Aku,
Laki-Laki Bermata Cokelat
Dan
Ibunya
Sore itu, setelah 3 jam lebih duduk
di atas kendaraan roda dua dengan laki-laki bermata cokelat menggengam stang
motor dan hampir dalam perjalanan tak ada percakapan diantara kita. Hanya
sekali-kali mengobrol. Di situasi seperti ini aku membenarkan bahwa dirinya pendiam,
terkadang.
Aku
turun dari atas motor, Rumah asing yang tak pernah aku singgahi, daerah
asing yang sekalipun tak pernah aku datangi. Dari depan pintu aku diam, sedikit
takut, ragu tuk masuk. Sialnya, Laki-laki bermata cokelat itu masuk lebih dulu
dan meninggalkan aku yang gugup setengah mati di belakang.
Dari
dalam rumah, terlihat sosok perempuan menggunakan gamis dan jilbab datang
menghampiriku, dengan sebuah senyuman ramah, dan sepertinya kehadiranku
benar-benar sungguh dinantinya. Terlihat jelas dari raut mukanya yang begitu
bahagia menyambutku, perempuan asing yang nantinya akan menjadi bagian dari
hidupnya, bagian hidup keluarganya, bagian dari hidup anak nomor duanya,
laki-laki bermata cokelat.
Aku
masih dalam keadaan nervous, diam, hanya senyum, dan sedikit melontarkan sapaan
kaku karena bingung, harus bagaimana aku bersikap. Saat itu berasa detik jam
ini berjalan lambat setengah oktaf, Bagaimana tidak, ini adalah kali pertamanya
seorang laki-laki yang benar-benar aku sayangi membawa diriku untuk
diperkenalkan kepada orangtuanya.