Geneologi Politik Dalam Demokrasi
Oleh Isna
Wahyuningsih F
E04209034
Geneologi
politik masih mewarnai Indonesia. Warna-warni keluarga elite politik yang telah
mendapat kekuasaan saling turun menurun mewariskan tahta mereka kepada
keturunannya. Kita bisa melihat sejarah Indonesia dari sejak kepemimpinan Orde
lama hingga sekarang. Megawati Soekarno Putri, putri sang revolusioner bangsa
Soekarno ini dengan membawa nama Soekarno kekuatan dan pengaruh politik
Megawati sangatlah kuat, padahal diliat dari prestasi, akademisi, serta teknik
kepemimpinannya sangatlah lemah, dengan embel-embel nama ayahnya Soekarno,
Megawati lebih termashur berkat hal itu.
SBY
selaku ketua Umum DPP Partai Demokrat mengikut sertakan anaknya Ibas dalam
partai politik, ini memungkinkan perencanaan di masa depan untuk menduduki
posisi tertinggi di dunia perpolitikan di Indonesia. Yeni Wahid, sepeninggal
Gus Dur nama dia dalam perpolitikan Indonesia semakin mencuat dengan
menggantikan ayahnya sebagai penerus perjuangan PKB.
Selain
di tingkat Nasional, ditingkat lokalpun praktek geneologi politik semakin
berkembang. Pada pemilihan kepala daerah di Jawa Timur tahun 2010, istri dari
mantan bupati Sidoarjo, Emi Hendarso, maju mencalonkan diri menjadi bupati
Sidoarjo. Demikian juga di Kediri, Haryanti Sutrisno, istri bupati Kediri juga
mencalonkan diri dan berhasil memenangkan pemilihan. Hal ini dikarenakan sang
suami sudah tidak dapat mencalonkan lagi menjadi kepala daerah, setelah suami
digantikan sang istri, setelah itu digantikan oleh sang anak.
Cerita
singkat di atas hanya sebuah refleksi bahwa femonena geneologi politik masih
menjadi realitas vulgar dalam jagad politik Indonesia. Dinamika politik
Indonesia seakan tidak ramai tanpa ada partisipasi politik dari salah satu
figur yang merepresentasikan kekuatan politik status quo melalui sanak
familinya. Publik pun tidak dapat memprediksi. Sampai kapan fenomena geneologi
politik akan berakhir.
Istilah
Demokrasi mulai muncul beberapa abad yang lalu, tepatnya di Yunani kuno. Konsep
demokrasi yakni kekuasaan atau kedaulatan ditangan rakyat, Hingga saat ini
istilah demokrasi di Indonesia terus diperbincangkan oleh para kaum akademisi,
politisi, pejabat pemerintahan bahkan masyarakat. Sistem demokrasi terus
mengalir, berbanding lurus dengan wacana dam praktek reformasi pasca runtuhnya
pemerintahan orde baru. Yang sebelumnya pengambilan keputusan tidak melibatkan
publik dan kekuasaan hanya tersentralisasi di pusat saja. Sebagai salah satu
prinsip demokrasi, partisipasi warga dalam berbagai kebijakan dan menetukan
keputusan merupakan keharusan dalam diterapkannya sistem demokrasi di
Indonesia, Publik dapat mengontrol para pemegang kekuasaan, menyampaikan
aspirasi dan memberikan masukan dalam pengambilan kekuasaan yang menyangkut
kehidupan warga. Bentuk opini-opini warga yakni keterlibatan masyarakat dalam
organisasi sosial kemasyarakatan, kesediaan masyarakat untuk memberikan opini
dan gagasan. Dalam demokrasi bebas memilih atau dipilih menjadi wakil rakyat,
siapa saja berhak menjadi seorang pemimpin atau elite politik.
Demokrasi
nampaknya hanya sebuah ilusi di Negara kita, siapa saja dapat menjadi seorang
pemimpin dengan pilihan rakyat. Meski Indonesia menerapkan sistem Demokrasi,
dalam penerapannya sistem Dinasti masih saja melekat dalam sistem perpolitikan
di Indonesia. Politik kekerabatan ataupun
Di
Negara lain pun seperti Filipina, Presiden Macapagal Aroyo juga mewarisi
geneologi politik dari sang ayah Diosdado Pangan Macapagal yang menjadi
Presiden Filipina ke-9 (1961-1965). Arroyo menjadi Presiden bukan hanya karena
faktor geneologi politik ayahnya (Diosdado Macapagal). Namun, melajunya Arroyo
menjadi Presiden Filipina telah melewati masa panjang dan melelahkan.
Di
tengah arus deras demokratisasi maraknya geneologi politik menunjukan bahwa
desentralisasi kekuasaan belum terdistribusi secara merata kepada semua pihak.
Upaya untuk menciptakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
sebagai bentuk ideal demokrasi semakin jauh dari sebuah impian nyata bagi
rakyat. Dengan kata lain, laju demokrasi secara gamblang menghadapi jalan
terjal. Politik keluarga semakin menegaskan bahwa sentralisasi kekuasaan pelan
tapi pasti akan tetap tumbuh bak jamur di musim hujan.
No comments:
Post a Comment