Sunday, 17 April 2016

Aku, Laki-Laki Bermata Cokelat Dan Ibu

Aku, Laki-Laki Bermata Cokelat
Dan Ibunya

Sore itu, setelah 3 jam lebih duduk di atas kendaraan roda dua dengan laki-laki bermata cokelat menggengam stang motor dan hampir dalam perjalanan tak ada percakapan diantara kita. Hanya sekali-kali mengobrol. Di situasi seperti ini aku membenarkan bahwa dirinya pendiam, terkadang.

Aku turun dari atas motor,  Rumah asing yang tak pernah aku singgahi, daerah asing yang sekalipun tak pernah aku datangi. Dari depan pintu aku diam, sedikit takut, ragu tuk masuk. Sialnya, Laki-laki bermata cokelat itu masuk lebih dulu dan meninggalkan aku yang gugup setengah mati di belakang.

Dari dalam rumah, terlihat sosok perempuan menggunakan gamis dan jilbab datang menghampiriku, dengan sebuah senyuman ramah, dan sepertinya kehadiranku benar-benar sungguh dinantinya. Terlihat jelas dari raut mukanya yang begitu bahagia menyambutku, perempuan asing yang nantinya akan menjadi bagian dari hidupnya, bagian hidup keluarganya, bagian dari hidup anak nomor duanya, laki-laki bermata cokelat.

Aku masih dalam keadaan nervous, diam, hanya senyum, dan sedikit melontarkan sapaan kaku karena bingung, harus bagaimana aku bersikap. Saat itu berasa detik jam ini berjalan lambat setengah oktaf, Bagaimana tidak, ini adalah kali pertamanya seorang laki-laki yang benar-benar aku sayangi membawa diriku untuk diperkenalkan kepada orangtuanya.