Thursday 30 September 2021

GOWES, Melihat Produksi Panci Dandang di Kecamatan Porong, Sidoarjo!


Sebuah gudang besar terlihat beberapa ibu-ibu sedang duduk lihai mengopeasikan sebuah mesin dan membawa bongkahan aluminium. Dengan cekatan ditambah dengan latarbelakang bunyi khas prang-prang-prang, tak memperdulikan kami yang datang bergerombol untuk melihat proses pembuatan panci dandang serta ingin berbelanja perabot rumah tangga.

Beberapa waktu lalu, tepatnya 25 September 2021, saya berkesempatan  berkunjung ke daerah sentra pembuatan Panci, Dandang dan perabot lainnya  yang terbuat dari aluminium di Kecamatan Porong.

Mungkin tidak banyak orang lain tahu, bahwa Kecamatan yang lebih dikenal dengan wisata Lumpur Lapindo ini banyak warganya memproduksi panci, atau  pengrajin panci. Salah satunya adalah Desa Kebakalan.

Saat itu, saya gowes dari alun-alun Sidoarjo menuju Sentra Pengrajin  Panci Di Desa Kebakalan. Tentunya saya tidak sendiri, bersama Ibu Bupati  Sidoarjo Sa'adah Ahmad Muhdlor dan Pegurus TP PKK Kabupaten dan Kecamatan. Istimewa sekali  gowes kali ini karena kita juga melipir ke Sentra Pembuatan perabot rumah  tangga, ibu-ibu newbie seperti saya yang gemar mengumpulkan perabot rumah  tangga padahal belum tahu kapan dan memasak apa adalah kegiatan yang  menyenangkan.Hehehe

Bergerak dari Pendopo Alun-alun melawati jalan utama Sidoarjo-Porong Desa Kebakalan, total kurang lebih 17 kilometer kami gowes, lumayan  membakar kalori meskipun sedikit ngos-ngosan tapi tetap terlihat tegar  takut malu dengan ibu-ibu yang lain..Hihi

Minggir, emak-emak mau lewat...hehe


Dirintis 20 Tahun Lalu, Pasang Surut Usaha

Kali kedua menginjakkan kaki di Desa Kebakalan, sebelumnya saya dan ibu  pengurus TP PKK Kabupaten Sidoarjo memberikan bantuan sosial ke daerah  ini, namun tidak berkesempatan untuk melihat produksi panci saat itu.

Salah satu pengrajin panci dandang yang kami datangi adalah Ibu  Khalimatus Sa'diyah, ia memulai bisnisnya kurang lebih 20 tahun. Saat  datang ke pabrik pembuatan panci dandang milikya terus terang saya takjub  karena di daerah ini benar-benar tidak terjangkau, masuk gang kecil dan  ternyata da 3 bangunan besar dengan berbagai macam bahan dan mesin-mesin  pembuat panci dan dandang.

Ibu Khalimatus Sa'diyah bercerita bahwa usaha yang ia mulai 20 tahun lalu  merupakan usaha keluarga, belum lama suaminya meninggal sehingga sekarang  ia dan anak pertama mulai mengurus usaha ini. Pasang surut bisnis telah  ia rasakan selama ini, dan yang paling terasa adalah saat pandemi Covid- 19. Tidak hanya merosotnya omzet yang ia dapat namun juga harus  kehilangan partner hidup, yaitu suaminya.

Usaha milik Ibu Sa'daiyah ini salah satu terbesar di Kecamatan Porong,  beberapa Desa juga memproduksi barang serupa. Dalam bisnisnya perempuan  yang akrab disapa Bu diyah ini memperdayakan warga sekitar terutama ibu- ibu hampir 80 persen. Bisnis yang ia bangun dengan keluarga tidak hanya  bertujuan untuk keuntungan semata namun bisa bermanfaat untuk orang lain,  khususnya tetangga mereka.

Didalam teori sosial, bisa dikatakan sebagai sosiopleneur, kegiatan  berwirausaha berbasis bisnis dengan misi utama menciptakan Social Impact,  yang meningkatkan harkat dan taraf hidup masyarakat kelas bawah. Misi  sociopreneur adalah memandirikan masyarakat kelas bawah. Bisnis dalam  sociopreneur bukan untuk profit semata. Kebermanfaatan bagi masyarakat  atau pelaku usaha lain dalam rantai nilai / lingkungan sekitar adalah  prioritasnya. 


Pandemi Covid-19 berdampak buruk diberbagai sektor terutama Ekonomi, hal  ini juga dirasakan oleh usaha panci milik Ibu Sa'diyah. Sebelum pandemi  ia bisa memproduksi panci dan dandang dengan berbagai ukuran sampai 5.000   pcs, namun saat pandemi permintaan menurun menjadi 1.500 pcs per hari.  Tidak hanya itu, Sa'diyah juga harus megurangi jumlah karyawannya dari 60  menjadi 30 orang dan tentunya ibu-ibu masih mendominasi.

Dukungan Pemerintah dan Masyarakat

Semangat berbisnis dan memberdayakan masyarakat yang diakukan Ibu  Sa'diyah dan keluarga harus diapresiasi, dikondisi sulit karena dampak  pandemi covid-19 bisnisnya masih tetap eksis dan produktif. Panci dan dandang milik Ibu Sa'diyah lebih banyak dikirim di luar kota  ketimbang masyarakat lokal seperti Kediri, Jombang, Madiun dan luar jawa  seperti Lombok dan Kalimatan.

Hal ini menjadi catatan bagi saya dan masyarakat lokal. Seharusnya kita  dukung, kita beli dan kita cintai produksi barang lokal bukan malah  membeli produk milik daerah lain. Denagan bangga dan memakai barang lokal  memberikan kotribusi perekonomian dan semangat kepada pelaku usaha untuk  terus berinovasi dalam usahanya.

Selain itu dipihak pemilik kebijakan, Ibu Sa'diyah juga menjelaskan bahwa  sempat Kecamatan Porong khususnya Desa Kebakalan dinobatkan menjadi  Sentra UMKM Pengrajin Panci, namun sudah beberapa tahun kebalang, sama  sekali tidak ada pembinaan maupun kunjungan ke desa atau usaha mereka.

Kedatangan Ibu Bupati Sa'adah Ahmad Muhdlor waktu itu menjadi angin segar  bagi para pengrajin Panci. Pasalnya, pihak pemerintah kKabupaten akan  menggalakkan geliat UMKM dan pembuatan sentra umkm lagi. Kita akan tunggu  dan semoga akan segera terealisasi. Amin


Hanya sebuah catatan perjalanan!

Saturday 28 August 2021

Sambang Daerah Terpencil Kecamatan Sidoarjo, Desa Pucukan Kelurahan Gebang

Tidak banyak masyarakat Sidoarjo mengetahui keberadaan Desa Pucukan Kecamatan Gebang, siapa juga yang ingin tinggal disana dengan segala keterbatasan akses dan fasilitas umum.

Yah, Desa Pucukan adalah salah satu desa yang terletak di Kelurahan Gebang, Kecamatan Sidoarjo. Daerah ini termasuk kategori wilayah terpencil di Sidoarjo karena letakknya yang cukup suliy dijangkau melalui jalur darat.

Beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 19 Agustus 2021, aku berkesempatan berkunjung ke Desa Pucukan lagi bersama Pengurus TP PKK Kabupaten Sidoarjo dan Dinas Kesehatan Sidoarjo dengan agenda Germas, Vaksinasi dan Bansos di daerah terpencil.

Sebelumnya, mendengar rencana kunjungan ke daerah terpencil ini, aku langsung excited karena selain sudah penasaran bagaimana kondisi dan masyaraat daerah tersebut setelah 2014 lalu aku berkunjung ke daerah ini untuk liputan, ketika itu statusku adalah wartawan media swasta di Sidoarjo.

Keberangkatan kali ini berbeda dengan 7 tahun lalu, dengan perencanaan yang matang membawa ibu-ibu hebat pengurus TP PKK kabupaten dan Dinkes, rombongan kami berangkat dari Tempat Pelelangan Ikan di Lingkar Timur. Menggunakan empat perahu kayu sekitar 1,5 jam perjalanan kami diatas air menuju Desa Pucukan.

Bersama Rombongan TP PKK Kabupaten Sidoarjo


Sepanjang perjalanan tidak banyak aktifitas yang kami lakukan, hanya melihat kanan kiri rawa-rawa dan hamparan hutan mangrove. Selain itu aku melihat kondisi sungai saat ini terlihat kurang bersih, masih banyak sampah dan tanaman ganggang yang sedikit menyulitkan kami. Mungkin kondisi ini dikarenakan Pandemi Covid-19 tidak banyak nelayan yang bekerja maupun Dinas terkait yang melakukan pekerjaan pembersihan sungai di Sidoarjo. Kondisi ini membuat salah satu perahu kayu rombongan kami terhenti karena baling-baling perahu tersangkut sampah plastik yang cukup besar sehingga membuat perahu terhenti dan harus menunggu perahu yang lain untuk membantu.

Ajakan Germas dan Vasinasi

Kultur sosial masyarakat Desa Pucukan lebih ditekankan kepada iklim kekerabatan dan kekeluargaan, terlihat saat rombongan kami datang, masyarakat cenderung acuh dan takut. Mungkin juga karena kedatangan kami dengan rombongan besar dan kondisi pandemi covid-19 mereka lebih apatis dan tertutup.

Saat ini, jumlah penduduk Desa Pucukan sekitar 147 jiwa dengan 54 Kepala Keluarga, sebagian besar mata pencaharian sebagai nelayan.Namun,pandemi covid-19 mengakibatkan menurunya pengasilan sebagian besar para nalayan dan bekerja serabutan.

Aku melihat masyarakat Desa Pucukan sangat introvert karena mendengar penolakan mereka akan vaksinasi covid-19 sangat tegas. Mungkin mereka melihat satu sisi, hidup di daerah terpencil tidak akan tertular virus covid-19.Selain itu, ajakan untuk hidup sehat masih kurang antusias. Lebih cenderung meyakini kehidupan mereka tidak terikat dengan kondisi di luar lingkungan mereka.

Foto Situasi Kegiatan Germas Di Desa Pucukan

Kondisi Rumah Warga

Mengkutip sebuah jurnal terkait adopsi sistem among bagi komunitas adat terpencil, mungkin nanti bisa dipraktekkan oleh pemangku adat atau lembaga sosial lainnya yaitu ketika Ki Hajar Dewantara membangun Taman Siswa, berkembang sesuai dengan minat dan bersumber dari adat istiadat dan budaya.

Sistem among punya prinsip yang sejalan dengan karakter komunitas adat terpencil. Sebab pola pendidikannya dibangun tanpa sebuah paksaan dengan pendekatan yang lebih humanis dan berbasis kultur. Sehingga sistem yang demikian lebih mudah diterima komunitas adat terpencil. Suatu komunitas yang memiliki latar belakang budaya kuat, dan entitas yang tidak bisa dipisahkan dengan alam dan hutan. Ajakan Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) semoga nanti bisa dilakukan oleh warga Desa Pucukan, karena masih belum banyak rumah warga yang mempunyai sanitasi pembuangan air yang bersih dan layak.

Sekolah Tak Terawat

Desa Pucukan memiliki sekolah Dasar Negeri Gebang, namun kondisi Pandemi Covid 19 kegiatan belajar mengajar terhenti, dan terlihat proyek pembangunan renovasi sekolahpun masih belum berjalan lagi, jadi ketika aku datang kesana kondisi masih 'mangkrak', saat itu saya teringat artikel yang pernah saya tulis ketika datang ke Desa Pucukan,"Belum Sebulan Di Renovasi, Atap Sekolah Sudah Ambruk" . Saat itu, saya bertemu dengan kepala SDN Gebang dan ingin menunjukkan atap sekolah yang baru direnovasi oleh Pemerintah Sudah ambruk. Hal ini menjadi Pekerjaan Rumah yang  cukup besar bagi pemangku kebijakan agar lebih memperhatikan kualitas daripada hanya sebatas formalitas pekerjaan saja.

Dari hasil kunjunganku ke Desa Pucukan untuk kedua kalinya, aku menyimpulkan bahwa kultur masyarakat masih sama setelah 7 tahun tidak menginjakkan kaki kesini. Terkait infratruktur juga tidak jauh berbeda, bahkan rumah warga pun masih sama, seperti merasakan ‘dejavu’ karena tidak banyak mengalami perubahan.


Waktu menuju siang, rombongan kami kemudian kembali pulang, karena jika terlalu malam air sungai surut maka kami harus tertahan di Desa Pucukan. Salut dan cukup bangga kepada masarakat setempat, dengan semua keterbatasan mereka bisa survive menjalani kehidupan.


Bersama Ibu drg.Adity Syaf Ketua Bidang IV TP PKK

Bersama Bapak drg. Syaf Satriawarman (Kadinkes Sidoarjo)

Bersama Ibu Bupati Sa'adah Ahmad Muhdlor dan Ibu Wabup Sriatun Subandi


 

 

 

 

 





Wednesday 28 July 2021

Stigma Masyarakat Desa Tentang Penyintas Covid 19

Mengembalikan kepercayaan diri kepada orangtua khususnya Ibu Saya ternyata cukup lama pasca sembuh covid 19 awal bulan Juli lalu.

Stigma masyarakat desa dengan orang yang terpapar covid 19 cenderung mengucilkan bukan memberi bantuan atau dukungan.

Saya ingat betul ketika kami sekeluarga terpapar, kami memutuskan tidak menutupi penyakit ini, dan sebagian orang/tetangga bahkan salah satu perangkat Desa pun tahu kami terpapar Covid-19, dan kebetulan rumah kami selisih 1 rumah dengan kantor balai desa. Rumor kami terpapar khususnya orangtua kami di RS pun sudah menjadi pembicaraan tetangga dan kerabat.

Dikondisi yang begitu sulit tersebut, saya yang sudah terkonfirm positif hanya tinggal di rumah, di lantai atas dengan segala keterbatasan, adik dan kakak saya yang terkonfirm negatif masih bisa pergi untuk menjenguk orangtua di RS dan membelikan makanan.

Hampir satu minggu adik kakak bergantian menyiapkan kebutuhan kami, dengan prokes ketat, tidak berinteraksi dengan orang-orang, bahkan ketika membeli sesuatu tangan berkali-kali menggunakan handsintizer, kami menjaga betul tidak menularkan ke orang lain.

Ternyata, setelah beberapa hari menyiapkan kebutuhan makanan, obat-obatan, semua yang bisa menambah imun, membersihkan rumah, "wira-wiri" kondisi adik mulai drop dan menyusul saya isoman, dari tanda-tanda yang dialami   demam, pusing, nyeri sendi hingga sempat anosmia. Adik menyusul isoman dengan saya.
Foto : Google Istimewa


Saat-saat seperti itu memang kita tidak berharap orang lain atau keluarga membantu kami, saya memahami kondisi seperti covid 19 orang-orang menjaga dirinya sendiri untuk tidak tertular. Kami memaklumi jika mereka semua menjauh, bahkan perhatian dari desa pun tidak ada, sehingga saya mencari jalan sendiri menanggani keluarga kami dari urusan rumah sakit, menyiapkan kebutuhan kami yang isoman hingga penyemprotan disinfektan rumah kami.

Setelah hari-hari penuh perjuangan, setelah dokter memperbolehkan orangtua kami pulang dengan hasil PCR negatif di hari ke 10,  kami tetap isoman, masker sekeluarga dari bangun tidur hingga tidur kita pakai, melepas saat makan saja itu pun harus bergantian di dapur agar tidak berkerumun di dalam rumah, Maklum rumah kami tidak terlalu luas, dan menjaga jarak kami di rumah agar sementara tidak terlalu dekat.

Kami sekeluarga isoman hampir 4 minggu, meskipun sudah dinyatakan Negatif semua kami masih menjaga untuk tidak terlalu berinteraksi dengan orang lain. Kami faham mungkin mereka takut. Diawal kepulangan orang tua kami, kami memang melarang beberapa orang untuk menjenguk kedua orangtua kami.

Namun hampir setelah 1 bulan berlalu, stigma menakutkan bagi penyintas covid 19 di masyarakat desa ternyata masih kental. Selama ini ibu kami masih dalam pemulihan, tubuhnya berbeda dengan sebelumnya, cepat lelah, terasa lemas, dan memang covid19 membuat berat badan ortu kami khususnya ibu turun drastis. Tapi kami tetap syukuri, dengan beliau sehat kami sudah sangat senang apapun orng lain katakan.

Dimasa yg cukup lama tersebut kami sekeluarga sudah sehat total. Tapi bagi ibu saya, saya melihat dia enggan untuk keluar rumah dan berinteraksi dengan tetangga bahkan untuk berbelanja di sekitar rumah. Saya melihat orang-orang disekitar saya /tetangga ternyata mereka juga masih takut berinteraksi dengan kami sekeluarga. Yang biasa menyapa diam seakan tidak ingin kami berinteraksi dengan mereka. Bahkan ibu saya pernah bercerita ketika beliau sedang membeli sesuatu ada tiba-tiba seseorang menghindar dan acuh sekali. Mungkin beliau takut tertular atau apalah. Ibuku akhirnya insecure terhadap dirinya sendiri.

Butuh waktu lama meyakinkan ibu saya bahwa penyakit ini bukan Aib, tidak perlu minder karena kami sekeluarga sudah sehat, Ibu bisa berjalan jalan lagi, belanja lagi hanya cukup mengurangi kerumunan dan terus memakai masker. Kami meyakinkan tidak perlu mendengarkan atau memikirkan sikap orang kepada kita. 

Akhir-akhir ini pun lingkungan rumah banyak berita duka dan benar-benar tidak menyangka orang tersebut harus pergi meninggalkan dunia ini lebih dulu dari mereka usia masih muda hingga tua. Ada kabar beberapa dari mereka positif covid 19.

Dari kabar duka tersebut, untuk memicu semangat ibu kami akhirnya kami memberitahu bahwa ibu harusnya bersyukur tidak perlu malu pernah masuk isolasi rumah sakit karena covid 19, penyakit ini tidak pandang bulu saat ini, penularannya cepat sekali siapapun bisa tertular. Kemarin sehat bisa jadi tertular kondisi drop dan tidak ada umur panjang, bahkan mencari rumah sakit sekarang susah.

Kami meyakinkan ibu kami untuk bersyukur, Ibu dan bapak bisa sehat melawan virus ini, Ibu beruntung bisa mendapat penanganan yang cepat di RS, Ibu harus bersyukur diberi umur panjang. Sejauh kita tetap menjalankan prokes biarlah orang lain menjauh toh yang mengerti pasti bangga ibu bisa sehat dan melawan virus ini.

Inilah yang kami rasakan sebagai penyintas covid 19 yang hidup ditengah-tengah masyarakat desa. Masyaraat yang kadang tidak percaya dengan virus ini, tapi ketika berhadapan dengan orang terdekat yang terkonfirm positif mereka pun menjauh. Kami berharap edukasi terkait Covid 19 bisa terus di sosialisasikan di masyarakat oleh semua pihak.

Catatan : Tidak ada riset khusus tulisan ini saya buat. Hanya berbagi pengalaman dan semoga bisa bermanfaat. Ambil baiknya dari tulisan ini. Terimakasih.

Monday 5 July 2021

Keluarga Kami Berjuang Melawan Covid-19

Hari yang melelahkan akhir bulan Juni hingga awal Juli lalu. Disaat tersebut Tuhan memberikan cobaan untuk keluarga. Kami sekeluarga berjuang melawan covid-19. Aku tidak menyangka kami sekeluarga positif Covid-19. Protokol Kesehatan sejak awal pandemi kami selalu taati dikala lingkungan tidak banyak mendukung dan menganggap remeh virus ini.

Awal Mula Kontak Orang Konfirm Positif

Melonjaknya angka penyebaran virus covid 19 di Indonesia membuat tidak ada tracking penularan virus darimana. Jika diawal mudah dikenali dan sebagian golongan yang mulai terpapar. Namun ternyata virus ini sudah tidak memandang status dan jabatan sosial, semua bisa terpapar.

Begitu pula yang kami rasakan. Selama ini kami bepergian selalu menggunakan masker, cuci tangan dan menjaga jarak. Namun ternyata Tuhan juga memberikan penyakit  itu kepada kami.

Awal mulanya kami kontak dengan orang confirm positif covid 19 tanggal 4 Juni 2021. Kami pun tidak sengaja kontak erat saat itu, karena yang bersangkutan adalah sepupu yang sedang melangsungkan pernikahan dan kami tidak mengetahui bahwa dia sudah mulai tidak merasakan bau dan tidak bisa merasakan makanan hampir seminggu.

Ketika dia berkunjung ke rumah kami pasca 3 hari menikah sontak aku pribadi kaget dia ternyata bergejala. Namun apa daya yang kita harapkan dia jujur dan mau swab tidak disambut baik dia dan keluarganya. Demi kesehatan dan kepentingan kami sekeluarga yang sudah "rewang" dan kontak langsung dengan yang bersangkutan maka saya paksa untuk swab antigen, dan firasat saya pun benar dia positif garis 2 merah dengan waktu singkat. Saat itu juga demi pekerjaan saya pun iktu swab antigen dan Alhamdulilah hasilnya negatif.

Mengetahui sepupu comfirm negatif, kami sekeluarga pun berjaga-jaga untuk menambah imun dengan membali minuman vitamin C dan susu murni. Kami rutin minum dan juga kedua orangtua kami.

Sialnya, keluarga sepupu yang saat itu confirm positif begitu bebal dan acuh tak acuh, bukannya isolasi mandiri tapi berkeliyaran tidak menggunakan masker. Berulang kami ingatkan namun juga tak digubris.

Hal ini menjadi pembelajaran bagi kita semua, jika memang terkonfirm positif jangan malu dan mengakuinya. Lakukan isolasi mandiri dan terapkan prokes baik didalam rumah maupun diluar, dan baiknya agar tetap stay at home agak tidak merugikan orang lain.

Begitu singat awal mula kami kontak dengan orang confirm positif covid 19. Setelah 14 hari berlalu ternyata kami sekaluarga tidak ada gejala, syukur alhamdulilah saat itu kami rasakan. prokes dan minuman meningkat imun terus kami lakukan untuk berjaga-jaga.

Awal Gejala

Setelah 14 hari berlalu tanpa gejala, ternyata Dihari Sabtu 19 Juni 2021,tiba-tiba sore hari ibu kami mengalami demam dan pusing yang luar biasa.Saat itu kami mengira hanya kecapean biasa, ternyata hingga beberapa hari kondisi makin lemas ditambah demam tidak turun dan mual.

Kami bergantian menjaga dan merawat beliau. Namun dihari Senin bapak yang menjaga ibu ikut mengalami demam dan pusing yang luar biasa. Kami sempat kewalahan menjaga orangtua kami karena aku, kaka mempunyai anak dan juga harus bekerja.

Disaat itu saya sempat berfikir untuk melakukan swab tapi kami tunda, kondisi ibu semakin lemah dan nafsu makan turun drastis dan muntah.

Hari Selasa, 20 Juni 2021, pagi hari saya masih bekerja namun kondisi mulai flu berat meler dan bersin berkali-kali. Rabu malam dinihari biasanya menggunakan AC tahan dingin, saat itu tiba-tiba mengigil dan sendi-sendi merasa sakit, demam 38 derajat hingga esok pagi sampai akhirnya saya ijin bekerja. Seharian nafsu makan berkurang, mulut terasa pahit dan kepala sangat pusing.

Disaat saya dan orangtua mengalami sakit bergantian, dan membaca beberapa artikel varian delta covid 19 gejala yang kami alami persis demikian.Akhirnya kami memutuskan untuk swab antigen di Lab swasta.

Jika ada yang bertanya kenapa harus di Lab Swasta membayar Rp,200 ribu per orang tidak  dipuskesmas gratis? Ya karena ada pengalaman tidak mengeenakan ketika Swab gratis di puskesmas, ini akan saya ceritakan di artikel selanjutnya ya.

Vonis Positif Aku dan orangtua

Hari Kamis 21 Juni 2021, bapak ibu swab antigen di lab. Menunggu dengan hati cemas, berharap memang penyakit biasanya karena ibu mempunyai riwayat diabet dan bapak jantung hipertensi.

Setelah menunggu satu jam hasil keluar, dengan tangan gematar dan panas dingin. Petugas Lab membeerikan hasil kedua orangtua kami positif, dan menyarankan untuk melakukan  Swab PCR untuk mengetahui seberapa jauh virus tersebut ada di dalam tubuh orangtua kami.

Saat itu juga aku, kakakku, dan adik melakukan wab antigen juga. Dari kami bertiga, aku yang bergejala terkonfirm positif juga. Lemas, bingung, takut campur aduk dan kondisi ibu kami juga semakin memburuk.

Isoman dan rumah sakit

Rasa sedih, kesal, takut, bercampur jadi satu. Hati masih menyalahkan oranglain yang jelas-jelas terkonfirm positif tapi tetap saja mengabaikan prokes dan menyepelakan penyakit ini. Namun berlahan berdamai dengan diri sendiri, kita tidak tahu darimana virus itu datang ke keluarga kami, mungkin Tuhan memberikan cobaan ini ada hal baik yang akan kami dapatkan dibalik musibah ini. Tidak menyalahkan orang lain atas musibah ini.

Kami sekeluarga berdiskusi langkah baik apa yang harus kami lakukan untuk merawat oragtua dan kami sekeluarga. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk membawa Ibu kami dirawat di rumah sakit bersama bapak kami. kami tidakbisa meninggalkan ibu kami sendiri di rawat di rumah sakit, psikologisnya akan semakin turun dan jauh dari kesembuhan, sehingga bapak menemani ibu di RS.

Lonjakan covid semakin tinggi dibulan Juni, hmpir semua rumah sakit rujukan covid 19 penuh. Meminta bantuan kolega akhirnya Tuhan memudahkan kami mendapatkan Rumah Sakit. Saat itu RS Delta Surya bukanlah rujukan Covid 19, namun saat ibu kami akan dibawah kesana ternyata baru hari itu juga ternyata RS Deltar Surya menjadi rujukan Covid 19.

Syukur Alhamdulilah Tuhan memberikan kemudahan berobat ibu kami. Di hari kamis Pukul 21.00 WIb kami membawa orangtua ke RS. Setelah hampir 2 jam di IGD, kedua orangtua kami pindah ke kamar isolasi.

Satu urusan yang paling darurat selesai pengobatan kedua orangtua kami, hal lain yang harus kami diskusikan adalah bagaimana teknis isoman kami sekeluarga, ada 2 anak kecil berusia 18 Bulan. Disaat itu hati fikiran benar-benar campur aduk. Satu sisi harus merasa bahagia untuk meningkatkan imun, sisi lain harus memikirkan orantua di RS dan anak.

Setelah berbagai pertimbangan dan agar tidak menularkan ke anak kami. Akhirnya aku dan kakakku memutuskan untuk memisahkan sementara kami dengan mereka. Anakku Syahda bersama bude yang bisa momong saat aku kerja, dan anak Raya pun demikian di rumah tetangga yang membantu momong setiap harinya.

Di empat tempat terpisah, hanya via Vidiocall

Ini pertama kali aku berpisah dengan anak. Selama ini tidak pernah aku meninggalkan setiap malamnya, hanya satu hari waktu itu aku tinggal ke Jakarta dan begitu sedih dan kesepiannya saat itu. Nah ini harus aku relakan untuk beberapa hari.

Dibalik Kaca Kamar Melihat Orangtua kami


Aku lakukan isolasi mandiri di rumah dengan kakak, adik dan kakak ipar. Namun ternyata virus ini memang benar cepat sekali menular. Dari kakak ipar mulai bergejaladan akhirnya swab psoitif covid. Adik yang awalnya sehat bergantian bergejala demam, batuk dan flu. Karena yakin swab antigen hasilnya positif kami menunggu isolasi mandiri selama 2 minggu.

Hari begitu berat dan memang ketika memberikan saran kepada oranglain begitu mudah tapi disaat kita yang menjalani begitu sulit. Aku paksa makan meskipun tidak enak dan sempat hilang rasa satu hari, obat dan vitamain aku minum sekaligus hingga jantung panas dan berdetak kencang, ikhtiar agar cepat pulih ternyata langkah yang salah memakan berbagai macam vitamin. Setiap tubuh manusia memiliki daya tahan tubuh yg berbeda dengan obatan-obatan kimia, ini yang bisa aku ambil hikmahnya, bahwa tubuh kita tidak sama dengan orang lain. Sesuaikan dengan tubuh kita apa yg kita minum.

Beberapa hari isoman dirumah mempersiapkan alat kesehatan seperti oksimeter, termometer untuk mengecek kadar oksigen dialam paru-paru dan suhu tubuh. Alhamdulilah kondisi berangsur membaik dihari ke 4. Aku tinggal mengembalikan nafsu makan.

Kondisiku yang membaik, tetapi tidak dengan kondisi oragtua kami di RS. Kondisi Ibu belum juga membaik di hari ke 4, bapak pun mulai kelelahan karena harus mengurus ibu dan tidak bisa tidur selama di RS. Fikiran mulai kalut, bingung dan takut setiap harinya. Hanya doa dan usaha menanyakan akan penyakit dan kondisi ibu kami agar cepat pulih.

 

Bagaimana kabar anak? teernyata selama tidak tidur dengan aku, anak sangat rewel di malam hari karena sudah terbiasa DBF anak kesulitan tidur dimalam hari harus mencari emaknya.

Alhamdulilah, Berangsur Membaik

Dihari ke tujuh isoman, saya melakukan swab antigen dan ternyata hasilnya sudah negatif, tapi saya tetap melakukan isoman dan mengurangi bepergian hanya datang ke rumah sakit membawakan makanan untuk orangtua. Disaat itu pula kondisi ibu kami membaik.

Ohya saat itu sudah dilakukan Foto Thorax 2 kali dan paru-paru kedua orangtua kami bagus dan tidak mengalami pneumonia jadi kesembuhan dari covid 19 cepat, hanya memulihkan riwayat penyakit diabet ibu kami yang cukup lama.

Dihari ke 8 orangtua kami diperbolehkan pulang dan melakukan isolasi mandiri. Dan Alhamdulilah sekarang dalam masa pemulihan.

Dari pengalaman kami sekeluarga berjuang melawan covid-19, aku hanya bilang penyakit ini memang ada, dan penularannya sangat cepat, jadi kami memohon kepada siapa saja disana ayo terus taat prokes. Ayo jaga keluarga kita, saudara kita anak kita. Pakai Masker baik dalam kondisi sehat maupun kurang sehat.

Kita semua memang tidak menunggu giliran, tapi jangan sampai kalian yang sehat dan abai menjadi selanjutnya...Naudzubillah!

Pengalaman kami sekeluarga diatas sedikit dari banyak hal yang kami lakukan hingga badan kami lelah, fikiran kami kacau, hanya doa dan doa terus kami panjatkan kepada Pemilik Hidup Tuhan Yang Maha Esa agar terus menjaga kedua orantua kami, menjaga anak kami dan keluarga kami.

 Kami ucapkan terimaksih kepada Keluarga, Sahabat, Rekan kerja atas doa dan bantuannya. Terimakasih kepada Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, Dirut dan Perawat RS Delta Surya yang menjaga orangtua kami, memang semua tidak ada sempurna dari segi fasilitas dan kenyamanan perawatan tapi kami sangat berterimakasih atas perhatian kepada kedua orangtua kami. Semoga Tuhan memabalas dan selalu diberikan kesehatan saat bertugas.