Monday 31 January 2022

Gentle Weaning With Love, Menyapih Anak Dengan Pendekatan Komunikatif Tanpa Paksaan

Seperti halnya memberikan ASI ketika anak lahir hingga 24 bulan. Meyapih juga membutuhkan tekad dan kerja keras bagi seorang Ibu. Takut gagal dan menimbulkan trauma bagi si anak, komunikasi dan menyapih dengan lembut (gentle weaning) bisa menjadi alternatif bunda

Setelah hampir 24 bulan berusaha memenuhi kebutuhan ASI anak Syahda, kini saatnya harus menyapih anak. Ada perasaan sedih dan was-was tentunya bagi saya yang baru mempunyai satu anak. Jika mendengar cerita teman dan ibu-ibu lainnya, menyapih anak bisa berlangsung lama maupun sebentar, hal ini tergantung bagaimana si ibu, si anak juga lingkungan sekitarnya.

Menyapih anak merupakan tugas lanjutan bagi orangtua khususnya seorang ibu untuk mendukung perkembangan anak setelah si kecil mengenal  ASI dan makanan padat. Penerapan fase menyapih pada anak setiap orang berbeda dan terkadang mudah, maupun terkadang menjadi hal yang sulit dilakukan bagi ibu dan anaknya. Itu sebabnya terkadang ada beberapa ibu yang masih menyusui meskipun usia si kecil sudah lebih dua tahun.

Jika si kecil diberikan full ASI baik DBF maupun Pumping sampai usia 24 bulan, menyapih bisa memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi ketimbang anak yang hanya meminum ASI dalam kurun waktu yang singkat dan didampingi dengan minuman yang lain. Orangtua khususnya Ibu harus benar-benar membutuhkan teknik dan trik khusus agar anak bisa lepas ASI tanpa paksaan dan trauma.

Bagi saya, menyapih anak bukan hal yang mudah dilakukan, selain harus memikirkan strategi yang tepat agar anak bisa lepas ASI, tapi juga tentang psikologis saya juga anak. Memberikan full ASI membuat kedekatan anak dan ibu semakin kuat. Hubungan intim ini hanya dimiliki keduanya. Sehingga ketika anak lepas ASI pun, sang ibu merasa sedih dan ada sebagian dirinya hilang.

Syahda Naishadira Zuhri usia 25 Bulan

Ajak Anak Berkomunikasi

Saat ini anak Syahda berusia 25 bulan. Bagi saya, seorang ibu pekerja sedikit was-was ketika anak Syahda memasuki usia 22 bulan intensitas menyusui (DBF) semakin sering, pasokan ASI saya pun masih deras dan cukup banyak, meskipun tidak full ASI, sejak usia 18 bulan sudah saya berikan susu formula sebagai pendukung kebutuhan gizi Anak Syahda.

Kedekatan saya dengan anakpun sangat intens, setiap malam DBF dan tidur bersama saya, dimoment tersebut saya selalu mengajak anak Syahda komunikasi. Salah satunya "Dek, nanti setelah 2 tahun tidak boleh nenen yaa,". "Dek Nanti habis ulang tahun, sudah besar ndak boleh Nenen ya," hampir setiap hari kata-kata tersebut saya lontarkan sebelum tidur. Anak Syahda termasuk anak yang cepat respon dan kosakata komunikasinya cukup baik, dia selalu menjawab "iya", "engge, ndak nenen,". Kata-kata tersebut melegakan saya, semoga anak Syahda mengerti dan mau membantu saya dalam proses menyapih.

Komunikasi intens saya lakukan hingga akhirnya menjelang 2 tahun usianya. Beberapa dari teman mengatakan kepada saya, sat menyapih tidak harus 24 bulan tepat usianya, biarkan anak siap dengan sendirinya. Tapi, bagi saya jika menunggu anak siap, dan tanpa ada upaya apapun nanti anak akan semakin manja dan susah untuk lepas ASi. Selain itu, di keluarga saya, salah satu anak saudara baru 3 tahun lepas ASi, membuat saya khawatir anak Syahda mengalami demikian. Selain anak akan semakin manja, WHO merekomendasikan pemberian ASI pada anak sampai 2 tahun, dan juga anak yang disusui hingga usia 24 tahun diberi ASI sampai kenyang pada malam hari, frekuensi menyusui tinggi membuat sulitnya membersihkan gigi. Penelitian juga mencatat, menyusui selama 12 hingga 23 bulan tak membawa resiko gigi berlubang. Jadi, masalah gigi berlubang beresiko terjadi pada anak dususui dalam kurun waktu 24 bulan atau lebih.

Genap 2 tahun 5 Januari 2022 ternyata anak Syahda semakin rewel dan ingin nenen terus ketika saya di rumah. Saya pun tidak tega untuk tidak memberikan ASI saat dia meminta. Berdahil takut rewel dan nangis ketika malam hari, akhirnya ASi pun saya berikan.

Saat itu perayaan ulang tahun ke 2 anak Syahda memang sedikit mundur, komunikasi terus saya lakukan, karena belum berhasil akhirnya dendan cara kuno saya melakukan trik dengan memberikan minyak kayu putih diputing saya. Awalnya berhasil tidak mau nenen karena anak Syahda bilang bau dan tidak suka bau minyak kayu putih, namun lagi-lagi tidak berhasil. Di malam hari ia tetap DBF. (Coba lagi Bund..hehhe)

Butuh niat dan tekad yang kuat bagi seorang ibu agar anak bisa lepas ASI tanpa trauma dan membuat sang anak menangis. AKhirnya perayaan ulang tahun anak Syahda berlangsung tanggal 10 Janauri 2022, trik minyak kayu putih terus saya gunakan, tanpa paksaan, dan dengan lembut mengalihkan permintaan ASi dengan susu dot, teh, air putih dll Anak Syahda perlahan tidak meminta untuk nenen, berdalil "bau" tidak mau nenen..heheh

Sedari awal saya bertekat jika menyapih anak, saya tidak ingin anak trauma dan selalu menangis. Teknik Gentle Weaning/Weaning With Love bisa diterapkan Bunda.

Dari kisah ini pun saya belajar memahami anak. Ketika saya ajak komunikasi hampir 2 bulan untuk proses menyapih, ternyata anak sudah menyiapkan dirinya sendiri, jadi tidak perlu paksaan dari orangtua khususnya ibu, yang perlu dilakukan adalah menata niat dan sabar.

Sebagai ganti dari keberhasilan anak bisa lepas asi dengan teknik Gentle Weaning, anak menjadi lebih mandiri, meskipun butuh beberapa minggu untuk menyesuaikan diri ketika malam hari yang terbiasa minum ASi dengan DBF, ketika sudah lepas ASI ia mencari "tandon" ASI sekarang tidak. Butuh waktu untuk si mamak harus begadang mengendong si kecil karena menangis. Namun, proses tersebut tidak akan selamanya, anak bisa lebih mandiri dengan proses tersebut.


Semoga bermanfaat!

Birthday Party Syahda 10 Januari 2022