Monday, 10 June 2024

Pergi Ke Baitullah Pada Kesempatan dan Waktu Istimewa

 *Catatan Petugas Haji 2024* (Bagian 1)


Penggalaman spiritual yang luar biasa dipertengahan tahun Bulan Juli 2024 lalu, bisa pergi ke Baitullah tidak hanya melaksanakan rukun islam yang ke 5 tapi kesempatan yang istimewa melayani Tamu Allah sebagai Petugas Haji Indonesia.

Menjadi Petugas Haji adalah pengalaman luar biasa bagi saya, bukan hanya secara spiritual tetapi juga emosional. Tahun 2024 ini, Allah SWT telah memberikan rezeki yang tak ternilai dengan kesempatan ini. Saya yakin bahwa Allah tidak pernah tidur dan selalu mendengar setiap doa hamba-Nya. Hanya saja, waktu yang tepat adalah rahasia Allah semata

Tentu saja, kesempatan menjadi Pelayan Tamu Allah ini bukanlah sesuatu yang datang begitu saja. Ada usaha dan doa yang terus menerus saya panjatkan. Saya tahu banyak di antara kita yang ingin menjadi petugas haji, pergi ke Baitullah, bukan hanya untuk bertugas, tetapi juga untuk melaksanakan Rukun Islam kelima, yakni menunaikan haji ke Tanah Suci. Yakinlah, ketika Allah memanggil kita untuk mengunjungi Rumah-Nya, Dia akan memudahkan segalanya.

Selama hampir 34 tahun, saya belum pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci. Sebagai perempuan pekerja keras sejak muda, alhamdulillah, tabungan saya sebenarnya cukup untuk pergi umrah. Namun, tanpa keinginan yang kuat dan panggilan dari Allah, saya tak pernah tergerak untuk berangkat. Keyakinan ini semakin kuat ketika, tiga tahun terakhir, setelah berkeluarga dan memiliki satu anak, keinginan untuk berziarah ke Makkah dan Madinah semakin besar. Berkali-kali saya memimpikan berada di bawah Kakbah, tapi suami saya selalu menekankan bahwa kami harus menunaikan kewajiban haji terlebih dahulu.

Suami saya selalu berkata, “Kita niatkan untuk menunaikan kewajiban ini terlebih dahulu. InsyaAllah, pasti ada jalan dan kemudahan untuk ke Tanah Suci.” Dengan antrean haji di Jawa Timur yang saat ini hampir mencapai 35 tahun, akhirnya pada tahun 2023 tabungan kami cukup untuk mendaftarkan dua porsi haji. Keyakinan kami adalah bahwa Allah akan selalu memberikan jalan dan waktu yang tepat.

Pada akhir tahun 2023, saya mengikuti tes seleksi untuk menjadi Petugas Haji. Saya melengkapi berbagai persyaratan yang dibutuhkan, mulai dari paspor, surat rekomendasi, dan dokumen lainnya. (Bagian ini akan saya tuliskan lebih lanjut dalam “Catatan Petugas Haji, Bagian 2”).

Alhamdulillah, saya berhasil lolos tes administrasi dan melanjutkan ke tahap tes CAT secara daring di Kantor Kemenag Sidoarjo. Saya mempersiapkan diri dengan membaca berbagai regulasi terkait ibadah haji, rukun dan syarat haji, moderasi beragama, serta wawasan kebangsaan.

Namun, saya belum berhasil lanjut ke tahap wawancara. Meskipun sudah berusaha, saya hanya bisa pasrah, mungkin belum saatnya Allah memanggil saya ke rumah-Nya. Yang ada dalam benak saya saat itu hanyalah keinginan kuat untuk bisa berkunjung ke Baitullah. Bersama anak saya yang berusia empat tahun, setiap malam sebelum tidur saya membaca talbiyah dan memberikan afirmasi positif agar Allah SWT berkenan memanggil saya.

Keinginan kuat itu semakin membuncah hingga akhirnya saya meminta izin kepada suami untuk melakukan reservasi perjalanan umrah di salah satu travel. Karena suami tidak bisa cuti, saya pun mengutarakan niat untuk mengajak ibu saya menunaikan ibadah umrah bersama.

Percakapan setelah Maghrib itu berlangsung dalam keheningan. Saya bertanya pada ibu mengenai tabungan yang beliau miliki, untuk mengetahui apakah cukup jika digunakan untuk berangkat ke Tanah Suci. Ibu menjawab dengan jujur bahwa tabungannya tidak banyak dan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Mendengar hal tersebut, saya berkata, "Mau berangkat umrah bareng aku, Bu? Aku yang akan mengurus semua biayanya, doakan semoga rezekiku lancar." Sama seperti saya, ibu pun belum pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci. Saya pun berharap Allah SWT memberikan kesempatan bagi saya untuk berangkat bersama beliau ke Baitullah.

Rezeki sempat tertunda, namun Allah SWT memberikan kejutan yang luar biasa. Pada pertengahan Mei 2024, dering telepon membangunkan harapan saya; saya dinyatakan lolos rekrutmen petugas haji dan diminta segera mengurus kelengkapan dokumen sebelum bimbingan teknis di Jakarta.

Sujud syukur dan tangis haru pun mengalir begitu saja. Saya segera menelepon ibu dan memberitahukan bahwa saya lolos dan akan mengurus segala persyaratan. Allah Maha Baik, Allah tahu kapan waktu terbaik untuk kita. Kita hanya perlu terus berusaha dan berdoa. Ternyata, pada tahun 2024 ada tambahan kuota 500 petugas haji Indonesia, dan Qadarullah nama saya termasuk dalam daftar tersebut. Pada tanggal 1 Juni 2024, bersama para pelayan tamu Allah, saya berangkat menuju Makkah.

Semoga kisah ini semakin menguatkan keyakinan kita bahwa segala sesuatu datang pada waktu yang terbaik menurut Allah. Berdoa dan berusaha adalah bagian dari ikhtiar kita, dan Allah SWT pasti mendengar setiap doa hamba-Nya.

Makkah, 10 Juni 2024

Friday, 10 June 2022

Desa Kepetingan, Daerah Terpencil Jadi Jujukan Wisata di Sidoarjo

Tradisi Nyadran di Desa Kepetingan menjadi ciri khas dan jujukan wisata lokal Di Sidoarjo. Sejarah dan adat istiadat masyarakat yang masih dipegang teguh oleh masyarakat lokal. Selain sebagai jujukan wisata, Daerah terpencil yang rawan bajir ini membuat kegiatan belajar mengajar lumpuh setiap tahunnya. Buaya yang 'nyasar' ke rumah waragapun menjadi cerita tersendiri bagi warga Desa Kepetingan.

Tidak banyak orang tahu, Sidoarjo yang dikenal sebagai kota industri dan jujukan kaum imigran dari daerah lain mempunyai Daerah Terpencil dari segi akses maupun kondisi masyarakat yang kurang maju. Desa Kepetingan adalah salah satunya. Untuk bisa sampai di daerah pelosok ini kita harus menggunakan perahu. Akses darat pun juga bisa digunakan, akan tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama, serta kondisi jalan yang sempit dan bebatuan hanya bisa dilalui kendaraan roda dua.

Saya selalu tertarik mengunjugi daerah terpencil. Ditulisan sebelumnya, saya uraikan pengalaman saya ketika berkunjung di Desa Pucukan Kelurahan Gebang, Sidoarjo

Kali ini saya akan menceritakan pengalaman di Desa kepetingan, salah satu desa kategori desa terpencil dan tertinggal. Seperti sebelumnya, menuju Desa Kepetingan rombongan kami, saat itu saya bersama Dinas Kesehatan Kab Sidoarjo berkunjung ke Desa Kepetingan dalam rangka program Germas.

Rombongan menggunakan perahu, jarak yang kami tempuh kurang lebih 1 jam dari Desa Bluru, lebih cepat ketimbang menuju Desa Pucukan. Selama diperjalanan, tentu kami disuguhi pemandangan pohon magrove disisi kanan dan kiri sungai atau rawa-rawa, hal ini yang menjadi daya tarik tersendiri ketika berkunjung ke Desa terpencil di wilayah Sidoarjo, kita akan melewati sungai 'amazon' versi kearifan lokal Sidoarjo. Kondisi sungai waktu itu cukup deras, debit air cukup tinggi karena bulan Juni 2022, intensitas hujan masih tergolong tinggi di Kota Delta. Kondisi air yang hijau, langit cerah dan sesekali burung bangau bertebrangan membuat perjalanan semakin syahdu dan nikmat, meskipun hawa panas saat pukul 08.30 pagi begitu menyengat.




Daya Tarik Wisata Desa Kepetingan dan Tradisi Masyarakat

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo ternyata telah menobatkan kawasan terpencil ini menjadi Wisata Pantai Kepetingan. Salat satu wisata yang menyajikan keindahan alam. Pantai Kepetingan dikelilingi tambah, tumbuhan mangrove dan hutan pantai. Selain itu, Tradisi Nyadran di Pantai Kepetingan 2 kali dalam setahun yaitu Bulan Maulid dan Bulan ramadahn membuat semakin ramai pengunjung.

Ritual nyadran bertujuan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, serta sebagai wujud syukur masyarakat setempat akan karunia dan nikmat atas melimpahnya hasil tangkapan ikan para nelayan. Tidak hanya itu, akan dinyanyikan juga tembang-tembang khas jawa, yang dinyanyikan oleh peserta nyadran dari atas perahu.

Perahu-perahu ini akan pergi berziarah ke makam Putri Ayu Dewi Serdadu, yang letaknya di desa Kepetingan atau Ketingan. Konon menurut cerita masyarakat setempat, Putri Ayu Dewi Serdadu adalah ibunda dari Salah satu Wali Songo yaitu Sunan giri. Ritual Nyadran membuat Desa ini selalu ramai dikunjungi masyarakat Sidoarjo atau daerah lain

Tiba di dermaga Desa Kepentingan, kita akan disambut dengan replika ikan, tertulis disana merupakan Kenang-Kenangan dari Mahasiswa yang melakukan KKN di Desa yang mayoritas penduduknya nelayan tersebut. Petugas dari Dinas Kesehatan melakukan tugasnya sosialisasi Gerakan Masyarakat Sehat serta sosisalisasi pencegahan penyakit DBD.

Dermaga Pemberhentian Perahu Di Desa Kepetingan

Saya berswafoto di depan monumen ikan yg dibuat oleh Mahasiswa yg sedang KKN



Banjir Tahunan Membuat Sekolah Lumpuh

Saya kemudian berkeliling Desa Kepetingan. Berbeda dengan Desa Pucukan, Desa yang terkenal dengan Wisata pantai Kepetingan ini masyarakatnya lebih modern, sadar akan kebersihan dan kondisi rumah lebih tertata rapi. Tidak jauh dari balai desa lokasi acara, terlihat anak-anak sekolah berlarian,mereka menggunaka seragam merah putih dan putih biru, ini menandakan bahwa Desa Kepetingan memiliki Sekolah Negeri dua jengang SD dan SMP.

Memiliki dua jenjang sekolah, SDN Sawohan 2 Sidoarjo dan SMPN Satap Buduran, ini menandakan bahwa meskipun daerah tergolong daerah terpencil, akses pendidikan untuk warga setempat dapat didapatkan dengan mudah.


Menurut bapak Siswanto, Guru Kelas 4 SDN Sawohan 2, masyarakat Desa Kepetingan sudah seperti masyarakat Kota, hanya saja tempat tinggal mereka jauh dari kota, dan aksesnya pun lebih mudah menggunakan perahu. "Sudah seperti orang-orang di Kota, mereka juga menyekolahkan anak mereka di sini, listrik juga setiap hari nyala tidak pernah mati kecuali konslet," terangnya.

Siswanto adalah guru kelas yang setiap harinya menggunakan sepeda motor dari rumahnya daerah Damarsih, Kecamatan Buduran. Sebagais seorang guru di daerah terpencil semangatnya tidak pernah padam, meskipun ia sering sakit pinggang karena medan darat yang ia lalui tidak seperti jalanan aspal di kota. Ia harus menempuh perjalanan 2 jam untuk tiba di sekolah.

"Kalau jalan pelan-pelan naik motor 2 jaman, kalau ngebut-ngebut juga gak bisa karena kanan kiri tambak, jalanan banyak batu, kalau jatuh susah minta pertolongan karena sepi, boyok juga sakit mbak" jelasnya sambil tersenyum.

Area sekolah SD dan SMP tergabung menjadi satu. Tahun 2022, sebanyak 41 siswa duduk dibangku SD, dan 24 duduk dibangku SMP. meskipun terlihat luas sekolah yang berada pada naungan Dinas Pendidikan ini, namun bangunan terlihat kurang terlawat, banyak kelas kosong dengan kondisi kotor dan bangku patah. Kondisi tersebut ternyata di Desa Kepetingan sering kali banjir yang membuat bangunan terendam air yang meluap dari sungai hingga selutut orang dewasa.

siswa sedang bermain sepak bola di lapangan sekolah


Masih menurut Bapak Siswanto, kondisi banjir tersebut membuat proses belajar mengajar terhenti. Sekolah diliburkan hingga air surut. Banjir ini menjadi langganan setiap tahun di pertengahan bulan Mei dan bulan Agustus, karena itu terlihat beberapa ruang sekolah diberikan pembatas sehingga air tidak masuk ke ruang kelas. "Sering langganan Bajir di bulan Mei dan Agustus, bulan lalu saja libur hampir selutur airnya mbak," terangnya sambil menunjukkan tingginya genangan bajir hingga lutut orang dewasa.

Selain langganan banjir, Warga Kepetingan pun langganan didatangi hewan buas seperti buaya. Hal ini dikarenakan air sungai yang meluap membuat buaya tersebut "nyasar" di rumah warga. Namun, mereka bersyukur tidak pernah ada korban jiwa dari kedatangan tamu tidak diundang tersebut. hemmm serem uga ya ajika anak-anak menemukan buaya tersebut lebih dulu. Mungkin dari Dinas terkait perlu memantau kondisi Desa-Desa Terpencil yang dikelilingi rawa-rawa, karena banyak sekali hewan buas yang tinggal bersama mereka.


Suasanan dan Fasilitas Ibadah Warga setempat


Sidoarjo, 8 Juni 2022

Tuesday, 7 June 2022

Peluncuran Pita Lila Keluarga di Sidoarjo : Anak Syahda Perwakilan Balita Sidoarjo

Cerita Syahda 1

Halo Bunda Hebat di seluruh Negeri, Salam Bahagia!

Pada rubrik Cerita Syahda, saya akan menuliskan beberapa aktivitas anak kami Syahda Naishadira Zuhri yang saat ini usianya memasuki 2,5 tahun. Memang betul, mengasuh anak secara langsung meskipun terkadang lelah, tak terasa anak begitu cepat mereka tumbuh. Si mamak pun mulai melow memikirkan anaknya sudah besar dan sebentar lagi akan memasuki dunia pendidikan (sekolah).

Dibeberapa kesempatan cerita sebelumnya, bahwa anak kami terlahir dan tumbuh dimasa pandemi. Bunda hebat sekalian pasti faham kan, dimasa-masa sulit tersebut interikasi dengan orang lain dan semua aktivitas dibatasi bahkan hampir tidak bisa bersilaturahim dengan orang lain, hanya keluarga inti di rumah. 

Kondisi tersebut membuat anak kurang mengeksplorasi lingkungan luar dan interaksi dengan orang lain berkurang, sekolah saja online ya bund, apalagi yang namanya arisan, nongki-nongki sudah tidak ada lagi 2 tahun terakhir.huhuu, mama hebat sekalian pasti jenuh di rumah, yaa kan? samalah dengan mama syahda.hehe

Disaat anak tidak bisa berinteraksi dengan orang lain hanya dengan orantua, dan keluarga inti di rumah, Anak Syahda yang baru berusia 2 tahun tentu rasa takut dengan orang lain cukup tinggi, hanya ingin bersama mama, kakek, nenek dan orang yang kenal saja. Ada rasa khawatir sebagai orangtua anak tidak bisa bersosialisasi dengan orang lain. 


Dari kondisi tersebut, sebagai orangtua terus mengupayakan anak bisa memupuk rasa percaya dirinya, dimulai dari hal-hal terkecil. Dan kesempatan itu akhirnya datang, ketika anak Syahda sebagai perwakilan Balita Sidoarjo dalam program peluncuran pita Lila keluarga yang diselenggarakan oleh UNICEF, TP PKK Kabupaten Sidoarjo dan Dinas Kesehatan Kab Sidoarjo.

Apa itu Pita LiLa Keluarga?
 
Lingkar Lengan Atas (LiLa) adalah bagian dari pemantauan dini status gizi anak. Program ini diharapkan akan menurunkan kasus Malnutrisi Energi Protein (MEP) atau yang disebut kurang gizi dan gizi buruk. Pengukuran menggunakan Pita Lila merupakan strategi pemberdayaan masyarakat, dimana keluarga dapat menjadi detektor pertama kejadian kasus kurang gizi akut balita di dalam keluarga. Sehingga jika keluarga bisa mendeteksi dini, konsekuensi serius akibat kekurangan gizi akut dapat dicegah.


Foto bersama Ibu Bupati Sa'adah Ahmad Muhdlor, Ibu Wakil Bupati Sriatun Subandi, UNICEF dan Dinas Kesehatan Kab.Sidoarjo



Bersama empat perwakilan Balita, kami orangtua diminta kedepan sebagai contoh bagaimana teknis pengukuran Pita Lila yang benar, serta bagaimana cara menghitung angka yang tertera pada Pita Lila menunjukkan status gizi pada anak kita. Pengukuran LiLA dilakukan dengan menggunakan pita dengan indikator warna merah, kuning, dan hijau—warna-warna ini menandakan risiko kurang gizi yang dialami anak. Warna merah menandai kondisi anak parah dan membutuhkan perawatan segera. Warna kuning berarti anak mengalami kurus akut, sementara warna hijau menandakan anak sehat.

Awalnya anak Syahda sangat antusias ketika menunggu dipanggil kedepan panggung. Aku sangat antusias didepan banyak orang meskipun tidak mau bersalaman dengan ibu-ibu pengurus PKK yang sedang hadir di acara peluncuran Pita Lila. Pada saat Ibu Bupati Sidoarjo Sa'adah Ahmad Muhdlor dan tim UNICEF mendatangi anak Syahda dengan membawa pita Lila, Syahda malu dan menangis ketika lengannya dipegang orang lain, serta melihat puluhan mata menyaksikan dia berdiri di depan panggung. 

Setelah melihat banyak orang, dan sesi pengukuran lila selesai meskipun begitu hectic dan si anak syahda nempol 'ngandol" mamanya, status gizi Syahda baik dan tidak menunjukkan stunting dan gizi buruk. Alhamdulilah.

Demikian cerita Syahda perdana tampil di depan umum dengan disaksikan puluhan pasang mata. Sebagai orangtua, kami tidak pernah memaksakan anak, hanya memberikan pengalaman yang sekiranya nanti bisa membuat dia tampil percaya diri dan bisa mengekplorasi kemampuannya dengan baik.





Sekian,
kiss buat dedek Syahda yang sudah berani tampi hari ini... Love Mama