Saturday, 26 April 2014

Ki Subur Dalang Wayang Potehi Sidoarjo




Susah Mencari Generasi Penerus Yang Cinta Kebudayaan

Sejak umur 12 tahun Sugiyo Waluyo alias Ki Subur sudah pandai memainkan wayang potehi. Meskipun seorang muslim dan keturunan Jawa. Kesenian asal Tiongkok ini mampu ia kuasai. Profesinya sebagai dalang wayang potehi sudah melalang buana di tanah Jawa.

Wayang potehi berasal dari kata po (kain), te (kantong), dan hi (boneka). Potehi berarti boneka kantong yang terbuat dari kain. Hampir 42 tahun Ki Subur menggeluti kesenian ini.

Semasa kecil, Ki Subur selalu menjadi menikmat wayang potehi yang dimainkan di Kelenteng Hong Tiek Hian di Jalan Dukuh, Surabaya. Setiap hari kelenteng tersebut menyajikan pelbagai cerita wayang potehi. Dari sanalah awal mula Ki subur kecil mulai menggeluti kesenian asal Tiongkok ini.

 "Karena kelenteng tepat di depan rumah saya. Otomatis kalau ada pertunjukan saya hadir," jelasnya saat saya temui di Kelenteng Tjong Hok Kiong, Jalan Hang Tuah Sidoarjo.

Tidak ada larangan orang muslim memainkan kesenian etnis Konghuchu ini. Semua bebas belajar. Menurut Ki Subur, dulu pertunjukkan wayang titi (sebutan wayang potehi bagi orang awam) menggunakan dialog mandarin. Karena takut ada bumbu-bumbu politik di dalamnya. Dan orang Indonesia masih banyak yang tidak faham bahasa Mandarin. Untuk penampilan di Indoesia menggunakan bahasa setempat, terkadang juga menggunakan bahasa Jawa.
 "Kecuali suluk pedalangan sebagai ciri khas selalu menggunakan bahasa Mandarin," imbuh laki-laki 52 tahun ini.

Dalam pewayangan potehi tidak berbeda jauh dengan wayang kulit atau yang lainnya. Banyak menceritakan sejarah .Potehi menceritakan tentang kerajaan dinasti Cina. Mulai dari pemberontakan seorang rakyat terhadap raja, kisah percintaan dan keagamaan. Sewaktu pentas permainan ini diiringi oleh lagu-lagu Tiongkok.
                Ki Subur dengan 2 lakon dalam cerita Sun Go Kong (Kera Sakti)


Pargelaran Wayang Potehi berbeda dengan pewayangan Jawa yang hanya semalam suntuk selesai. Wayang potehi ditampilkan lebih dari sehari, bahkan sampai dua bulan lamanya. "Wayang potehi ini seperti cerita Sun Go Kong yang ada di televisi. ceritanya bersambung dan panjang. Satu hari empat jam permainannya," kata Ki Subur.

Menurut Subur, wayang potehi sudah banyak dikenal masyarakat. Tidak hanya orang Tionghoa masyarakat pribumi (Jawa) pun mulai tertarik dengan pewayangan cina ini. Akan tetapi menurut laki-laki kelahiran 17 Mei 1962,mereka hanya sekadar ingin tahu, tidak ingin belajar. Sehingga untuk kaderisasi cukup sulit. "Dalang di Sidoarjo ya cuma saya seorang," katanya.

Untuk menjadi dalang tidaklah sulit. Yang harus dikuasai adalah suara. Minimal empat atau lima karakter suara harus dikuasai. Kemudian penjiwaan karakter dan mengerti alur ceritanya. "Suara anak-anak, laki-laki, perempuan. Dan cerita kerajaan Cina ini berjilid-jilid bukunya. Sangat banyak." jelas bapak empat orang anak ini.

Saat ini Ki subur mulai menularkan bakat ndalangnya kepada putranya. Tidak banyak anak muda yang cinta dengan kebudayaan. Apalagi hal tersebut tidak menjanjikan apa-apa. "Profesi sebagai dalang wayang kerjaanya pasa ada perayaan saja. Seperti perayaan Imlek baru ramai panggilan," ungkap Ki Subur.









No comments:

Post a Comment