Sunday 1 September 2019

Perjalanan Menjadi Seorang Ibu! (Part 2)

*Alhamdulilah, Dua Garis Merah*

Sampai dengan terbitnya tulisan ini, itu berarti kehidupan keluarga kacil kami sudah berusia 9 bulan, masih bayi betul kan usia pernikahan kami. Kurun waktu yang masih begitu pendek tersebut aku dan suami saling belajar bagaimana menjadi seorang suami dan istri. Pertengkaran yang lebih sering kita sebut drama memang terkadang menyelimuti kehidupan kami. Yah, lebih sering memang aku yang mengajak berantem. Hal ini sudah terjadi sejak kami berpacaran, suami pun faham betul bagaimana sifat dan cara mengatasinya.hihi

Bekerja seperti biasa, suami juga demikian. Sempat aku ceritakan sebelumnya, setelah menikah daya tahan tubuhku menuruan. Bisa jadi karena perubahan hormon dan aktivitasku yang bisa dibilang 'kaget'menjalani awal pernikahan. Dan suatu ketika, sempat aku sakit begitu parah sampai masuk IGD, badan panas tinggi, mual dan pusing. Saat itu fikiran hanya tertuju pada satu kat 'hamil', yah jangan-jangan aku hamil, memikirkan hal tersebut membuatku senang sekaligus was-was banyak hal yang menyelimuti fikiranku. Diagnosis dokterpun mengatakan bahwa aku hanya kecapean, namun aku dan suami tidak melanjutkan pemeriksaan di spesialis obgym karena kita belum cek tespeck. Berangsur membaik, saat itu juga kami memutuskan untuk mengecek apakah aku hamil atau tidak. Sedikit khawatir dengan hasil yang akan kami ketahui, dan ternyata hasilnya negatif, dua garis merah samar terlihat di alat tespeck. Setelah konsultasi kebeberapa yang menjadi bidan dan sudah mempunyai anak, aku disarankan untuk melakukan tespack lagi satu minggu ke depan. Suami terlihat kecewa, namun dia tidak ingin tergesa-gesa juga, biarkan seperti air mengalir takdir Tuhan kepada kami untuk mendapatkan keturunan. Kami hanya berusaha, diberi amanah dengan cepat kami bersyukur, dan jika memang belum kami masih punya banyak waktu.
Tespack untuk pertama kalinya, 18 Maret 2019

Pasca tes kehamilan pertama, kami menjalani kehidupan seperti biasanya. Saat itu pekerjaanku di kantor sedang sibuk-sibuknya, begitu pula dengan suamiku. Terkadang kami seperti bergantian menjadi satpam rumah. Kami bergantian dinas keluar kota, kamipun tidak mengeluh, kami jalani apa yang ada didepan mata kita sekarang. Fikiran terkait anak pun sepertinya kami lupakan sejenak, karena kita terlalu lelah bekerja. Hingga saatnya hari itu tiba, kira-kira bulan Mei 2019. Kejutan itu datang!

Tespack kedua kalinya dan Alhamdulilah positif, 4 Mei 2019

Saat itu hampir tiap minggu aku pergi perjalanan dinas. Bisa dikatakan, persoalan anak sudah kami lupakan saat itu,hehe. Namun, ada sesuatu yang berubah dalam tubuhku, gejala sakit pinggang yang luar biasa aku alami, aku masih berfikir ini karena aku telat datang bulan, yah siklus menstruasi yang sering terlambat membuatku berfikir kondisi seperti ini bukanlah karena faktor kehamilan. Saat itu aku ingat betul, dalam waktu seminggu aku pergi ke Bangka Belitung, Lumajang Jawa Timur, Ke Jogja, Ke Pekalongan hampir 8 hari lebih tanpa ada jeda. Kondisi pinggang betul-betul sakit tidak seperti biasanya, dan saat itu aku sudah hampir telat 5 hari. Dikondisi seperti ini, aku mulai berfikir kemungkinan aku hamil, rasa khawatir, senang, degdegan terus mewarnai pikiranku. Ketika kembali ke Jakarta pasca dari Pekalongan, barulah aku memberanikan diri untuk melakukan tespack lagi. Sesuai saran teman-teman, kami membeli 2 jenis tespack, pagi hari tepatnya tanggal 4 Mei 2019. Pagi hari, suami yang tidak sabar menyuruhku untuk melakukan tes. Jujur saja saat itu aku gak bisa berkata apapun, suami begitu antusias dan bersemangat, sedangkan aku tidak, kekhawatiran masih menyelimuti, bagaimana jika positif? senang? jelas aku senang. Kalau jadi hamil bagaimana? aku jadi ibu? apa sudah siap? dan lain-lain, semua pikiran bekecamuk dalam hati, saat itu mungkin suamiku tidak menyadari muka khawatir dan kepanikan dalam diri, apakah aku sudah siap??

Beberapa detik, hasil pun terlihat, dua garis merah begitu pekat terlihat dikedua tespack tersebut, melihat hasilnya yang saat itu dia disampingku, dia langsung menciumku, memelukku sembari mengucap kalimat hamdalah berulang-ulang. Terlihat begitu senang dan bahagianya laki-laki ini mengetahui aku positif hamil. Lantas bagaimana dengan aku? perasaan sedih dan senang, tak bisa berkata apa-apa, ingin menangis aku tahan dan tentunya aku sangat bersyukur atas kehamilan ini. Namun, menjadi ibu muda di kehamilan pertama seperti ini pasti semua perempuan merasakannya, kekhawatiran, rasa syukur dan senang bercampur menjadi satu. Selamat datang kehidupan baru, kataku dalam hati.


*Bersambung Part 3"
Fase-fase Menghadapi Kehamilan


Wednesday 14 August 2019

Perjalanan Menjadi Seorang Ibu! (Part 1)

*Kehidupan Setelah Menikah*

Beberapa tulisan kedepan, aku mencoba menceritakan semua pengalamanku saat hamil anak pertama. Aku ingin kelak, jika dunia digital ini menjadi 'Raja' di kehidupan manusia, dan anakku sudah bisa membaca, ia akan menemukan kisah perjalanan ibunya.

Setelah menikah, aku dan suami sepakat tidak akan menunda kehamilan. Dari segi usia kami berdua sudah cukup matang untuk memperoleh keturunan, maklumah kami menikah juga di usia 29 tahun. Sejak pacaran pun kami merencakana, jika nanti kami sudah menikah, kami sepakat tidak menunda untuk mempunyai anak.

Menjadi sepasang suami istri, kami menjalani kehidupan yang bahagia setelah dipisahkan jarak kurang lebih 3 tahun selama kami berpacaran. Menjadi satu, membuka dan menutup mata melihatnya disampingku, makan bersama, dan setiap hari melihat wajahnya memberikan kebahagiaan yang luar biasa meskipun kami sempat menjalani LDM (Long Distance Marriage) kurang lebih 1,5 bulan. Aku di Jakarta dan suami di Surabaya. Tuhan memberikan kemudahan bagi kehidupan kami, setelah menikah Alhamdulilah suami segera mendapatkan pekerjaan ketika dia memutuskan untuk berjuang bersama-sama di Ibu Kota.

Bertolak dari sekotak kamar kecil yang nyaman, asri yang sudah aku tempati bertahun-tahun di daerah Rawasari, Cempaka Putih. Akhirnya aku meninggalkan kos-kosan yang homey sekali untuk tinggal bersama suami, tentunya kita masih jadi kontraktor alisa kontrak sana kontrak sini, belum cukup rejeki kami harus membeli rumah di Jakarta atau sekitarnya. Mencari informasi rumah kontrakan sana sini, akhirnya kami menemukan tempat yang strategis, nyaman untuk kami sewa, tepatnya di daerah Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur, tidak jauh dari kosan aku sebelumnya, meskipun jarak dari kantorku dan kantor suami lumayan jauh, kami memutuskan untuk menyewa rumah petak dua lantai tersebut, yang sekarang kami tinggali kurang lebih 8 bulan.

Foto saat kondangan di pernikahan salah satu teman.

Sebelum menikah, aku terus memikirkan bagaimana kehidupan dan tanggungjawabku sebagai seorang istri dan perempuan karir. Aku terlahir sebagai perempuan pekerja, sedari SMA segala pekerjaan sudah pernah saya coba, dari  menjadi guru ngaji, guru private, penjaga warnet, penjaga kasir, guru pramuka, wartawan hingga sekarang aku pekerja di salah satu Kementerian di Jakarta. Selain itu, aku juga aktif di organisasi kemasyarakatan. Sebelum dan setelah menikah, aku selalu khawatir apa aku bisa menjadi istri soleha yang bisa menyeimbangkan kewajibanku di wilayah domestik dan publik. 

Di wilayah domestik jujur aku mempunyai kelemahan yang lumayan fatal, yaitu tidak bisa memasak. Aku belajar memasak ketika merantau di Jakarta tepatnya tahun 2014, saya baru bisa belajar memasak dengan rice cooker, hanya bisa mengoreng telor, ayam, dan mie rebus, thats it'. Skill memasakku memang sangat payah, sering kali aku berfikir, setelah menikah masakan apa yang akan aku buatkan untuk suamiku, meskipun suamiku tidak pernah meminta aneh-aneh dan dia selalu menerima aku apadanya, sebelum menikah dia pun faham aku tidak bisa memasak. Namun, keahlian lain diwilayah domestik, seperti nyuci, setrika, mengurus rumah aku jagonya, tidak ada yang tidak tertata rapi, jadi jangan diragukan.hehe.

Membayangkan perempuan pekerja, yang aktif di organisasi dan sukses di wilayah domestik sepertinya sangat mudah, namun ternyata bayanganku salah. Jika ada perempuan karir yang sangat sukses namun kehidupan rumah tangganya kandas, saya sangat memahami hal ini, karena dia tidak bisa berlaku adil terhadap 2 tanggungjawab tersebut. Bagiku, aku menjalaninya memang cukup berat. Sisi lain, ego kita ingin terus bekerja, membantu suami mencukupi kebutuhan sehari-hari, melakukan pekerjaan rumah tangga dari memasak seadanya, mencuci pakaian, membersihkan, ternyata setelah kita menjalaninya tidak semudah teori-teori yang kita pelajari.


Diawal kehidupan menikah aku sering sekali sakit, gejalanya selalu sama terlalu kelelahan. Pagi hingga malam harus bekerja, sesampai di rumah bekerjaan rumah tangga masih menunggu, harus mencuci, setrika dll. Yah, dizaman serba ada seperti sekarang memang mudah kita bisa membawa ke laundry, dan membeli makanan di warung, rumah makan bisa dengan ojek online. Namun, bagi kami yang hanya pekerja honorer harus pintar-pintar membagi income dan outcome sehingga masih ada tabungan yang simpan untuk masa depan. Yah, kehidupan di awal menikah memang banyak hal yang menghawatirkan pikiran dan juga kebahagiaan yang luar biasa. Tuhan memberikanku seorang laki-laki yang begitu sabar, tidak pernah marah, tidak pernah meminta dan memaksa ini itu, semuanya serba istimewa meskipun laki-laki ini sedikit cuek dan tidak perhatian. Kami pun saling mengisi dan menerima kekurangan satu sama lain.

Wednesday 31 July 2019

Desa Wisata Pujon Kidul Malang

Menyuguhkan pemandangan natural dari indahnya persawahan dan pengunungan. Ditambah dengan spot foto yang dikemas unik oleh warga. Desa Wisata Pujon Kidul menjadi satu jujukan tempat wisata bagi pengunjung yang demam berswafoto.

Desa Wisata Pujon Kidul adalah salah satu destinasi wisata di Malang yang menyajikan pemandangan alami pegunungan dan persawahan. Dengan menempuh jarak kurang lebih 20 kilometer dari pusat kota, kurang lebih 1 jam kita akan tiba di tempat wisata Pujon Kidul.

Kali ini, disela-sela pekerjaan suami di Malang. Kami menyempatkan pergi Ke Pujon Kidul. Awalnya tidak ada fikiran jika akan berkunjung kemari, alasannya hanya satu jauh, nanti capek dengan kondisi membawa satu nyawa lagi di dalam perut yang sekarang berusia 4 bulan, membuat enggan beranjak dari Hotel tempat acara.

Dengan menggunakan motor, kami sampai di Desa Wisata Pujon Kidul. Tiket masuk cukup murah, hanya 8.000/orang sudah termasuk voucher makan atau tiket ditukar dengan tiket masuk. Susah-susah gampang membawa ibu hamil untuk pergi berjalan-jalan, karena ketika melihat tempat duduk, rumah makan, tanpa berfikir panjang langsung menuju ke tempat tersebut.


Awalnya tujuan kita adala Cafe Sawah Pujon Kidul, ketika kita sudah berada di dalam komplek wisata, fikir kami yang baru pertama dan tanpa membaca artikel tetang wisata ini sebelumnya, kami langsung memilih satu tempat disana, yaitu The Roudhb 78. Kami menukarkan tiket saat masuk untuk mengunjungi tempat ini, ibu hamil sudah lelah naik motor 1 jam perjalanan,hehe. Duduklah kami di gazebo yang terbuat dari bambu, dengan pemandangan spot-spot foto penuh bunga dan pemandangan sawah. Kami habiskan waktu kurang lebih 1 jam untuk istirahat, makan dan menikmati pemandangan di depan mata kami, dan dibawah gazebo kami yaitu kolam kan koi yang jumlahnya cukup banyak.


Setelah puas istirahat, makan, kami beranjak berjalan untuk mengabadikan foto kunjungan kami, memang terasa beda saat masih muda dan sedang hamil begini, hasrat untuk berfoto tidak terlalu menggebu-gebu, hehe, secukupnya hanya beberapa spot foto saja.

Tuesday 11 June 2019

Sejenak di Kota Semarang: Dari Lawang Sewu Sampai Kuliner Lunpia

Setelah beberapa kali ke Semarang, akhirnya bisa berkesempatan untuk berkunjung ke Wisata Sejarah di Kota Semarang Lawang Sewu yang berarti 1.000 pintu. Bangunan Kuno ini menjadi daya tarik wisata asing tidak hanya arsitekturnya, namun kisah mistis yang menyelimuti sejarah bangunan kuno ini membuat wisatawan penasaran dan ingin membuktikan sendiri.

Kunjungan aku kali ini adalah bukan murni berlibur, namun untuk mengisi waktu perjalanan balik lebaran kami. Jadi ceritanya, kami kehabisan tiket kereta Bojonegoro-Jakarta, sehingga kita mengambil Tiket Kereta tambahan yaitu Kereta Transit. Pukul 06.30 kami berangkat dari Stasiun Bojonegoro menuju Semarang Tawang, kemudian berganti kereta menuju Jakarta pada pukul 16.50, gak kebayangkan bosennya menunggu hampir 4 jam di Stasiun, akhirnya saya dan suami (ceilee suami, maklum ini adalah Mudik Pertama Kami, hehe) memutuskan untuk mengunjungi destinasi wisata dan kuliner yang terjangkau dan tidak terlalu jauh dari Stasiun Semarang Tawang. Ohya, perjalanan kali ini aku tidak hanya berdua, namun bertiga dengan senyawa yang hidup di dalam perut aku selama hampir 2 bulan. Perjalanan yang menyenangkan dan melelahkan.

Lawang Sewu,
Setelah googling Desnitasi Wisata mana yang terdekat daerah Semarang Kota, kami memutuskan untuk menuju Gedung Kuno yang sangat fenomenal di Kota Semarang yaitu Lawang Sewu. Di zaman teknologi seperti ini memang sangat mudah mencaari ulasan tentang tempat atau apapun tanpa harus bertanya kepada seseorang yang belum tentu orang yang kita tanyai mengerti.

Dari stasiun Semarang Tawang kami menggunakan Ojek Online, cukup mudah, karena Semarang sudah mengikuti trend ibu kota dengan masukkna ojek online ke daerah ini. Saat itu daerah kota lama cukup padat dan macet, maklum masih banyak wisatawan atau penduduk lokal yang menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan di daerah Kota Lama. Sekitar 20 menit kami sampai di tempat tujuan. Di sepanjang trotoar sudah ramai pengunjung, dan ketika melewati pintu masuk dan menuju pembelian tiket masuk, yups antrean panjang dan Lawang Sewu full pengunjung. 
Foto 1 : Bagian Tengah Bangunan

Foto 2 : Bagian Samping Bangunan

Friday 1 March 2019

Pontianak, State Of The Equator



Kota Pontianak memiliki daya tarik sendiri bagi wisatawan karena terdapat Tugu Katulistiwa yang memang tidak banyak daerah dilintasi Garis Katulistiwa. Selain itu, heritage Istana Kadriah menambah nuansa sejarah yang kental di Kota Pontianak.

Kota Pontianak, sedari duduk di bangku sekolah dasar aku penasaran dengan kota ini. Kota yang mendapatkan julukan Kota Katulistiwa. Ketika kita belajar Geografi kata 'katulistiwa' ini pastilah kita sering dengar. Kota Pontianak menjadi salah satu kota yang dilalui garis katulistiwa, garis lintang nol derajat atau yang disebut sebagai equator.

Mudahnya transportasi online yang sudah masuk di Kota Pontianak tidak membuat perjalanan saya terhambat meskipun sendirian. Dengan waktu yang cukup singkat, mengobati rasa dahaga keingintahuan yang sudah lama terpendam dengan Kota Pontianak ini, saya menggunakan ojek online menuju destinasi icon Kota Equator ini.

Keraton Kadariah "Warna Kuning Keemasan yang melekat pada bangunan ini melambangkan masa kejayaan"

Dari Hotel Mercure yang terletak di Jalan A.Yani menggunakan ojek online, destinasi pertama yang saya kunjungi adalah Keraton Kadariah Kota Pontianak. Hanya dengan Rp. 9 ribu perak, abang ojek membawa saya menuju Istana Kesultanan Pontianak. Jika Pontianak dikenal dengan having mangrove forests as along the Kapuas estury.Saat itu entah kenapa Kota Pontianak sangat panas, dan ada beberapa pembangunan infrastruktur yang sedang berjalan.

Menuju Keraton Kadriah diperlukan kurang lebih 45 menit. Memasuki area Keraton sudah terlihat pagar-pagar warna kuning keemasan.Di area keraton juga sedang dalam tahap renovasi, jadi mungkin saat kita memasuki wilayah keraton terlihat seperti perkampungan warga dengan segala aktifitasnya. Memasuki area Keraton dari jauh terlihat rumah kayu bewarna kuning. Disekitarnya dikeliling tembok-tembok kuning dan tepat didepan halaman terdapat sebuah meriam kuno. Masuk ke pelataran keraton, pengunjung harus melepas alas kaki yang digunakan, seperti masjid, tempat ini suci dan sangat dijaga kebersihannya.

Foto 1. Suasana pelataran Istana

Saat aku datang kesana belum banyak pengunjung. Kedatanganku disambut hangat oleh seorang Bapak-Bapak berwajah keAraban, aku lupa namanya karena tidak mencatat kala itu, beliau adalah keturunan Kesultanan, yang saat ini diberikan amanah untuk mengurus Keraton Kadriah.

Sunday 6 January 2019

Menapaki Kehidupan Baru Di Tahun 2019, Akhirnya, Gue Nikah!


"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum [30]: 21)

Sepengal ayat tersebut membuktikan kekuasaan Tuhan, dipertemukannya dua insan yang saling menyayangi, mengasihi, saling bersabar atas waktu dan jarak yang memisahkan, Aku, Kamu dan Keluarga Kita akhirnya berSATU.

LDR, Kalian Gak Bakal Kuat, Biar Kami Saja!!

Siapa sih yang mau ngejalanin hubungan LDR (Long Distance Relationship), terutama cewek, gak bakal ada yang mau, gue yakin. Bagaimana harus menahan beratnya rindu, ingin berjumpa, kadangan pasangan disana ngapain aja kita gak tahu. Hanya modal percaya satu sama lain terkadang LDR bisa berbuah manis, tak jarang juga kandas ditengah jalan karena kecurigaan-kecurigaan antar Pasangan. Jika LDR itu berat buat kalian, Biar Kami Saja.

Mengenalnya, ketika gue sudah merantau di Jakarta tepatnya Tahun 2015, saat itu gue dikenalin sama temen baik gue di Jakarta dan juga kakak kelas gue saat S1 di Surabaya. Awalnya gak nyangka banget bisa nyatol sama laki-laki karena pencomblangan, secara gue gak pernah yakin sama comblang-mencomblangin orang, karena bagi gue yang banyak punya teman, mengenal seseorang karena kita sudah mengenalnya sadari awal adalah bukti kemantaban batin tersendiri, jelek baiknya kita sudah tahu luar dalemnya. Tapi, beda dengan yang ini. Pencoblangan setelah patah hati itu emang jurus yang manjur buat bikin gue takluk,,hehe

Percakapan awal doi memulai terlebih dahulu, ya kali kan cewek yang mulai duluan, gengsilah ya. Obrolan standart seperti anak muda yang lagi PDKT, doi juga manis dan perhatian banget, mulai dari stalking Media Sosial milik doi, akhirnya gue mantab buat kenalan, selain itu garansi doi dari keluarga baik-baik uda gue kantongin dari temen yang ngenalin gue ke doi.
Foto awal kami berpacaran
Taken Tahun 2016

Singkat cerita gue sama doi ngejalanin LDR selama kurang lebih 3 tahun bukan berarti baik-baik saja seperti orang kebanyakan liat sampai akhirnya happy ending. Banyak drama yang kita lewati setiap harinya. Yang gue syukuri adalah kesabaran doi yang tiada batas ke gue yang suka marah-marah membuat hubungan kami awet, hingga kedua orangtua kami bertemu dan memperkuat ikatan pernikahan. LDR emang berat, tapi benar-benar kisah yang manis untuk para pelakunya, termasuk kami berdua. Jadi, bagi kami LDR itu gak berat, yang berat tetap Rindu seperti kata Dilan.