Alhamdulillah, tahun 2024 saya diberi rezeki menjadi pelayan tamu Allah sebagai anggota PPIH Arab Saudi. Saya bertugas di Sektor 9 Misfalah, Makkah, sebagai pelayan konsumsi. Nikmat yang luar biasa: melayani tamu Allah sekaligus melaksanakan ibadah haji di tengah tugas yang berat.
Setelah jamaah gelombang kedua mulai meninggalkan Makkah menuju Madinah, saya dan teman-teman merencanakan kunjungan ke tempat bersejarah bagi umat Islam, yakni Gua Hira. Tempat ini adalah lokasi pertama turunnya wahyu kepada Rasulullah. Perasaan antusias dan penasaran luar biasa mengiringi langkah kami. Jantung berdetak kencang, dan salawat terus terucap sepanjang perjalanan.
Dari Misfalah Menuju Jabal Nur
Kami sepakat berangkat tengah malam ke Jabal Nur dengan beberapa alasan. Pertama, pukul 07.00 WAS kami harus mengikuti apel sehingga tidak mungkin meninggalkan tugas. Kedua, perjalanan ke puncak Jabal Nur cukup berat dan jauh. Kami juga ingin melaksanakan salat subuh di Gua Hira. Selain itu, dini hari lebih sepi dari keramaian jamaah, mengingat musim haji ini jutaan orang dari berbagai negara ingin berkunjung ke sana.
Gua Hira terletak di puncak Jabal Nur, sekitar 4 kilometer dari Masjidil Haram. Dari Misfalah, kami hanya memerlukan 30 menit perjalanan dengan mobil kantor menuju kawasan parkir Jabal Nur. Dari sana, jamaah harus berjalan kaki sekitar 200 meter menuju titik awal pendakian. Dalam gelapnya malam, kami menyusuri jalan yang sepi, dengan pertokoan masih tutup dan lampu-lampu rumah belum menyala.
Mendaki Gunung Batu
Mendaki gunung tentu tidak mudah dan membutuhkan fisik yang kuat. Jabal Nur adalah gunung batu, berbeda dengan gunung di Indonesia yang cenderung sejuk dengan pepohonan rindang. Jabal Nur memiliki ketinggian 640 meter dengan kemiringan jalur pendakian antara 45 hingga 70 derajat.
Pendakian dimulai dari pos awal, yang ditandai dengan sebuah toko kecil menjual makanan serta poster sejarah Jabal Nur. Tangga pendakian beralaskan batu, tidak rata, berkelok, dan cukup curam. Jarak dari tangga pertama hingga puncak hanya sekitar 600 meter, tetapi kemiringannya membuat napas terasa berat.
Dalam kondisi minim pencahayaan, kami menggunakan senter ponsel untuk melihat medan yang dipenuhi bebatuan dan pasir. Tidak semua tangga memiliki pembatas, sehingga kami harus sangat berhati-hati. Dengan langkah santai dan beberapa kali berhenti untuk istirahat, kami membutuhkan waktu sekitar 1,5 hingga 2 jam untuk mencapai puncak.
Gua Hira: Jejak Perjuangan Rasulullah
Setibanya di puncak Jabal Nur, Gua Hira tidak langsung terlihat. Gua tersebut berada di balik puncak, sehingga masih ada jalan curam dan sempit yang harus dilalui. Untuk masuk ke lokasi, kami melewati celah sempit di antara bebatuan.
Di mulut Gua, kami mendapati beberapa jamaah dari negara lain sedang bergantian salat. Suasananya masih cukup sepi. Dengan rasa haru, kami mengantre untuk melaksanakan salat hajat di dalam Gua Hira yang sempit, berukuran panjang 3,7 meter dan lebar 1,6 meter. Air mata menetes saat salat dan berdoa di tempat mulia ini. Saya merenungkan perjuangan Rasulullah yang menerima wahyu pertama, yaitu Surat Al-‘Alaq ayat 1-5.
Setelah selesai berdoa, mendekati waktu subuh, jamaah mulai berdatangan. Kami melaksanakan salat subuh berjamaah di puncak Jabal Nur. Suasana khusyuk terasa luar biasa meskipun ramai pengunjung.
![]() |
Gua Hira |
Perjalanan turun gunung terasa lebih cepat dibanding mendaki. Kami menuruni anak tangga dengan hati-hati hingga kembali ke pos awal sekitar pukul 05.30 WAS. Banyak jamaah baru tiba saat itu. Jika ingin berkunjung ke Gua Hira, saya sarankan berangkat tengah malam. Selain lebih sepi, cuaca pun lebih nyaman dibanding pagi atau siang hari yang cenderung panas dan ramai pengunjung.
*Catatan Satgas Jamarat. PPIH Arab Saudi*
MAkkah, 10 Juli 2024