Rangkaian puncak ibadah haji tahun 2024 berlangsung pada 14–19 Juni atau 8–13 Zulhijah. Sebagai bagian dari persiapan, para petugas haji diberangkatkan lebih awal, termasuk saya dan tim, yang mulai bertugas sejak 7 Juni 2024.
Persiapan di Arafah: Menyambut Jamaah dengan Sepenuh Hati
Memasuki puncak haji, pemerintah telah menyiapkan berbagai layanan agar jamaah dapat menjalankan ibadah dengan khusyuk, lancar, dan sehat. Saya, yang sebelumnya bertugas di sektor pelayanan konsumsi, bersama teman-teman Satgas Jamarat, berangkat ke Arafah pada 7 Zulhijah. Tugas kami di sana adalah memastikan kesiapan layanan akomodasi bagi jamaah, seperti tenda, karpet, AC, listrik, dan konsumsi.
Sore itu, kami meninggalkan Makkah menuju Arafah bersama para petugas lainnya. Bagi saya, yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Arafah, rasa syukur tak henti-hentinya terucap. Bisa melayani tamu Allah sekaligus berkesempatan melaksanakan rukun dan wajib haji di tengah tugas adalah nikmat luar biasa.
Di Arafah, saya bertugas di Maktab 58. Suhu mencapai hampir 40 derajat Celsius, tetapi semangat kami untuk melayani jamaah tetap menyala. Pada 8 Zulhijah pukul 06.00, jamaah mulai bergeser dari sektor menuju Arafah. Saya dan tim bergantian berjaga di gerbang masuk bersama Syarikah Arab Saudi untuk memastikan jumlah jamaah sesuai kuota.
Melihat wajah-wajah jamaah yang penuh semangat dan sehat membuat hati kami bahagia. Jamaah lansia, risiko tinggi (risti), dan yang sedang sakit menjadi prioritas utama untuk segera dibantu menuju tenda agar dapat beristirahat.
Momen Wukuf: Introspeksi dan Kedekatan dengan Allah
Pada 9 Zulhijah, saat wukuf tiba, jamaah dan petugas mengenakan ihram, berkumpul di dalam tenda untuk berdiam diri, merenung, dan berdoa. Arafah bukan sekadar tempat berkumpul, tetapi juga memiliki makna mendalam: mengingat kefanaan dunia, kesetaraan di hadapan Allah, serta kesempatan untuk introspeksi dan taubat.
Dalam keheningan Padang Arafah, setiap jamaah diajak untuk mengenali dirinya sendiri dan memperkuat hubungan dengan Allah. Momen ini begitu sakral, mengingatkan kita bahwa di hadapan-Nya, semua manusia sama—tanpa pangkat, tanpa jabatan, hanya seorang hamba yang berharap ampunan dan ridha-Nya.
Dari Arafah ke Muzdalifah dan Mina: Ujian Fisik dan Kesabaran
Setelah wukuf, petugas mulai mengatur pergerakan jamaah menuju Muzdalifah, lalu Mina. Pada tahun 2024, pemerintah menerapkan konsep murur, yaitu mabit (bermalam) di dalam bus saat melewati Muzdalifah, sebelum langsung menuju Mina. Kebijakan ini diambil demi keselamatan jamaah, terutama lansia dan risti, serta petugas yang harus segera menyiapkan akomodasi di Mina.
Di Mina, kami langsung mengecek kesiapan fasilitas: tenda, air, AC, karpet, WC, serta konsumsi jamaah. Suhu siang hari begitu terik, namun kami tetap semangat melayani. Mina menjadi puncak ibadah haji yang menguji kesabaran dan ketahanan fisik, baik bagi jamaah maupun petugas.
Berbeda dengan Arafah, di mana jamaah berdiam diri dalam tenda, di Mina mereka harus menjalankan ibadah lempar jumrah di tiga lokasi selama hari-hari tasyrik. Perjalanan pulang-pergi dari maktab ke Jamarat bisa mencapai belasan kilometer, menguras tenaga dan membutuhkan kesiapan fisik yang prima.
Satgas Jamarat: Mengawal Perjalanan Ibadah yang Penuh Tantangan
Di Mina, saya bertugas sebagai Satgas Jamarat. Petugas ini ditempatkan di sepanjang rute menuju Jamarat untuk membantu jamaah yang tersesat, kelelahan, atau mengalami kendala kesehatan. Mina adalah wilayah yang luas, dan lempar jumrah adalah bagian wajib dalam ibadah haji. Setiap jamaah harus melewati tiga lokasi jumrah: Aqabah, Ula, dan Wusta, dengan perjalanan pulang-pergi sejauh sekitar 14 km.
Bagi kami, petugas haji, Mina adalah ujian kesabaran dan dedikasi. Di tengah lelah melayani, kami tetap harus menjalankan ibadah wajib haji. Namun, keikhlasan membuat segalanya terasa ringan. Delapan hari di Mina menjadi pengalaman berharga, penuh suka dan duka dalam melayani tamu Allah.
Di postingan berikutnya, saya akan berbagi cerita tentang beberapa jamaah yang kami bantu di Mina—dari lansia yang tersesat, jamaah dengan demensia, hingga orang tua yang tertinggal rombongan. Semoga kisah-kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua.
Melayani tamu Allah bukan sekadar tugas, tetapi juga ibadah. Semoga Allah menerima amal kita semua.
Makkah, 25 Juni 2024
Catatan Satgas Jamarat
No comments:
Post a Comment