Titik kumpul semua peserta Trip adalah di Dermaga Muara Kamal di Jakarta Utara. Dari Jakarta Pusat kita bisa menggunakan transportasi umum Busway atau KRL. Dari Busway UI Salemba kita transit di Halte Harmoni, kemudian mengambil rute Busway Halte Rawa Buaya. Setalah sampai di Rawa Buaya banyak angkot menuju Dermaga. Sedangkan jika via KRL, semua rute menuju Stasiun Jakarta Kota kemudian menggunakan angkot.
Pertama kali singgah di Dermaga Muara Kamal. Tempat ini juga digunakan untuk tempat pelelangan Iklan. Berbeda dengan Muara Angke, Muara Kamal lebih kecil. Seperti tidak terawat, tempat ini lebih kotor dan bau daripada Muara Angke.
Pulau Kelor
Setelah registrasi, kemudian aku naik kapal kayu yang diisi sekitar 30 orang. Dari awal berangkat sudah terasa bagaimana hawa panas menyertai perjalanan selama liburan. Dari Muara Kamal menggunakan perahu kayu kami menuju desnitasi pertama yaitu Pantai Kelor, jarak tempuh kira-kira 30 menit. Tiba disana tujuan pertama memang untuk berfoto. Cuaca yang begitu panas dan sama sekali tidak ada angin, bagi saya itu hal yang menjenuhkan., hehe. Namun untuk suasana pulau dan air terlihat bersih. Sekitar 1 jam 30 menit kami diberikan waktu panitia untuk berkeliling, melihat-lihat pulau dan mengabadikan moment.
Pulau kelor sangat kecil namun pulau ini menyimpan banyak sejarah pada masa Belanda. Salah satu peninggalan sejarahnya yaitu Benteng Martelo yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. Benteng martelo juga merupakan salah satu pesona Pulau Kelor yang sudah terlihat dari kejauhan kalau kita ingin berkunjung kesana.
Benteng Martelo merupakan benteng yang dibuat melingkar 360 derajat. Benteng ini adalah benteng yang dibangun VOC untuk menghalau serangan musuh pada abad ke-17. Benteng Martelo terbuat dari batu bata merah yang kokoh. Meski pernah porak poranda akibat tsunami karena letusan gunung krakatau pada tahun 1883, namun sisa-sisa benteng ini masih sangat eksotis dan sangat mengagumkan.
Sepertinya pemerintah DKI Jakarta mulai membenahi pulau ini terlihat ada beberapa bangunan fasilitas yang masih baru seperti tempat berganti pakaian, jalan, kantin, tempat istirahat untuk memudahkan dan memberikan kenyamanan bagi pengunjugng.
Destinasi wisata kedua adalah Pulau Onrust. Jarak tempuh dari Pulau Kelor menuju Pulau Unrust sekitar 10 menit. Berbeda dengan pulau Kelor yang sangat kecil, Pulau Onrust cukup luas dengan berbagai bangunan gedung kuno yang telah dirobohkan. Jika pulau Kelor menyimpan pemandangan air laut dan pasir putih yang indah, Pulau Onrust menyimpan sejarah kuno yang sedikit mengerikan. Kenapa demikian? Menurut sejarah, pulau ini merupakan tempat sanarotium TBC danpusat karantina jemaah haji yang baru pulang dari Mekah.
Ketika disana aku tidak banyak berkelilinng, feeling pertama pulau ini memang terasa seram meskipun kita disana saat siang bolong. Disana banyak sekali sisa-sisa bangunan seperti runtuhan rumah-rumah yang tidak digunakan, beton-beton. Disetiap jalanan ada pohon-pohon besar seperti pohon beringin, pohon cemara, hingga pohon saga yang biji-bijinya digunakan dalam film horor "Pengabdi Setan" Nah lo gimna gak makin horor.hehe.
Dalam sejarah, pulau Onrust dahulunya adalah tempat karantina bagi warga Indonesia yang baru menunaikan ibadah haji. Namun saat itu pemerintah Hindia-Belanda khawatir jika jemaah haji Indonesia membawa virus TBC. Selain itu, pemerintah Hinda-Belanda juga takut jika jemaah haji yang baru pulang akan membawa pengaruh buruk bagi pihak Belanda.
Pada tahun 1933, kabarnya pulau Onrust mulai beralih fungsi menjadi tempat tahanan bagi para pemberontak serta orang-orang yang dianggap berpengaruh bagi warga Indonesia. Tak hanya itu, pada masa penjajahan Jepang yang tergolong cukup singkat pulau ini menjadi tempat eksekusi bagi para tawanan yang dianggap berkhianat terhadap kekaisaran Jepang. Hal itu bisa dibuktikan dengan banyaknya makam kuno yang tak bernama di pulau Onrust.
Dua jam waktu yang diberikan oleh panitia untuk berkeliling dan berfoto bagiku waktu yang cukup lama dan membosankan berada di Pulau ini. Pemandangan air laut tidak begitu bagus, banyak sampah terapung mengotori air laut di dermaga Pulau. Hawa panas juga masih sangat terasa.
Pulau Cipir
Pulau Cipir sebagai destinasi pulau terakhir yang kami kunjungi. Jarak tempuh Pulau Onrust ke Pulau Cipir sekitar 30 menit. Tidak berbeda jauh dengan Pulau Onrust, Pulau Cipir memiliki sejarah yang tidak jauh berbeda dengan Pulau Onrust. Tiba di Pulau Cipir sekitar pukul 15.00 sudah menjelang sore. Suasana cukup enak dan sejuk berbeda dengan kedua pulau yang kami kunjungi ketika matahari masih begitu terik.
Berkeliling di Pulau Cipir kita akan melihat sisa-sisa puing-puing yang menghubungkan Pulau Cipir ke Pulau Onrust dan Pulau Cipir, karena dahulu ketiga Pulau ini sambung-menyambung. Bangunan-bangunan sejarah lama masih lama. Pulau Cipir merupakan lahan bekas rumah sakit untuk perawatan dan karantina penyakit menular bagi para jemaah haji pada tahun 1911-1933, Pulau Onrust dan Cipir dipergunakan sebagai pusat karantina haji. Para jemaah seluruh Indonesia yang ingin naik haji dipusatkan dahulu di sini.
Menghabiskan waktu hingga matahari tenggelam di ufuk timur buat aku yang sedari awal cukup jenuh dengan liburan dengan terjadwal dan banyak banget orang terasa amat lama menunggu acara puncak yaitu Pesta Lampion sebelum kembali ke Jakarta.
Manurutku liburan seperti ini kita tidak bisa puas menikmati, karena kita harus mengikuti jadwal panitia dan dengan peserta yang cukup banyak masing-masing punya acara sendiri membuat satu sama lain saling menunggu untuk berkumpul. Tapi dengan harga ekonomis menjelajahi tiga pulau bagi kami yang tinggal di Jakarta adalah liburan yang cukup istimewa meskipun menjenuhkan. Melihat lautan yang luas meskipun panas, capek karena harus naik turun berpindah dari satu pulau ke pulau lain dengan perahu kayu.
Jakarta, 14 November 2017
Gallery
No comments:
Post a Comment