Saturday, 22 November 2014

Kisah Muallaf


David Ricardo, 29, Surabaya, Mantan Pemeluk Protestan

Memeluk Islam
Sembunyi-Sembunyi

Meskipun sampai saat ini ibuku tidak mengetahui bahwa anaknya telah menjadi seorang muslim. Dukungan secara sembunyi-sembunyi dari ayah dan sahabat memberikan semangat dan kemantaban hatiku untuk terus beribadah di jalan agama Allah Swt.

Pembaca yang dirahmati oleh Allah Swt, perkenalkan nama saya David Ricardo, biasa disapa dengan David, umur 29 tahun. Dulu saya seorang penganut Kristen Protestan, bulan Juli 2014 menjadi peristiwa terpenting bagi hidup saja. Tepatnya, H-1 sebelum perayaan Hari Raya Idul Fitri saya berikrar, menjadi seorang muallaf.

Proses perpindahan keyakinan saya membutuhkan proses yang panjang. Sebelumnya saya ragu dengan pilihan yang saya ambil ini. Sempat beberapa kali saya datang ke masjid Al Falah, Surabaya untuk bertanya tentang Islam. Namun hidayah tersbut nampaknya belum datang. Saya masih tetap menjadi umat nasrani. Hingga akhrinya, keputusan dan keyakinan itu benar-benar mantab ketika seluruh umat muslim di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa beberapa waktu lalu.

Berbeda dengan kisah spiritual yang dialami oleh beberapa muallaf lainnya, yang diberi hidayah melalui mimpi atau hal-hal yang tidak bisa dirasionalkan dengan akal fikiran. Bagi saya, hidayah dan kemantaban batin itu datang dari lingkungan dan orang-orang terdekat saya.
Foto: David Ricardo

Dukungan Orang Terdekat
Kehidupan saya dikelilingi dengan orang-orang muslim. Saya hidup dengan kluarga yang plural. Ayah saya adalah seorang muslim, sedangkan ibu dan adik saya seorang nasrani. Sejauh saya hidup di keluarga ini, toleransi tinggi selalu mereka junjung. Ketika perayaan Idul Fitri kami pun merayakan, begitu sebaliknya saat perayaan Natal, kami pun merayakannya bersama-sama.

Sejauh itu, sejak kecil sampai dewasa, ayah yang notabene seorang muslim tidak pernah memberikan ajaran tentang Islam kepadaku. Entah perjanjian apa yang sudah orangtuaku buat dulu, aku dan adikku sama-sama menganut agama ibu. Tak satupun dari kami yang ikut agama ayah.

Namun, suatu ketika saat aku berbincang santai dengan ayah. Ia sempat berkata kepadaku. Ia ingin anaknya masuk Islam, memeluk agama Ayah. Karena jika suatu saat nanti ia meninggal, ia ingin putra-putrinya mendoakannya. Hatiku tersentuh mendengar ucapan ayah, selama ini berpuluh-puluh tahun, ia tidak pernah mengutarakan keinginannya, bahwa ia menghendaki anaknya memeluk agama Allah Swt.

Selain ayah yang menjadi motivasiku berpindah keyakinan. Saya mempunyai seorang sahabat muslim. Saat kami bermain bersama ia selalu mengatakan kapan kamu menjadi orang Islam?. Sebelum saya berikrar, ajaran agama Islam banyak saya dapat darinya. Ayah tidak pernah memberikanku pengetahuan tentang Islam, karena ibuku adalah seorang nasrani yang taat. Ia tidak ingin anaknya berpindah dari agamanya. Ayah lebih baik memilih dan terus menghormati keputusan ini.

Aku melihat, Islam itu unik dan begitu detait. Diawal aku merasa tidak sanggup menjalaninya. Islam dengan berbagai rutinitas ibadah yang tidak pernah terhenti. Sempat terbesit dalam hati, aku saya seorang nasrani jarang beribadah, padahal itu hanya seminggu sekali. Di agama Islam hampir tiap hari melakukan ibadah sholat apakah aku sanggup?.
Saya pun mulai mencari tahu tentang ibadah-ibadah agama Islam melalui internet. Aku melihat beberapa video seperti Hj. Irene Handoyo, seorang biarawati. Beliau juga memberikan inspirasi bagi saya.

Sembunyi-sembunyi
Menjadi seorang muslim sejati tidaklah mudah, saya mulai belajar agama Allah Swt. Sehari setelah berikrar, esoknya saya langsung membeli perlengkapan untuk sholat idul fitri. Layaknya seorang anak kecil, perasaan tiada tara aku rasakan saat mengenakan pakaian serba baru cirri khas umat Islam ini seperti sarung, baju kokoh dan peci. Aku pun segera berzakat.
Orang yang pertama kali mendengar bahwa aku resmi menjadi muslim adalah temanku, ia berucap syukur, akhirnya sahabatnya perpindah kejalan Allah Swt. Kemudian, kabar ini kusampaikan kepada Ayah. Namun, sampai saat ini ibu dan adikku tidak pernah mengetahuinya. Kami tidak ingin ada kesalah pahaman yang terjadi pada keluarga kami. Kuserahkan segalanya kepada Allah Swt. Yang harus saya lakukan saat ini adalah berusaha menjadi seorang muslim yang baik. Selama masih hidup, saya ingin terus beribadah dan belajar tentang Islam yang sebenarnya. (Tulisan ini juga bisa dibaca di Tabloid NURANi)



No comments:

Post a Comment