Wednesday, 10 July 2024

Mendaki Jabal Nur: Menyelami Perjuangan Rasulullah Menerima Wahyu Pertama di Gua Hira

Langit masih gelap gulita. Jam menunjukkan pukul 02.00 WAS. Saya dan teman-teman petugas haji Sektor 9 Makkah bersiap mendaki Jabal Nur, tempat Rasulullah menerima wahyu pertama di Gua Hira.

Alhamdulillah, tahun 2024 saya diberi rezeki menjadi pelayan tamu Allah sebagai anggota PPIH Arab Saudi. Saya bertugas di Sektor 9 Misfalah, Makkah, sebagai pelayan konsumsi. Nikmat yang luar biasa: melayani tamu Allah sekaligus melaksanakan ibadah haji di tengah tugas yang berat.

Setelah jamaah gelombang kedua mulai meninggalkan Makkah menuju Madinah, saya dan teman-teman merencanakan kunjungan ke tempat bersejarah bagi umat Islam, yakni Gua Hira. Tempat ini adalah lokasi pertama turunnya wahyu kepada Rasulullah. Perasaan antusias dan penasaran luar biasa mengiringi langkah kami. Jantung berdetak kencang, dan salawat terus terucap sepanjang perjalanan.

Dari Misfalah Menuju Jabal Nur

Kami sepakat berangkat tengah malam ke Jabal Nur dengan beberapa alasan. Pertama, pukul 07.00 WAS kami harus mengikuti apel sehingga tidak mungkin meninggalkan tugas. Kedua, perjalanan ke puncak Jabal Nur cukup berat dan jauh. Kami juga ingin melaksanakan salat subuh di Gua Hira. Selain itu, dini hari lebih sepi dari keramaian jamaah, mengingat musim haji ini jutaan orang dari berbagai negara ingin berkunjung ke sana.

Gua Hira terletak di puncak Jabal Nur, sekitar 4 kilometer dari Masjidil Haram. Dari Misfalah, kami hanya memerlukan 30 menit perjalanan dengan mobil kantor menuju kawasan parkir Jabal Nur. Dari sana, jamaah harus berjalan kaki sekitar 200 meter menuju titik awal pendakian. Dalam gelapnya malam, kami menyusuri jalan yang sepi, dengan pertokoan masih tutup dan lampu-lampu rumah belum menyala.



Mendaki Gunung Batu

Mendaki gunung tentu tidak mudah dan membutuhkan fisik yang kuat. Jabal Nur adalah gunung batu, berbeda dengan gunung di Indonesia yang cenderung sejuk dengan pepohonan rindang. Jabal Nur memiliki ketinggian 640 meter dengan kemiringan jalur pendakian antara 45 hingga 70 derajat.

Pendakian dimulai dari pos awal, yang ditandai dengan sebuah toko kecil menjual makanan serta poster sejarah Jabal Nur. Tangga pendakian beralaskan batu, tidak rata, berkelok, dan cukup curam. Jarak dari tangga pertama hingga puncak hanya sekitar 600 meter, tetapi kemiringannya membuat napas terasa berat.

Dalam kondisi minim pencahayaan, kami menggunakan senter ponsel untuk melihat medan yang dipenuhi bebatuan dan pasir. Tidak semua tangga memiliki pembatas, sehingga kami harus sangat berhati-hati. Dengan langkah santai dan beberapa kali berhenti untuk istirahat, kami membutuhkan waktu sekitar 1,5 hingga 2 jam untuk mencapai puncak.
Foto diambil dari puncak Jabal Nur


Sepanjang pendakian, salawat terus terucap di hati. Betapa luar biasa perjuangan Rasulullah SAW dan Siti Khadijah. Siti Khadijah bahkan harus berjalan sejauh 6 kilometer untuk mengantarkan makanan kepada Rasulullah yang sedang beribadah di Gua Hira.

Gua Hira: Jejak Perjuangan Rasulullah

Setibanya di puncak Jabal Nur, Gua Hira tidak langsung terlihat. Gua tersebut berada di balik puncak, sehingga masih ada jalan curam dan sempit yang harus dilalui. Untuk masuk ke lokasi, kami melewati celah sempit di antara bebatuan.
Lubang kecil dibawah bebatuan besar pintu masuk Gua Hira



Di mulut Gua, kami mendapati beberapa jamaah dari negara lain sedang bergantian salat. Suasananya masih cukup sepi. Dengan rasa haru, kami mengantre untuk melaksanakan salat hajat di dalam Gua Hira yang sempit, berukuran panjang 3,7 meter dan lebar 1,6 meter. Air mata menetes saat salat dan berdoa di tempat mulia ini. Saya merenungkan perjuangan Rasulullah yang menerima wahyu pertama, yaitu Surat Al-‘Alaq ayat 1-5.

Setelah selesai berdoa, mendekati waktu subuh, jamaah mulai berdatangan. Kami melaksanakan salat subuh berjamaah di puncak Jabal Nur. Suasana khusyuk terasa luar biasa meskipun ramai pengunjung.
Gua Hira


Perjalanan turun gunung terasa lebih cepat dibanding mendaki. Kami menuruni anak tangga dengan hati-hati hingga kembali ke pos awal sekitar pukul 05.30 WAS. Banyak jamaah baru tiba saat itu. Jika ingin berkunjung ke Gua Hira, saya sarankan berangkat tengah malam. Selain lebih sepi, cuaca pun lebih nyaman dibanding pagi atau siang hari yang cenderung panas dan ramai pengunjung.



*Catatan Satgas Jamarat. PPIH Arab Saudi*

MAkkah, 10 Juli 2024

Thursday, 4 July 2024

Ziarah Kota Madinah : Keberkahan di Sumur Ghars dan Musala Rasulullah

Ziarah ke kota Madinah, tidak hanya bisa meneguk kesegaran air sumur surga "Ghars Well" tapi juga bisa melakasanakan salat dan berdoa di musala kecil tempat Nabi beribadah dan beristirahat selama di Madinah.

Kesempatan yang luar biasa ketika bisa melaksanakan salat dan berdoa di sebuah musala kecil bersejarah di Madinah, yang pernah menjadi tempat Rasulullah SAW berjihad. Musala ini, yang berada di belakang Sumur Ghars, sering digunakan Nabi untuk salat lima waktu dan beristirahat. Selain itu, keberkahan lain adalah dapat menimba air dari Sumur Ghars, yang disebut sebagai "air surga," tempat Rasulullah mengobati dahaga.

Kota Madinah menyimpan banyak cerita sejarah Islam. Selain Masjid Nabawi, salah satu peninggalan bersejarah yang istimewa adalah Bi'rul Ghars atau Sumur Ghars. Sumur ini terletak di wilayah Quba, sekitar 1,5 kilometer arah timur laut dari Masjid Quba. Dari Masjid Nabawi, perjalanan ke Sumur Ghars hanya memakan waktu 30 menit menggunakan mobil.

Pintu masuk Sumur Ghars ditandai dengan antrean orang-orang Arab yang menjual botol kosong atau jeriken kepada jamaah. Dengan harga 10 riyal untuk empat jeriken, pengunjung bisa membawa air sumur sebagai oleh-oleh. Saat kami berkunjung, Sumur Ghars dipenuhi oleh jamaah haji dari berbagai negara. Sumur ini adalah salah satu situs bersejarah penting dalam Islam, dan airnya yang terus mengalir tanpa henti diyakini membawa keberkahan.

Foto 1. Bagian Depan Sumur Ghars yang saat itu dalam tahap renovasi