Thursday, 23 February 2017

STOP Pengiriman TKI Perseorangan Ke Timur Tengah

Perubahan Tentang Kebijakan
 Pengiriman TKI Ke Timur Tengah

Banyaknya permasalahan yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri khususnya Negara Timur Tengah. Kementerian Ketenagakerjaan RI membuat aturan perubahan tentang penghentian dan pelarangan penempatan tenaga kerja Indonesia pada pengguna perseorangan di negara kawasan Timur Tengah. Hal ini tercantum pada aturan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260 Tahun 2015 atas perubahan atau moratorium dari keputusan menteri ketenagakerjaan nomor 221 tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada pengguna perseorangan di 19 negara kawasan Timur tengah yaitu Arab Saudi, Aljazair, Bahrain, Irak, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Palestina, Qatar, Sudan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman dan Yordania.
Perubahan kebijakan pengiriman TKI di Timur tengah ini dipengaruhi oleh dua faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu segala faktor yang ada di dalam organisasi atau institusi itu sendiri. Dalam kasus TKI Indonesia intitusi yang berwenang ada dua pihak, pemerintah dan pihak swasta. Pihak pemerintah adalah Kementerian Ketenagakerjaan,dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), pihak swasta yakin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).
Kementerian tenaga kerja sebagai institusi pemerintah yang menjalankan tugasnya sebagai perumus kebijakan tentang perlindungan tenaga kerja Indonesia, serta BNP2TKI sebagai pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri yang saling terkordinasi dan terintegrasi. Sedangkan, dipihak swasta yaitu PPTKIS bertugas sebagai penyedia jasa pelayanan dan pengiriman tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Sejauh ini tercatat ada sebanyak 289 PPTKIS resmi yang terdaftar di Kementerian Ketenagakerjaan.
Faktor internal yang mengharuskan adanya Peraturan Menteri Nomor 220 Tahun 2015 tentang  penghentian dan pengiriman TKI di Timur Tengah adalah masih banyaknya PPTKIS yang unprocedural dalam pengiriman TKI. Pada bulan November 2016, ada sebanyak 289 PPTKIS yang mengajukan draft perpanjangan SIPPTKI. Setelah melakukan evaluasi terhadap PPTKIS berdasarkan laporan masyarakat, instansi terkait menyebabkan beberapa PPTKIS dijatuhi sanksi administratif baik berupa penghentian kegiatan sementara (skorsing) dan pencabutan SIPPTKI. Dari 289 PPTKIS tersbut, ada 4 dijatuhi sanksi skorsing (kasus penempatan TKI unprocedural ke Riyadh) dan 2 dijatuhi sanksi pencabutan SIPPTKI karena kasus menempatan TKI pada pengguna perseorangan di Jeddah.
Banyaknya PPTKIS yang mengirimkan TKI secara illegal atau unprocedure berakibat pada jaminaan keselamatan TKI itu sendiri. Pengiriman TKI unprocedural dilakukan oleh PPTKIS yang mengirimkan tenaga kerja domestic dan unskill. Akibatnya, banyak kasus penganiayaan, tidak berupah, bahkan TKI Indonesia menerima sanksi hukuman mati seperti kasus yang dialami oleh Siti Zaenab dan Karni Tarsim yang akhirnya dieksekusi mati oleh otoritas Arab Saudi.
Kedua, faktor eksternal yaitu keseluruhan faktor yang ada di luar organisasi yang dapat mempengaruhi organisasi atau kegiatan organisasi. Beberapa faktor eksternal tersebut antara lain politik, hukum, kebudayaan, teknologi, sumber alam dan sebagaimnya. Penyebab berasal dari luar lingkungan dan organisasi bersifat responsive terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya.
Dari adanya perubahan yang terjadi di dalam pengiriman dan penempatan tenaga kerja Indonesia, faktor luar yang mempengaruhi adalah bagaimana keadilan atau hukum yang berlaku di daerah Timur Tengah. Jika kita melihat kasus yang dialami oleh Siti Zaenab TKI asal Bangkalan yang dieksekusi mati atas perkara pembunuhan terhadap majikan perempuannya yang terjadi tahun 2015 lalu.
Kronologinya, Zaenab mengatakan tidak kerasan bekerja di Arab Saudi dan ingin pulang pada Hari Raya Idul Fitri pada 1998 karena sering dianiaya oleh majikannya. Lantas terjadilah naas tersebut, saat hendak salat Subuh, dia memasak air di dapur. Lalu, majikan perempuannya memukul kepala, menjambak dan mencekik lehernya. Kemudian, dalam keadaan kesusahan dan kesakitan, Siti mencari pisau dan menusuk perut majikannya.
Siti Zaenab kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999. Setelah melalui rangkaian proses huku. Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati qisas kepada Siti Zaenab. Dengan jatuhnya keputusan qisas tersebut maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Namun, pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil baligh.
Pada 2013, setelah dinyatakan akil baligh, Walid bin Abdullah telah menyampaikan kepada Pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Siti Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun 2013. Perlindungan WNI di luar negeri, termasuk WNI yang menghadapi masalah hukum, merupakan prioritas Pemerintah Indonesia. Dari sejak awal, pemerintah telah berjuang untuk mendampingi  Zaenab dan memohonkan pengampunan dari keluarga.
Adapun dalam langkah diplomatik, tiga Presiden Indonesia, yakni mendiang Abdurrahman Wahid (2000), SBY (2011), dan Joko Widodo (2015) telah mengirimkan surat resmi kepada Raja Saudi. Surat itu berisi permohonan agar Raja Arab Saudi memberi pemaafan kepada WNI. Tetapi, hasilnya pun nihil. Upaya terakhir pemerintah Indonesia dengan kunjungan pada 24-25 Maret 2015. Pemerintah Indonesia menawarkan pembayaran diyat atau uang darah melalui Lembaga Pemaafan Madinah sebesar 600 ribu riyal Arab Saudi atau sekitar Rp 2 miliar. Namun, tawaran tersebut tetap ditolak oleh ahli waris korban. Tidak ada pemaafan dari ahli waris sehingga eksekusi mati diberikan kepada Zaenab.
Sejak Januari 2015 hingga saat ini, pemerintah Arab Saudi telah menghukum mati 59 orang, dengan 35 orang di antaranya merupakan warga Arab Saudi dan 25 orang lainnya merupakan warga negara asing. Hukuman mati dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan dan narkoba.
Hukum qisas masih berlaku di negara Timur Tengah khususnya Arab Saudi. Hukum Qisas dalam hukum islam yang berarti pembalasan (memberi hukuman yang setimpal), mirip dengan istilah "hutang nyawa dibayar nyawa". Dalam kasus pembunuhan, hukum qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh.

Hukuman mati yang menimpa Siti Zaenab menjadi pukulan bagi pemerintah Indonesia, dimana posisi hukum Indonesia sangant lemah dalam melindungi dan mempertahankan hak dan status warga negaranya. Oleh karena itu, keputusan untuk menghentikan dan melarang penempatan dan pengiriman TKI di Timur Tengah secara perseorangan adalah perubahan yang transformational untuk meminimalisir kasus ketidakadilan yang diterima oleh TKI Indonesia di Timur Tengah.


No comments:

Post a Comment