Sunday 8 March 2015

Kisah Anak Dengan Hydrochepalus

Kisah 2


Derita Piluh Anak Penderita Cerebal Palcy
Soni, 13 Tahun

Ditinggalkan Orangtua,
Harus Lakukan Operasi dan Terapi

Soni, 13, usianya yang masih muda harus menanggung piluhnya kehidupan. Selain ditinggalkan orangtuanya pergi, seumur hidup ia harus terbaring di atas ranjang, akibat penyakit Cerebal Palcy yang dideritanya.

Manusia selalu ingin dilahirkan sempurna tampa cacat sedikitpun. Mempunyai fisik yang kuat, wajah yang ganteng dan cantik, mampu tertawa dan tersenyum serta bebas mengerakkan kaki dan tangannya kemanapun ia pergi. Hal ini menjadi impian seumur hidup Soni, 13 tahun, anak laki-laki ini harus menanggunng deritanya sebagai penyandang cerebal palcy atau yang di kenal dengan penyakit lemah otak.
Menggunakan kaos merah dan celana pendek, tubuh Soni tergolek lemas tak berdaya. DI usianya yang menginjak remaja ini, seharusnya ia bisa tertawa riang bermain, belajar dan berlarian bersama teman-temannya. Namun, hal ini tidak bisa dilakukannya, sejauh ini aktivitas yang ia lakukan hanyalah di atas ranjang.
Penyakit cerebal palcy atau CP adalah jenis suatu kondisi dimana terganggungya funsi otak dan jaringan syaraf yang mengendalikan gerakan, laju belajar, pendengaran, penglihatan dan kemampuan berfikir. Meskipun usianya sudah dewasa, karena penyakit CP, tubuh Soni tetap kecil, bahkan penyakit ini mengerogoti dagingnya, sehingga terlihat kurus dan lemah.

Operasi Hydrocepalus
Tidak hanya tubuhnya yang cacat karena penyakit lumpuh otak yang dideritanya. Sejak kecil pun ia telah divonis anak dengan hydrocepalus. Saat ini Soni tinggal di Yayasan Sayap Ibu Bintaro, Jakarta. Satu tahun sudah anak laki-laki ini berada dalam perawatan yayasan Sayap ibu. Sebelumnya, Soni tinggal di sebuah rumah sakit di daerah Jakarta, saat pengobatan, ia ditinggal oleh orangtuanya.
Kemudian dari pihak rumah sakit diserahkan kepada Dinas Sosial dan diserahkan kepada yayasan Sayap ibu sebagai Dinas rehabilitai penyandang cacat dan anak terlantar. Selama dalam perawatan di Sayap ibu, sudah satu kali Soni melakukan operasi hydrosipalus. Kerena selangnya berfungsi dengan bagus, hydrocepalus yang dideritaya tidak begitu parah. Jika kita lihat, kondisi fisik (kepala.red) Soni sedikit membesar, ini karena penyakit cairan otak yang dideritanya sejak lahir.



Pengobatan Dengan Terapi
Kondisi Soni menang sungguh memprihatinkan. Tanpa orang tua, tanpa seseorang yang ia sayangi. Sejauh ini pun orangtua Soni entah dimana keberadaanya, ia harus berjuang sendiri melawat penyakit, melawan takdir yang Tuhan berikan kepadanya.
Seperti anak normal lainnya, Soni juga merasakan sakit dan terkadang isak tangis pun sering kali terdengar saat ia tidak bisa melakukan apa yang ia inginkan. “Terkadang Soni ini menangis, karena dia tidak bisa menggerakkan badannya sendiri. Barulah kita bantu,” kata Mila, salah satu perawat Yayasan Sayap Ibu.
Sejauh ini, memang belum ada obat yg dapat mengobati penyakit cerebral palsy. Tetapi terus ada harapan utk mengoptimalkan kekuatan anak penderita penyakit cerebral palsy serta membuatnya mandiri yaitu dengan cara terapi.
Terapi ini dilakukan sesuai dengan umur sang anak, berat mudah penyakit, dan bergantung pd area otak mana yg rusak. Meskipun ada sisi otak yg rusak, tetapi beberapa sel yg bagus dapat menggantikan beberapa sel yg rusak. Untuk mengoptimalkan sisi otak yg sehat tersebut, butuh diberikan stimulasi supaya otak anak berkembang baik. Seperti proses terapi yang dilakukan oleh Soni, menurut Mila, dalam dua hari sekali, ia harus dijemur dan diterapi. “Kalau tidak diterapi badannya akan kaku semua tidak bisa digerakkan sama sekali. Seperti adik Soni ini, kalau sudah badanya kaku dia pasti nangis terus, karena dia tidak bisa bergerak,” katanya.
Kehidupan Soni saat ini memang jauh berbeda dengan anak normal lainnya. Ia harus terus berada di atas ranjang seumur hidupnya. Memang  sudah tidak ada lagi harapan untuk  bisa kembali normal, namun dengan terapi yang diberikan, ia berharap bisa mengurangi rasa sakitnya.

*Tulisan ini bisa dibaca di Tabloid NURANi Edisi 730

No comments:

Post a Comment