja tahu." kata Nina. Setelah menjadi karyawan di bagian audit, wanita kelahiran 17 Agustus1958 ini menduduki posisi kepala Devisi Investigation. "Boleh dikata itu jabatan seperti KPK," tegas Nina.
Tahun 2006,perusahaan tempat ia bekerja melakukan tranformasi, Nina pun ditugaskan untuk membangun pusat pendidikan untuk seluruh pekerja Pertamina. "Waktu itu lembaganya masih kecil, setelah ditugaskan saya diperbolehkan untuk membesarkan lembaga ini. Saya pun memberikan nama baru Pertamina Learning Center, yang mungkin saat inibanyak orang tahu," paparnya.
Selamatiga tahun membuat sebuah lembaga Learning center,khususnya dibidang leadership, tahun 2006 perusahaannya pun kembali membawa visi yang baru, untuk bisa menjalankan kedepan sebagai coorporasi baru yang orientasinya profit oriented, tetapi juga harus mengedepankan integritas, clean, dan juga kita bisa memberikan pelayanan terbaik untuk stakeholdernya. "membuat pertaminalearning center sebagai tempat untuk menyiapkan future leaders, dikatakan sebagai future leaders karena kita punya visi yang baru. Setalah  tiga tahun disana, saya di pindah ke Human Resource, bagian kepala divisi people management," ungkapnya.










Sunday 8 March 2015

Kisah Anak Dengan Hydrocephalus

Derita Anak Pengidap Hydrocepalus

Afiyatun,8 Tahun,

Empat Kali Operasi
Orangtua Pun Tak Ada

Malang nian nasib Afiyatun,8 tahun. Penyakit hydrocepalus yang dideritanya mengharuskan dirinya empat kali operasi. Tidak hanya itu, orangtuanya pun pergi meninggalkan dirinya.

Jika manusia bisa memlilih, tentulah Afiyatun ingin memilih hidupnya lebih baik,tidak seperti sekarang penuh dengan kepiluhan dan kesedihan. Sejak kecil,anak perempuan ini sudah hidup sebatang kara. Orangtuanya meninggalkan dirinya sadari kecil. Kini, ia hidup bersama teman-teman yang mempunyainasib seperti dirinya, ditinggalkan orangtua dan harus menanggung penyakit yang tak kunjung sembuh.

Ditelantarkan Orangtua
Yayasan sayap Ibu Bintaro, Jakarta,sebuah yayasan anak-anak terlantar dan pencandang disabilitas,di sinilah Afiatun selamaini menghabiskan hari-harinya. Berada di ruang lantai dua, ketika kita membuka sebuah ruangan seperti kelas di sekolahan, kita akan melihat pemandangan yang begitu menyedihkan. Terdapat beberapa anak dengan berbagai macam cacat dan penyakit. Salah satunya adalah Afiyatun, anak dengan Hdyrocepalus.

Ruangan itu tidak terlalu besar, di sana terdapat kurang lebih 15 anak dengan beragam usia. Dinding-dinding ruangan ini alayaknya sebuah ruang kelas,terdapat berbagai macam gambar dan tempelan huru-huruf layaknya sebuah ruangbelajar taman kanak-kanak.Ruangan ini di desain tidak hanya sebagai tempat tidur, namun juga untuk belajar anak-anak YSI.

Disudut depan, Afiyatun dengan lemah tergolek di atas ranjang. Tak bisa berbuat apa-apa. Seluruh badannya tidak berdaya untuk digerakkan. Saat kita hampiri pun, Afiyatun hanya bisa menggerakkan kedua bola matanya dengan perlahan. Entah dia mengetahui keberadaan orang di sekelilingnya atau tidak. Hydrocepalus yang dideritanya sudah merengut keceriaan Afiyatun delapan tahun.

Menurut Mila, Perawat sekaligus petugas YSI, Afiyatun sejak kecil tinggal di yayasan ini. Ia dikirim dari dinas sosial Kota Jakarta saat masih bayi. "Afi ini sejak kecil sudah kami rawat, dari dinas sosial diberikan kepada YSI untuk dirawat,"katanya.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula, Afiyatun sejak kecil divonis Hydrocepalus, ia pun juga ditinggalkan oleh orangtuanya. Pada awalnya saat datang ke yayasan menurut Mila,kepalanya belum terlalu besar seperti ini, karena penyakit ini terus berkembang, jadilah seperti sekarang. Saat kita melihat fisik Afiyatun, kita akan sudah bisa bilang,bahwa Penyakit Hydrocepalus Afiyatun makin lamakepalanya akan terus membesar. "Dulu awal datang masih belum terlihat, namun lambat laun bertambah usia, semakin besar," imbuh Mila.

Dijelaskan pula oleh Mila, bahwa gadis malang ini datang tanpa orangtua, orangtuanya sampai saat ini pun tidak pernah menjengguknya. Ia ditinggalkan disebuah rumah sakit.Hanya keluarga YSI yang saat ini menjadi tumpuan hidupnya sekarang dan nanti.


Kisah Anak Dengan Hydrochepalus

Kisah 2


Derita Piluh Anak Penderita Cerebal Palcy
Soni, 13 Tahun

Ditinggalkan Orangtua,
Harus Lakukan Operasi dan Terapi

Soni, 13, usianya yang masih muda harus menanggung piluhnya kehidupan. Selain ditinggalkan orangtuanya pergi, seumur hidup ia harus terbaring di atas ranjang, akibat penyakit Cerebal Palcy yang dideritanya.

Manusia selalu ingin dilahirkan sempurna tampa cacat sedikitpun. Mempunyai fisik yang kuat, wajah yang ganteng dan cantik, mampu tertawa dan tersenyum serta bebas mengerakkan kaki dan tangannya kemanapun ia pergi. Hal ini menjadi impian seumur hidup Soni, 13 tahun, anak laki-laki ini harus menanggunng deritanya sebagai penyandang cerebal palcy atau yang di kenal dengan penyakit lemah otak.
Menggunakan kaos merah dan celana pendek, tubuh Soni tergolek lemas tak berdaya. DI usianya yang menginjak remaja ini, seharusnya ia bisa tertawa riang bermain, belajar dan berlarian bersama teman-temannya. Namun, hal ini tidak bisa dilakukannya, sejauh ini aktivitas yang ia lakukan hanyalah di atas ranjang.
Penyakit cerebal palcy atau CP adalah jenis suatu kondisi dimana terganggungya funsi otak dan jaringan syaraf yang mengendalikan gerakan, laju belajar, pendengaran, penglihatan dan kemampuan berfikir. Meskipun usianya sudah dewasa, karena penyakit CP, tubuh Soni tetap kecil, bahkan penyakit ini mengerogoti dagingnya, sehingga terlihat kurus dan lemah.

Operasi Hydrocepalus
Tidak hanya tubuhnya yang cacat karena penyakit lumpuh otak yang dideritanya. Sejak kecil pun ia telah divonis anak dengan hydrocepalus. Saat ini Soni tinggal di Yayasan Sayap Ibu Bintaro, Jakarta. Satu tahun sudah anak laki-laki ini berada dalam perawatan yayasan Sayap ibu. Sebelumnya, Soni tinggal di sebuah rumah sakit di daerah Jakarta, saat pengobatan, ia ditinggal oleh orangtuanya.
Kemudian dari pihak rumah sakit diserahkan kepada Dinas Sosial dan diserahkan kepada yayasan Sayap ibu sebagai Dinas rehabilitai penyandang cacat dan anak terlantar. Selama dalam perawatan di Sayap ibu, sudah satu kali Soni melakukan operasi hydrosipalus. Kerena selangnya berfungsi dengan bagus, hydrocepalus yang dideritaya tidak begitu parah. Jika kita lihat, kondisi fisik (kepala.red) Soni sedikit membesar, ini karena penyakit cairan otak yang dideritanya sejak lahir.



Pengobatan Dengan Terapi
Kondisi Soni menang sungguh memprihatinkan. Tanpa orang tua, tanpa seseorang yang ia sayangi. Sejauh ini pun orangtua Soni entah dimana keberadaanya, ia harus berjuang sendiri melawat penyakit, melawan takdir yang Tuhan berikan kepadanya.
Seperti anak normal lainnya, Soni juga merasakan sakit dan terkadang isak tangis pun sering kali terdengar saat ia tidak bisa melakukan apa yang ia inginkan. “Terkadang Soni ini menangis, karena dia tidak bisa menggerakkan badannya sendiri. Barulah kita bantu,” kata Mila, salah satu perawat Yayasan Sayap Ibu.
Sejauh ini, memang belum ada obat yg dapat mengobati penyakit cerebral palsy. Tetapi terus ada harapan utk mengoptimalkan kekuatan anak penderita penyakit cerebral palsy serta membuatnya mandiri yaitu dengan cara terapi.
Terapi ini dilakukan sesuai dengan umur sang anak, berat mudah penyakit, dan bergantung pd area otak mana yg rusak. Meskipun ada sisi otak yg rusak, tetapi beberapa sel yg bagus dapat menggantikan beberapa sel yg rusak. Untuk mengoptimalkan sisi otak yg sehat tersebut, butuh diberikan stimulasi supaya otak anak berkembang baik. Seperti proses terapi yang dilakukan oleh Soni, menurut Mila, dalam dua hari sekali, ia harus dijemur dan diterapi. “Kalau tidak diterapi badannya akan kaku semua tidak bisa digerakkan sama sekali. Seperti adik Soni ini, kalau sudah badanya kaku dia pasti nangis terus, karena dia tidak bisa bergerak,” katanya.
Kehidupan Soni saat ini memang jauh berbeda dengan anak normal lainnya. Ia harus terus berada di atas ranjang seumur hidupnya. Memang  sudah tidak ada lagi harapan untuk  bisa kembali normal, namun dengan terapi yang diberikan, ia berharap bisa mengurangi rasa sakitnya.

*Tulisan ini bisa dibaca di Tabloid NURANi Edisi 730

Kisah Anak Dengan Hydrocephalus

Kisah 1
Rahmat Abiyakta, 2 Tahun

Rahmat Abiyakta, 2 tahun, diusianya yang masih seumur jagung, bayi ini harus berjuang melawan penyakit Hydrosipalus yang dideritanya. Orangtua kandungnya telah meninggalkannya di Rumah Sakit. Abi butuh uluran tangan dan doa dari amsyarakat.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Perumpaan ini yang menggambarkan kehidupan Abi, panggilan akrab Rahmat Abiyakta. PAsalnya, tidak hanya nasibnya yang malang karena penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak atau yang disebut Hydrosipalus ini harus ia derita. Abi pun sejak kecil sudah ditinggalkan oleh orang tua kandungnya. Sungguh malang nasibnya.

Sebuah bangunan dilengkapi dengan alat bermain seperti taman kanak-kanak terlihat saat memasuki gerbang utama bangunan tersebut. Ruangan kecil yang penuh dengan warna-warni hiasan dinding dan alat bermain terlihat di sana.

Saat kita masuk ke dalam, terlihat pula bebrrapa boks tempat tidur bayi dengan ukuran yang beragam. Disanalah bayi dua tahun dengan hydrosipalus ini menjalani kehidupannya. Yah, hampir tiga bulan ini, Abi dirawat di Yayasan Sayap Ibu, Bintaro,Jakarta.

SUngguh malang nian nasib bayi tak berdosa ini. Dengan pulasnya ia tertidur di atas box ranjang bayi dengan berselimutkan kain bergambar boneka yang lucu. Kain warna-warni yang ia gunakan untuk menutupi tubuhnya yang mungil ternyata tidak bisa mewakili kehidupannya, hidup Abi saat ini sudah tidak bewarna lagi. Penyakit yang dideritanya membawa dirinya hanya bisa bergerak di atas tempat tidur.

Mila, selaku petugas yang merawat Abi menjelaskan, Abi tinggal di Yayasan Sayap Ibu sudah hampir tiga bulan. Maret bulan depan genap sudah usianya dua tahun. "Adek Abi di sini baru  tiga bulan, usianya maret nanti 2 tahun," katanya.

Diceritakan oleh Mila, keberadaan Abi di Yayasan Sayap Ibu karena dikirim oleh Dinas Sosial. Pada saat di rawat di Rumah Sakit sebelum dibawa ke yayasan ini, Abi ditinggalkan oleh orangtuanya, dan data-data diri orangtuanya tidak jelas, sehingga Abi harus dikirim ke Dinas Sosial oleh pihak rumah sakit agar tetap bisa mendapatkan perawatan. "Abi ini dari Tasikmalaya. Ia ditinggalkan oleh orangtuanya, kemudian dibawa ke sini," imbuh Mila.

Bayi tak berdosa ini harus menanggung sendiri kehidupannya, tanpa orangtua yang merawatnya bahkan Abi ditinggalkan. Di Yayasan Sayap ibu selama tiga bulan ini Abi melakukan proses penyembuhan dan perawatan.

Terkait dengan Hydrosipalus yang diderita oleh Abi, Mila menjelaskan, sejauh ini bayi laki-laki ini sudah hampir empat kali operasi. Perlu diketahui,Hydrosipalus adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal) atau akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural. Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.
“Untuk Abi sendiri, operasi sudah empat kali dilakukan dan satu kali pasang selang. Jika masih terhambat lagi bisa sampai tiga kali pasang selang. Alhamdulilah, dari bebrapa pasien yang lain, hdyrosipalus yang diderita Abi selangnya masih berfungsi,” jelasnya.


Saat terlelap, wajah Abi pun tidak bisa menyembunyikan kesedihannya, walaupun ia sendiri tidak bisa merasakan bagaimana rasa sedih atau senang. Orang sekitarlah yang bisa melihat perasaan tersebut. Masih menurut Mila, penderita hydrosipalus cenderung mengalami cerebal palsy atau yang sering disebut lumpuh otak. Kondisi bayi yang lahir dibulan Maret 2013 ini pun demikian, saraf motoriknya sudah tidak berfungsi lagi. “Abi sudah tidak bisa lagi melihat, kalaupun matanya terbuka dia tidak bisa melihat lagi, tangannya pun tak bisa bergerak, kalaupun bisa cumin bergerak sedikit-sedikit saja,” kata Mila.


Begitu banyak penderitaan yang dialami oleh bayi malang ini. Saat ini yang bisa diharapkan Abi adalah uluran tangan dan doa dari masyarakat, agar ia tetap bisa menikmati dunia dengan cara Abi sendiri hingga ia dewasa nanti.

Sukarela Mengajar Para Tahanan


Hadi Wibowo M.PdI, Pengajar Ilmu Agama di Rutan Pondok Bamboo

Sukarela Mengajar
Para Tahanan

Berbekal keiklhasan, hampir satu tahun Hadi Wibowo tercatat sebagai guru agama islam di rumah tahanan pondok Bamboo.Meskipun tidak dibayar, dirinya senang dan bangga jika ilmu yang ia miliki bisa ia bagikan kepada orang lain, khususnya para narapidana di rutan.

Sebelumnya tidak pernah terlintas oleh Hadi Wibowo, bahwa dirinya akan menjadi bagian dari penghuni Rutan Pondok Bamboo. Bukan menjadi salah satu penghuni saja.Namun, hampir setahun ini, dirinya menjadi pengajar dan penceramah di rumah tahanan tersebut.

Berawal dari ajakan seorang teman untuk mengajar ilmu agama dirutan tanpadi bayar, membawa laki-laki ini pada sebuah rutinitas yang sedikit kontradiktif dan menakutkan. Banyak orang beranggapan bahwa, rutan atau rumah tahanan adalah tempat menyeramkan yang didalamnya terdapat sekawanan pelaku tindak kejahatan yang patut untuk di jauhi.

Namun, hal tersebut ternyata tidak membuat nyali Hadi ciut dan mengurungkan niat untuk berbagi ilmu dengan penghuni rutan tersebut. Semangat dan niat tulus Hadi untuk mengajar ilmu agama menepis ketakutan tersebut, ia ingin berbagi dengan teman-teman di penghuni lapas.

"Awalnya saya diajak oleh seorang teman untuk memberikan pelajaran agama atau ceramah di rutan pondok bamboo, awalanya masih ragu, dan sedikittakut juga,namanya juga penjara dengan penghuninya pasti banyak sekali kasu-kasus kriminal. Dan itupun tidak dibayar. Saya berfikir panjang, akhirnya saya putuskan untuk menerima ajakan tersebut.Niat saya awalnya hanya ingin berbgai ilmu yang saya punya saja," jelas Hadi.

Mengajar Tanpa Dibayar

Pertama kali Hadi datang untuk mengajar,perasaan takut sempat menghinggapi dirinya. Was-was bagaimana respon para napi ini padanya saat memebrikan ceramah. Memasuki pintu rutan, hadi pun menceritakan tak ada satupun polisi yang mengawal dirinya di dalamnya. Ia berjalan sendiri dengan temannya. Namun, rasa takut dan khawatir tersebut hanya sebuah perasaan, ketika berjumpa dengan para narapidana melihat wajah dan antusias merekamenyambut seorang guru yang akan mengajar. Perasaan dan hati Hadipun merasa tenang.

"Sempat takut ketika ingin memberikan ceramah di rutan, pintu gerbang di gembok dan tidak ada satupun polisi yang mengawal di dalam. Tetapi alhamdulilah yang saya lhiat, justru para napi merasa bahwa mereka telah kedatangan seorang guru dan kita begitu dihormati oleh mereka dan terdapat banyak harapan dari mereka utuk bisa menimba ilmu dari saya," Paparnya.

Mengajar di rutan, dan anak didiknya adalah seorang narapidana, adalah sesuatu yang luar biasa bagi alumnus Universitas Islam Jakarta ini. menurutnya,  menjadipengajar di rutan sangat dihormati, berbeda dengan espektasi di awal bahwa rutan adalah tempat yang menyeramkan. Mengajar di rutan tidak seperti mengajar anak sekolah atau mahasiswa yang sering kali tidak mendengarkan gurunya. Di rutan, penghuni lapas justru lebih memeperhatikan apa yang disampaikan oleh guru.

"Mereka menghargai kita yang di depan, saat menjelaskan mereka antusian mendeengarkan, jika ada yang tidak jelas mereka bertanya kepada saya. Saya sebagai guru merasa dihargai," imbuhnya.

Magister Pendidikan Islam ini memaparkan, tidak ada metode khusus saat mengajar dirutan. Selama ini setiap hari senin sampai kamis ia memberikan pelajaran dari jam 10 sampai dengan ba'da dzuhur. Kegiatan diawali dengan berdzikir, membaca alquran. Jika ada beberapa napi yang belum bisa membawa alquran bisa dengan membaca iqro'.

"Setelah baca alquran,saya memebrikan ceramah agama. Saya berfikir bahwa para penghuni rutan ini butuh namanya siraman rohani," kata Hadi.

Selama menjadi relawan pengajar ilmu agama di lapas,banyak sekali hal positif yang ia dapatkan. Salah satunya adalah keikhlasan. Hampir setahun ini,hanya bermodal ikhlas menolong dan berbagi ilmu dengan sesama.Ia pun tahu bagaimana kehidupan sebenarnya yang dialami oleh para napi selama ini.

"Tidak semua penghuni lapas adalah seorang penjahat atau pelaku criminal. Tapi ada juga dari mereka yang hanya menjadi korban fitnah dan masuk tahanan. Jikasaya memberikan ceramah di Rumah tahanan polres biasanya terpiadana merasakanan tekanan yang begitu kuat dan saya membatasi untuk memberikan ceramah. Lain dengan lapas yang rata2 sudah merasa biasa,"ungkapnya.

Menjadi pengajar dan penceramah di rutan,bagi laki-laki yang saat ini menjadi Dosen Agama di BSI ini juga mendapatkan dukungan dari keluarganya. Pernah sekali Hadi membawa orangtuanya untuk datang ke rutan, orangtuanya pun sangat kaget melihat para napi di rutan, mereka merasa dimuliakan.

"Kata orangtua saya, mengajar di rutan adalah hal yang mulia, ibu saya pun jadi ikut membagi-bagikan makanan kepada penghuni rutan pada saat beliau ikut saya," jelasnya.

Rutinitas Hadi saat ini tidak hanya sebagai pengajar di sebuah kampus, namun juga sebagai relawan guru agama islam pengajar di rutan. Menurutnya, ini merupakan bakti dirinya kepada sesama juga mencari ridha Allah Swt. Meskipun tanpa di bayar, ia ikhlas melaksanakannya. 

"Saya percaya bahwa balasan dan riski dari Allah bisa datang dari mana saja, karena itu saya selalu bersyukur dan menikmati apa yang saya lakukan saat ini," tegasnya.

*Tulisan ini bisa dibaca di Tabloid NURANi Edisi 723