Sejak
umur 12 tahun Sugiyo Waluyo alias Ki Subur sudah pandai memainkan wayang
potehi. Meskipun seorang muslim dan keturunan Jawa. Kesenian asal Tiongkok ini
mampu ia kuasai. Profesinya sebagai dalang wayang potehi sudah melalang buana
di tanah Jawa.
Wayang
potehi berasal dari kata po (kain), te (kantong), dan hi
(boneka). Potehi berarti boneka kantong yang terbuat dari kain. Hampir 42 tahun
Ki Subur menggeluti kesenian ini.
Semasa
kecil, Ki Subur selalu menjadi menikmat wayang potehi yang dimainkan di Kelenteng
Hong Tiek Hian di Jalan Dukuh, Surabaya. Setiap hari kelenteng tersebut
menyajikan pelbagai cerita wayang potehi. Dari sanalah awal mula Ki subur kecil
mulai menggeluti kesenian asal Tiongkok ini.
"Karena kelenteng tepat di
depan rumah saya. Otomatis kalau ada pertunjukan saya hadir," jelasnya
saat saya temui di Kelenteng Tjong Hok Kiong, Jalan Hang Tuah
Sidoarjo.
Tidak
ada larangan orang muslim memainkan kesenian etnis Konghuchu ini. Semua bebas
belajar. Menurut Ki Subur, dulu pertunjukkan wayang titi (sebutan wayang potehi
bagi orang awam) menggunakan dialog mandarin. Karena takut ada bumbu-bumbu
politik di dalamnya. Dan orang Indonesia masih banyak yang tidak faham bahasa
Mandarin. Untuk penampilan di Indoesia menggunakan bahasa setempat, terkadang
juga menggunakan bahasa Jawa.
"Kecuali suluk pedalangan sebagai ciri khas
selalu menggunakan bahasa Mandarin," imbuh laki-laki 52 tahun ini.
Dalam
pewayangan potehi tidak berbeda jauh dengan wayang kulit atau yang lainnya. Banyak
menceritakan sejarah .Potehi menceritakan tentang kerajaan dinasti Cina. Mulai
dari pemberontakan seorang rakyat terhadap raja, kisah percintaan dan
keagamaan. Sewaktu pentas permainan ini diiringi oleh lagu-lagu Tiongkok.
Ki Subur dengan 2 lakon dalam cerita Sun Go Kong (Kera Sakti)
Pargelaran
Wayang Potehi berbeda dengan pewayangan Jawa yang hanya semalam suntuk selesai.
Wayang potehi ditampilkan lebih dari sehari, bahkan sampai dua bulan lamanya.
"Wayang potehi ini seperti cerita Sun Go Kong yang ada di televisi.
ceritanya bersambung dan panjang. Satu hari empat jam permainannya," kata
Ki Subur.
Menurut
Subur, wayang potehi sudah banyak dikenal masyarakat. Tidak hanya orang
Tionghoa masyarakat pribumi (Jawa) pun mulai tertarik dengan pewayangan cina
ini. Akan tetapi menurut laki-laki kelahiran 17 Mei 1962,mereka hanya sekadar
ingin tahu, tidak ingin belajar. Sehingga untuk kaderisasi cukup sulit.
"Dalang di Sidoarjo ya cuma saya seorang," katanya.
Untuk
menjadi dalang tidaklah sulit. Yang harus dikuasai adalah suara. Minimal empat
atau lima karakter suara harus dikuasai. Kemudian penjiwaan karakter dan
mengerti alur ceritanya. "Suara anak-anak, laki-laki, perempuan. Dan
cerita kerajaan Cina ini berjilid-jilid bukunya. Sangat banyak." jelas
bapak empat orang anak ini.
Saat
ini Ki subur mulai menularkan bakat ndalangnya kepada putranya. Tidak
banyak anak muda yang cinta dengan kebudayaan. Apalagi hal tersebut tidak
menjanjikan apa-apa. "Profesi sebagai dalang wayang kerjaanya pasa ada
perayaan saja. Seperti perayaan Imlek baru ramai panggilan," ungkap Ki
Subur.
No comments:
Post a Comment