Tuesday, 27 December 2016

Puncak, Liburan Bersama KOPRI PB PMII

Liburan tipis-tipis bersama Sahabat Kopri PB PMII 25-26 Desember 2016

Pagi pukul 05.00 WIB kami berkumpul di Kantor PB PMII. Karena ini Long Weekend kami memilih berangkat dini hari habis Salat subuh tujuannya cuman satu untuk menghindari macet. Kami berangkat kurang lebih 15 orang 2 mobil.

Sekitar Pukul 09.00 WIB, kita sampai di Villa Salma, Puncak. Biasanya sampai ke Bogor cukup 2-3 jam, karena macet perjalanan hampir 4-5 jam lamanya. Desnitasi pertama yang kami kunjungi adalah Little Venice, dari Googling tempat wisata ini keren abis, tapi ternyata ketika sampai disana ternyata tidak sesuap ekspektasi. Pertama, tempatnya tidak sebagus yanga ada di foto, saat itu airnya lagi keruh banget. Kedua, karena hari libur tempat ini padat banget pengunjung, hendak berfoto dan mencari angel yang bagus susah. Tidak sesuai ekspektasilah.


Sedikit ulasan tentang Little Venice,
Little Venice terletak di Kawasan Kota Bunga, Villa Estate, perumahan yang juga dijadikan Villa.
Mengusung konsep ala-ala luar negeri yaitu Venesia, wisata ini pun dinamakan Little Venice "Miniatur Kota Venesia".

Ada beberapa wahana yang bisa kita coba di kawasan Little Venice, seperti :
1. perahu
2. kapal
3. sepeda air
4. banana boat
5. gondola
6. perahu naga
7. buble ball
8. rubber boat
9. kapal Missisipi

Dari beberapa wahana tersebut, gondola merupakan wahana paling favorit bagi wisatawan karena membuat kita seakan sedang berada di Venesia yang memiliki transportasi utama berupa gondola, selama kurang lebih 15 menit kita akan diajak berkeliling dengan menggunakan gondola tersebut, sepanjang perjalanan kita bisa melihat kerennya arsitektur bangunan yang membuat suasana kian romantis.

Tapi perlu diingat, setiap wahana di kawasan wisata Little Venice memiliki harga tiket masing-masing ya, jadi untuk bisa mencoba wahana-wahana tersebut kita harus mengeluarkan uang lagi untuk membeli tiket. Tiket Masuk Rp.25 ribu per orang.

Desnitasi Kedua adalah Taman Bunga Nusantara, letaknya tidak jauh dari Little Venice. Ditempat ini kami tidak sempat masuk, dikarenakan tiket lumayan mahal prt orang Rp. 40 ribu/orang, Waktu juga menunjukkan pukul 16.00 itu berarti hanya 1,5 jam kami harus berkeliling dan berfoto di dalam Taman, karena Taman ini buka pukul 08.00 sampai pukul 17.30 saja. Karena tidak jadi masuk, cukuplah kita berfoto di depan pintu masuk Taman Bunga.

Sepulang dari Taman Bunga, kita kembali ke Villa. Perjalanan begitu melelahkan karena Puncak macet parah. Kita tiba di Villa Pukul 21.00 WIB kemudian istirahat. Esok paginya setelah masak dan makan bersama dengan menu nasi liwet ala anak kos dan anak pergerakan. Desnitasi berikutnya adalah pergi Ke Curug 7 Cilember.

Untuk menunju Curug 7 Cilember kita berjalan kaki karena tidak jauh dari Villa tempat kami menginap. Wisata Curug Cilember sebanarnya ada dua Curug di dalamnya, Curug 5 dan Curug 7, Kami memili menuju Curug 7 yang konon katanya jika mandi disana akan cepat mendapat jodoh dan awet muda. Maklum, rombongan perempuan dan masih single semua.hehe

Menuju Curug kita akan melewati pohon-pohon seperti di hutan. Ada pula camping Groundnya. Jika kita ingin camping dan tidak membawa tenda, disana ada persewaan tenda dan kita tinggal menempati saja, karena tenda sudah siap ditempati. Yang unik di sini juga ada jasa pembuatan karangan bunga untuk mengungkapkan cinta. Jadi tidak heran jika sepanjang jalan menunju Curug kita akan melihat beberapa orang membuat dan mendesain karangan bunga dengan media tanah, bunga yang dirangkai berbentu love dengan sebuah ungkapan cinta dari dan untuk siapa. Mungkin ini mitos yang dipercaya oleh warga sekitar juga pengunjung.






Berikut Secuil Sejarah Curug 7 Cilember

Sejak tahun 1990-an, Curug Cilember ditetapkan sebagia kawasan objek wisata. Sejak itu, kawasan yang termasuk dalam Bukit Hambalang it uterus menggeliat dan mulai ramai didatangi pengunjung. Sebenarnya, keberadaan Curug Cilember sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Cilember sendiri merupakan gabungan dari kata Ci yang merupaka n ringkasan dari kata cai bermakna "air", dan Lember yang berarti "jamur" karena dilokasi ini terdapat banyak tumbuh jamur.

Selain keindahan panorama alam, Curug Cilember juga menyimpan sejumlah mitos. Salah satunya, tempat ini merupakan lokasi pemandian para putri dari Kerajaan Siliwangi sehingga ada yang percaya bahwa dengan mandi di curug ini, mereka akan awet muda.

Berdasarkan cerita yang berkembang, bagi mereka yang belum memiliki pendamping hidup (suami atau istri), akan mudah menemukan jodoh setelah mandi di air terjun tersebut. Selain itu, ada pula yang meyakini bahwa dengan mandi mampu mengobati segala penyakit.

Ada juga kebiasaan dari sejumlah pengunjung yang mandi ditengah malam, terutama jika malam jum’at Kliwon. Paling banyak pada bulan Muharram dan Maulid (Jumadil Awal), khususnya dari mulai tanggal 10 hingga 14 maulid. Cerita di daerah, dari kepercayaan pengunjung mereka mandi untuk awet muda, cari berkah, menambah kekuatan. Curug Tujuh terbagi menjadi dua posisi air terjun, kanan dan kiri. Posisi kanan dipercaya untuk memperoleh kekuatan, sedangkan kiri untuk awet muda dan keberkahan. Tergantung kepercayaan masing-masing.

Thursday, 22 December 2016

Fatwamati, Ibu Kami

Fatwamati,
Ibu Kami,

Fatmawati, mendengar namanya pasti semua orang akan tahu siapa dia. Perempuan dibalik perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Perempuan yang menemani Sang Proklamator Bung Karno merebut Kemerdekaan. Perannya tidak hanya sebatas menjahit bendera pusaka. Perempuan yang ikut berperang, bergerilya  terlibat secara aktif dalam perjuangan membela nusa dan bangsanya, serta rela menempuh kehidupan seorang diri demi mempertahankan sebuah prinsip dan harga diri seorang ibu.

Fatmawati, sosok pahlawan perempuan yang dikenal semua orang Indonesia. Jasanya tidak akan pernah dilupakan. Sosok Fatmawati yang akan aku ceritakan kali ini tidak kalah hebatnya dengan Fatmawati yang dimiliki Bangsa Indonesia. Yah, She is my mother, my hero.

Pernah aku bertanya kepada Almarhum Nenekku, kenapa dia memberikan nama Fatmawati kepada anaknya, singkat Nenekku menjawab, di zaman kemerdekaan Nama Fatmawati adalah nama yang populer, tidak ada arti khusus, hanya mudah diingat, dipilihlan nama Fatmawati untuk anak ketiganya. Ibuku, Fatmawati.

Jika di zaman penjajahan perjuangan Ibu Fatmawati bisa dikatakan "Sepi Ing Pamrih" Ketulusan pengabdiannya kepada suami dan bangsa Indonesia tidak bisa dinilai harganya. Bagiku, Ibuku, Fatmawati perjuangannya pun demikian.

Beliau terlahir dari keluarga yang sederhana, bisa dikatakan keluarga biasa dan serba berkecukupan. Ayahnya seorang petani biasa, dan ibunya seorang penjual tempe keliling. Namun demikian, dari ketujuh saudaranya, ibukulah satu-satunya yang mendapatkan pendidikan hingga jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan skill yang dimilikinya pun berbeda dengan saudara-saudara lainnya, dia lebih unggul.


Ibuku, Fatmawati, beliau selalu bercerita bahwa dikehidupan remajanya dulu tidaklah mudah. Ia harus bekerja, belajar dan juga harus mengurusi adik-adiknya. Orangtuanya, Kakek Nenekku buta huruf, tidak bisa membaca, dua kakaknya enggan untuk bersekolah. Tapi ibuku selalu menuntut dan berusaha agar bisa bersekolah. Ikutlah dia bekerja bersama pamannya yang juga menjadi pedagang tempe keliling. Uang hasil membantu pamannya ia gunakan untuk membayar sekolah hingga SMK.

Saat duduk dibangku SMK, ibuku mengambil jurusan Tata Busana. Ia terampil dalam hal menjahit, aku tidak tahu apa memang sosok Fatmawati menginspirasi dirinya untuk menjadi menjahit yang jelas hingga saat ini ibuku berprofesi sebagai penjahit. Saat remaja, menikah dan melahirkan dua orang anak aku dan kakakku, Ibuku menjadi guru kelas jahit di Departemen Agama Sidoarjo hampir 20 tahun lamanya. Pagi hari ia memasak, menyiapkan keperluan suami dan anaknya. Siang hingga sore hari ia mengajar kelas jahit menggunakan sepeda onthel yang saat ini masih ia gunakan untuk pergi-pergi di rumah. Dan ketika malam hari ia masih memberikan kursus menjahit di rumah dan juga mengerjakan baju pesanan beberapa orang.

Aku masih ingat dengan jelas bagaimana ibuku dulu ketika aku masi kecil banyak sekali remaja, ibu-ibu muda datang ke rumah untuk belajar menjahit baju, dari Ba'da Magrib Hingga pukul 20.00, terkadang murid-muridnya juga datang pagi-sore-malam hari tidak ada batasan waktu mengajar, dan juga tidak ada batasan sampai kapan kursus berakhir. Ibuku menggunakan sistem sampai bisa, satu kali membayar tunai atau berangsur mereka bisa mendapatkan ilmu seumur hidup alias sampai mahir menjahit. Dan dengan sistem ini hampir murid-murid ibuku ada yang sampai bertahun-tahun, ada pula yang cepat tanggap, cukup beberapa bulan belajar sudah mahir, dan ketika ada kesulitan ia datang ke rumah. Sejauh ini tidak terhitung berapa jumlah perempuan yang belajar menjahit dengan ibuku. Dia memang bukan Guru pelajaran Formal di Sekolah, Tapi Bagiku, Dia adalah Guru Keterampilan yang telah melahirkan penjahit-penjahit profesional.

Bunyi mesin jahit, dan suara gunting tidak asing bagiku. Suara-suara itu terdengar setiap hari dari pagi hingga malam. Ketika kami kecil, aku dan kakakku, Ibuku bekerja siang dan malam tanpa lelah untuk mencukupi kehidupan keluarga membantu suaminya, ayahku. Ia terlahir sebagai perempuan pekerja keras. Ibuku, Fatmawati.

Dengan bekerja siang dan malam mencari nafkah, Ibuku tidak pernah lalai mengurus anaknya. Ia sangat disiplin terutama dalam urusan pendidikan agama. Sedari kecil anak-anaknya di sekolahkan di sekolah berbasis agama, tidak lupa juga untuk belajar mengaji. Aku dan kakakku sejak kecil hingga dewasa dituntuk orangtua untuk terus mengaji, dan Alhamdulilah berkat didikan yang keras tersebut aku, kakakku, dan adikku yang paling kecil tidak tertinggal dalam pelajaran baik formal maupun agama, bahkan anak-anak ibuk masing-masing mempunyai prestasi di sekolah maupun di lingkungan.

Menyadari bahwa dirinya (Ibuku) bukanlah orangtua yang pandai dibidang akademik maupun dalam hal pengetahuan agama. Namun, mereka tidak ingin anak-anaknya bernasib sama. Karena itu mereka berjuang bekerja keras agar ketiga anaknya bisa menempuh pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Terimakasih ibuk, ayah, sejauh ini aku bisa bersekolah, lulus sarjana strata satu dan kini berkat doamu jenjang stara dua sedang aku tempuh. Kakakku yang lebih mandiri pun telah menyelesaikan sarjana strata satunya. Si kecil pun meskipun sedikit pemalu dibanding kedua kakaknya, prestasi dibidang akademiknya pun tidak kalah dengan kakaknya.

Ada sebuah ungkapan "Biarkan Saya jadi akar rumput yang terpenting anak saya bisa menjadi akar Jati" inilah yang dilakukan ibuku, Fatmawati. Dibalik keterbatasan pendidikan yang ia miliki, ia ingin anak-anaknya bisa lebih dan lebih darinya.

Ibuku,
Fatmawati,
Terimaksih atas perjuangan dan didikanmu selama ini. Sekarang anak-anakmu sudah dewasa, waktunya kami yang berjuang untuk membahagiakanmu. Tak perlu kau pikirkan materi lagi, biarkan kami yang mencari, waktumu kini beristirahat dan berbahagia dengan hal-hal kecil yang diberikan oleh anak-anakmu kepadamu. Doa dan restu darimu mempermudahkan langkah sukses kami mencapai cita-cita kami.

SELAMAT HARI IBU
JAKARTA, 22 DESEMBER 2016
Potret Keluarga Sederhana Kami