Monday 14 July 2014

Belajar Dari Meirina Wanti, Relawan Pengajar Lapas




Membuat Hidup Lebih Bermanfaat 
Dengan Menjadi Relawan

Hari ini aku belajar banyak dari seorang gadis yang baru saja berusia 22 tahun, Meirina Wanti. Di usia 22 tahun, Mei sudah menjadi relawan pengajar di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) selama 7 tahun. Sejak duduk dibangku kelas 1 SMA Mei mulai mengajar di tempat paling menyeramkan bagi seorang penjahat.

Hari ini bersama dengan Mbak Rifa’at teman satu yayasan Mei mengajar, aku pergi ke Lapas Kelas 1 Surabaya yang terletak di daerah Porong. Kali ini kedatanganku adalah ingin melihat dan meliput aktivitas Mei saat mengajar. Melewati pintu kecil yang terbuat dari besi, barang-barang kami diperiksa oleh petugas. Saat itu aku tidak menyebutkan identitas sebagai seorang wartawan, ujung-ujungnya pasti ribet dan tidak diperbolehkan masuk. Mengatasnamakan pengajar teman Mei, aku pun lolos masuk ruangan. Setelah itu kami meminta ijin dari pimpinan Lapas, karena nantinya aku harus mengambil dokumentasi saat Mei mengajar. Alhamdulilah, setelah dijelaskan bahwa maksud kedatanganku ini tidak untuk meilput kondisi Lapas, aku pun diperbolehkan masuk.

Dari depan kami disambut oleh dua orang laki-laki. Pak udin dan Mas Zainul. AKu pikir dua orang ini petugas Lapas, ternyata mereka juga tahanan sekaligus murid Mei. Sebuah ruangan kecil bertuliskan ruang Madrasah yang bersanding dengan tempak keterampilan menjahit, di sanalah proses belajar mengajar dimulai. 

Mei bercerita kepadaku, untuk masuk dan mengajar di Lapas tidaklah mudah. Butuh persetujuan hampir 3-5 tahun. Selama 7 tahun pun Mei sama sekali tidak pernah mendapat gaji. Pihak Lapas hanya memberikan fasilitas tempat dan waktu kurang lebih 2,5 jam untuk mengajar para napi ini. “Aku sama sekali tidak menuntut mbak, ini caraku untuk bekal di akhirat,” kata Mei.

Meirina Wanti Saat Mengajar Para Napi Lapas Kelas 1 Surabaya