*Tiga Bulam Menjadi Wartawan Radar Surabaya
Tak terbayang sebelumnya, pengalaman
dibidang jurnalistik yang pas-pasan saat bergabung di lembaga pers mahasiswa,
membawa diriku terjun langsung ke dunia Jurnalistik sebenarnya. Saya hanya bisa
mengkategorikan bahwa dunia jurnalistik atau bekerja di media harus benar-benar
orang yang tahan banting, survive, kreatif, tidak patah semangat, percaya diri,
dan yang paling penting kebal alias tidak sakit-sakitan.hhee
Tiga bulan kujalani rutinitas sebagai
wartawan di Harian Radar Surabaya. Pekerjaan wartawan menurut saya mudah-mudah
gampang. Bagi wartawan pemula mencari berita sendiri, dikejar deadline setiap
harinya, apalagi media harian pastilah sangat susah. Termasuk saya yang menggalami
hal tersebut.
Saya akui bahwa kemampuan menulis saya
pas-pasan. Entah kenapa saat memulai menjadi wartawan di Radar Sidoarjo
kemampuan menulis saya naik secara drastis. Antara dikejar tanggungjawab atau
bagaimana, saya tidak tahu. Yang jelas
saya hanya menulis dan menulis, sesuai dengan hasil liputan. Menurut saya ini
berkat pimred dan redaktur saya yang selalu memberikan arahan dan bimbingan.
Sehingga kemampuan menulis saya mengalami kemajuan pesat.
Berat namun senang. Ini yang saya rasakan
ketika menjadi wartawan, hingga akhirnya saya memutuskan untuk menyudahi
pekerjaan ini. Saya memilih keluar dari Harian Radar Sidoarjo. Pengalaman
begitu harga selama tiga bulan terakhir saya berproses di sana. Secara fisik
saya memang mudah sakit. Liputan setiap hari membuat saya kepayahan. Selain
itu, waktu untuk keluarga juga tidak ada. Pagi liputan, pulang malam.
Selain tiap hari terik matahari menemani
saya liputan. Ada banyak hal yang saya dapat tiga bulan ini. Bertemu dengan
orang-orang baru yang keren-keren. Mulai dari seniman, pengusaha, pejabat,
bahkan beberapa anak penyandang cacat dan ABK yang sempat saya liput,
memberikan inspirasi kepada saya. Dan yang paling berkesan juga saat saya
mendapat tugas liputan kecelakaan yang menewaskan beberapa siswa di Kecamatan
Candi. Ini merupakan liputan terberat saya, malam minggu gagal ke pesta
perkawinan teman karena harus ngeliput peristiwa tersebut. Keesokan harinya
saya harus running berita tersebut menemui para korban.