Monday, 27 June 2011

Geneologi Politik Dalam Demokrasi

Geneologi Politik Dalam Demokrasi

Oleh Isna Wahyuningsih F
E04209034

Geneologi politik masih mewarnai Indonesia. Warna-warni keluarga elite politik yang telah mendapat kekuasaan saling turun menurun mewariskan tahta mereka kepada keturunannya. Kita bisa melihat sejarah Indonesia dari sejak kepemimpinan Orde lama hingga sekarang. Megawati Soekarno Putri, putri sang revolusioner bangsa Soekarno ini dengan membawa nama Soekarno kekuatan dan pengaruh politik Megawati sangatlah kuat, padahal diliat dari prestasi, akademisi, serta teknik kepemimpinannya sangatlah lemah, dengan embel-embel nama ayahnya Soekarno, Megawati lebih termashur berkat hal itu.
SBY selaku ketua Umum DPP Partai Demokrat mengikut sertakan anaknya Ibas dalam partai politik, ini memungkinkan perencanaan di masa depan untuk menduduki posisi tertinggi di dunia perpolitikan di Indonesia. Yeni Wahid, sepeninggal Gus Dur nama dia dalam perpolitikan Indonesia semakin mencuat dengan menggantikan ayahnya sebagai penerus perjuangan PKB.
Selain di tingkat Nasional, ditingkat lokalpun praktek geneologi politik semakin berkembang. Pada pemilihan kepala daerah di Jawa Timur tahun 2010, istri dari mantan bupati Sidoarjo, Emi Hendarso, maju mencalonkan diri menjadi bupati Sidoarjo. Demikian juga di Kediri, Haryanti Sutrisno, istri bupati Kediri juga mencalonkan diri dan berhasil memenangkan pemilihan. Hal ini dikarenakan sang suami sudah tidak dapat mencalonkan lagi menjadi kepala daerah, setelah suami digantikan sang istri, setelah itu digantikan oleh sang anak.
Cerita singkat di atas hanya sebuah refleksi bahwa femonena geneologi politik masih menjadi realitas vulgar dalam jagad politik Indonesia. Dinamika politik Indonesia seakan tidak ramai tanpa ada partisipasi politik dari salah satu figur yang merepresentasikan kekuatan politik status quo melalui sanak familinya. Publik pun tidak dapat memprediksi. Sampai kapan fenomena geneologi politik akan berakhir.
Istilah Demokrasi mulai muncul beberapa abad yang lalu, tepatnya di Yunani kuno. Konsep demokrasi yakni kekuasaan atau kedaulatan ditangan rakyat, Hingga saat ini istilah demokrasi di Indonesia terus diperbincangkan oleh para kaum akademisi, politisi, pejabat pemerintahan bahkan masyarakat. Sistem demokrasi terus mengalir, berbanding lurus dengan wacana dam praktek reformasi pasca runtuhnya pemerintahan orde baru. Yang sebelumnya pengambilan keputusan tidak melibatkan publik dan kekuasaan hanya tersentralisasi di pusat saja. Sebagai salah satu prinsip demokrasi, partisipasi warga dalam berbagai kebijakan dan menetukan keputusan merupakan keharusan dalam diterapkannya sistem demokrasi di Indonesia, Publik dapat mengontrol para pemegang kekuasaan, menyampaikan aspirasi dan memberikan masukan dalam pengambilan kekuasaan yang menyangkut kehidupan warga. Bentuk opini-opini warga yakni keterlibatan masyarakat dalam organisasi sosial kemasyarakatan, kesediaan masyarakat untuk memberikan opini dan gagasan. Dalam demokrasi bebas memilih atau dipilih menjadi wakil rakyat, siapa saja berhak menjadi seorang pemimpin atau elite politik.
Demokrasi nampaknya hanya sebuah ilusi di Negara kita, siapa saja dapat menjadi seorang pemimpin dengan pilihan rakyat. Meski Indonesia menerapkan sistem Demokrasi, dalam penerapannya sistem Dinasti masih saja melekat dalam sistem perpolitikan di Indonesia. Politik kekerabatan ataupun
Di Negara lain pun seperti Filipina, Presiden Macapagal Aroyo juga mewarisi geneologi politik dari sang ayah Diosdado Pangan Macapagal yang menjadi Presiden Filipina ke-9 (1961-1965). Arroyo menjadi Presiden bukan hanya karena faktor geneologi politik ayahnya (Diosdado Macapagal). Namun, melajunya Arroyo menjadi Presiden Filipina telah melewati masa panjang dan melelahkan.

Di tengah arus deras demokratisasi maraknya geneologi politik menunjukan bahwa desentralisasi kekuasaan belum terdistribusi secara merata kepada semua pihak. Upaya untuk menciptakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sebagai bentuk ideal demokrasi semakin jauh dari sebuah impian nyata bagi rakyat. Dengan kata lain, laju demokrasi secara gamblang menghadapi jalan terjal. Politik keluarga semakin menegaskan bahwa sentralisasi kekuasaan pelan tapi pasti akan tetap tumbuh bak jamur di musim hujan.