Setelah beberapa kali ke Semarang, akhirnya bisa berkesempatan untuk berkunjung ke Wisata Sejarah di Kota Semarang Lawang Sewu yang berarti 1.000 pintu. Bangunan Kuno ini menjadi daya tarik wisata asing tidak hanya arsitekturnya, namun kisah mistis yang menyelimuti sejarah bangunan kuno ini membuat wisatawan penasaran dan ingin membuktikan sendiri.
Kunjungan aku kali ini adalah bukan murni berlibur, namun untuk mengisi waktu perjalanan balik lebaran kami. Jadi ceritanya, kami kehabisan tiket kereta Bojonegoro-Jakarta, sehingga kita mengambil Tiket Kereta tambahan yaitu Kereta Transit. Pukul 06.30 kami berangkat dari Stasiun Bojonegoro menuju Semarang Tawang, kemudian berganti kereta menuju Jakarta pada pukul 16.50, gak kebayangkan bosennya menunggu hampir 4 jam di Stasiun, akhirnya saya dan suami (ceilee suami, maklum ini adalah Mudik Pertama Kami, hehe) memutuskan untuk mengunjungi destinasi wisata dan kuliner yang terjangkau dan tidak terlalu jauh dari Stasiun Semarang Tawang. Ohya, perjalanan kali ini aku tidak hanya berdua, namun bertiga dengan senyawa yang hidup di dalam perut aku selama hampir 2 bulan. Perjalanan yang menyenangkan dan melelahkan.
Lawang Sewu,
Setelah googling Desnitasi Wisata mana yang terdekat daerah Semarang Kota, kami memutuskan untuk menuju Gedung Kuno yang sangat fenomenal di Kota Semarang yaitu Lawang Sewu. Di zaman teknologi seperti ini memang sangat mudah mencaari ulasan tentang tempat atau apapun tanpa harus bertanya kepada seseorang yang belum tentu orang yang kita tanyai mengerti.
Dari stasiun Semarang Tawang kami menggunakan Ojek Online, cukup mudah, karena Semarang sudah mengikuti trend ibu kota dengan masukkna ojek online ke daerah ini. Saat itu daerah kota lama cukup padat dan macet, maklum masih banyak wisatawan atau penduduk lokal yang menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan di daerah Kota Lama. Sekitar 20 menit kami sampai di tempat tujuan. Di sepanjang trotoar sudah ramai pengunjung, dan ketika melewati pintu masuk dan menuju pembelian tiket masuk, yups antrean panjang dan Lawang Sewu full pengunjung.
Foto 1 : Bagian Tengah Bangunan |
Foto 2 : Bagian Samping Bangunan |
Lawang sewu yang terkenal 'mistis' dengan banyaknya penduduk yang berkunjung di dalam gedung yang mempunyai luas kurang lebih 2,5 hektar ini terasa seperti pasar dadakan. Tiket masuk untuk orang dewasa Rp. 10.000, anak-anak Rp. 5.000, dengan jam berkunjung antara pukul 07.00 hingga 21.00 WIB.
Lawang Sewu merupakan bangunan peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1904. Dulunya bangunan ini digunakan untuk kantor pusat perusahaan kereta api (trem) penjajah Belanda atau Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS). Pada masa itu jalur yang dibangun menghubungkan “Vorstenlanden” (Surakarta dan Yogyakarta). Bangunan yang cukup megah ini adalah karya arsitek Belanda ternama, yaitu Prof Jacob F Klinkhamer dan BJ Queendag.
Nama Lawang Sewu berasal dari bahasa jawa gabungan antara kata “Lawang” yang berarti pintu dan “Sewu” yang berarti seribu, jadi Lawang Sewu berarti bangunan yang memiliki pintu sebanyak seribu. Sebenarnya jumlah pintunya tidak mencapai seribu (hanya sekitar 342 buah), namun karena memang jumlahnya sangat banyak maka masyarakat setempat menyebutnya pintu seribu. Bangunan utama Lawang Sewu berupa bangunan tiga lantai yang memiliki dua sayap membentang ke bagian kanan dan kiri. Semua struktur bangunan, pintu dan jendela mengadaptasi gaya arsitektur Belanda.
Konon bangunan ini merupakan bangunan yang angker, mungkin karena dulunya menjadi saksi pertempuran antara Angkatan Pemuda Kereta Api (AMKA) melawan penjajah Jepang yang dikenal dengan Pertempuran Lima Hari Semarang. Banyak pemuda yang dimakamkan di halaman bangunan ini, yang kemudian dipindah ke Taman Makam Pahlawan. Adanya bagian-bagian bangunan seperti Sumur Tua, Penjara Jongkok, Lorong-Lorong, Penjara Berdiri dan Ruang Penyiksaan.
Kata orang setempat, jika siang hari aura mistis dari bangunan ini memang tidak terasa, apalagi dalam kondisi ramai pengunjung, berbeda ketika malam hari dan bukan musim liburan. Memang menguntungkan jika kita datang kesana diasaat bukan musim liburan, kita bisa berfoto-foto sepuasnya dengan hasil yang bangus tanpa banyak orang, namun ya demikian, nuansa mistis akan sangat kental terasa.
Foto Karkatur KAI |
Dari Lawang sewu, tidak afdol jika kita tidak mencicipi kuliner nusantara Kota Semarang salah satunya adalah Lunpia Semarang. Hasil pencarian di internet, Lunpia Gang Lombok sangat direkomendasikan untuk didatangi, kami memesan ojek online menuju kesana, namun ketika kita mau menuju lokasi, Bapak driver ojol menyarankan kami untuk membeli lunpia di Cik Mei Mei, alasannya meskipun sama-sama orang China namun di Gang Lombok banyak restoran Babi, mengerti kami muslim bapak tersebut menyarankan untuk ke Cik Mei Mei Saja. Sebenranya Lunpia Cik Mei Mei juga direkomendasikan, kami awalnya berencana berkunjung ke klenteng Sam Poo Kong. Daripada nanti merusak kenikmatan kami mencicipi lunpia, saran bapak driver pun kami terima.
Kuliner Lunpia Semarang
Menuju Lunpia Cik Mei Mei, siang itu ramai pengunjung, telihat di dinding toko terdapat banyak testimoni dari kalangan pejabat dan artis. Kesimpulannya, Lunpia yang mengangkat pelopor cita rasa nusantara ini memang direkomendasikan.
Kami memesan dua menu yang berbeda, aku memesan 1 Lunpia Original Goreng dengan harga Rp 17.000/pcs, dan suami Lunpia Kambing Jantan Muda (Kajamu) Basah dengan harga Rp. 24.000/pcs. Soal rasa memang enak banget, isian rebungnya tidak terlalu bau dan cukup banyak, kulit lunpianya pun enak dan renyah, selain itu sausnya pun enak. Untuk yang LCM Kajamu menurutku daging atau aroma kambingnya tidak terasa, dan potongannya sangat kecil-kecil, Tapi so far enaaak banget.
Tidak puas dengan satu porsi, awalnya kami mau memesan lagi, tapi suami menyarankan kita berpindah tempat makan untuk bisa membandingkan soal rasa Lunpia. Tidak jauh dari Lunpia Cik Mei Mei yang didaerah Gajah Mada, terdapat Lunpia Express, hanya berjarak 300 meter dari CIk Mei Mei, kamipun berjalan kaki.
Sampai di tempat Lunpia Expres, toko tidak seramai Lunpia LCM. Aku memesan Lunpia Original Goreng dengan harga Rp. 14.000/pcs lebih murah, namun soal rasa tidak seenak LCM (Maaf ini bukan endorse, tapi memang dekimian), untuk isian juga tidak terlalu padat.
Setelah bumil puas makan 2 1/2 porsi lunpia Kota Semarang, waktu masih menunjukkan pukul 15.00, itu berarti masih 1 jam 50 menit lagi keberangkatan kereta. Kami pun memutuskan untuk nongkrong di Kota Lama yang tidak jauh dari Stasiun Semarang Tawang. Cafe Filosofi Kopi jadi jujukan kami untuk menghabiskan waktu menunggu, dan tidak terasa 40 menit waktu tersisa untuk kembali ke Stasiun, dan perjalanan kami sejenak di Kota Semarang selesai.
Muka Kekenyangan Lunpia hehe |
Tidak sengaja berjumpa dengan Bos yang sama-sama balik ke Jakarta |
Note:
hanya sebuah catatan untuk dikenang diakan datang
akarta, 11 Juni 2019
No comments:
Post a Comment