Bakar Uang Uangan dan Membuat Makanan Kesukaan Almarhum
Sejumlah umat
Tionghoa di Sidoarjo rayakan tradisi Ceng Beng atau yang sering disebut Qing
Ming. Hari raya umat
konghuchu ini bertepatan pada tanggal 5 dan 6 April sesuai dengan hitungan peredaran
bulan. Akan tetapi perayaan bisa
dilakukan 15 hari sesudah dan sebelum tanggal perayaan.
Tradisi Ceng Beng merupakan kegiatan berziarah ke
makam keluarga, tabur bunga, dan saudara
atau orang lain yang semasa hidupnya telah berjasa di kehidupan seseorang. Ziarah ini merupakan bentuk penghormatan
kepada para leluhur. Dengan membawa dupa, uang kertas emas (jinpok) yang
ditujukan kepada penjaga kubur, uang kertas perak (yinpok) untuk almarhum
sendiri dan lilin penerangan.
Uang-uangan tersebut
dibakar di tempat pusara, sebagai bentuk shodaqoh atas nama leluhur yang telah
meninggal. Sedangkan lilin-lilin dimaksudkan untuk menerangi pusara.
Warga Thionghoa berziarah di Makam Saudaranya di Pemakaman Ds.Banjarbendo-Sidoarjo
Menurut Nugroho
seorang rohaniawan budha yang tinggal di Pondok Jati X-8, makna Ceng Beng bagi
umat Budha merupakan sebagai kepercayaan dan tdisi yang penting bagi umat Budha
sebagai dharma. Dharma tersbut adalah menghargai almarhumah yang banyak berjasa dan berhubungan karma.
“Pembantu rumah tangga yang telah berjasa kepada keluarga kita sebelum
meninggal, wajib kita berziarah mendarangi makamnya,” jelasnya.
Nugroho menambahkan,
Ceng Beng sama dengan tahun barunya orang mati.
Karena saat perayaan ini semua hal yang berhubungan dengan almarhum
didatangkan di tengah-tengah keluarga. Hal ini bukan berarti orang yang mati
hidup kembali. “Kita membuat makanan
kesukaan almarhum, setelah berdoa kita makan bersama makanan tersebut untuk merukunkan keluarga,” imbuhnya
Masih menurut
Nugroho, untuk saat ini keberadaan umat budha di Sidoarjo sudah banyak, akan
tetapi tempat beribadah masih belum ada. Sehingga saat Ceng Beng seperti ini
harus pergi kerumah-rumah. Sembahyang juga dilakukan di rumah. “Harus berkunjung kerumah-rumah, baru setekah
itu pergi tabur bunga ke makam.
Di tempat lain, pemakaman
etnis Tionghoa yang terletak di RT 02 RW 01 Dukuh Banjar Bendo terlihat bersih
dan rapi. Beberapa warga Konghuchu berziarah makan keluarga mereka. Makam seluas 10 hektar ini tidak semua makam di datangi
oleh keluarganya. Karena banyak etnis Tionghoa yang pindah ke agama lain.
“Kalau dulu masih ramai, sekarang banyak yang pindah ke gereja,” ujar Lidya,
warga Surabaya yang sedang berziarah.
No comments:
Post a Comment