Wednesday, 9 April 2014

Perayaan Qing Ming (Ceng Beng) Etnis Thionghoa



 Bakar Uang Uangan dan Membuat Makanan Kesukaan Almarhum

Sejumlah umat Tionghoa di Sidoarjo rayakan tradisi Ceng Beng atau yang sering disebut Qing Ming. Hari raya umat konghuchu ini bertepatan pada tanggal 5 dan 6 April sesuai dengan hitungan peredaran bulan.  Akan tetapi perayaan bisa dilakukan 15 hari sesudah dan sebelum tanggal perayaan.

Tradisi  Ceng Beng merupakan kegiatan berziarah ke makam keluarga, tabur bunga, dan  saudara atau orang lain yang semasa hidupnya telah berjasa di kehidupan seseorang.  Ziarah ini merupakan bentuk penghormatan kepada para leluhur. Dengan membawa dupa, uang kertas emas (jinpok) yang ditujukan kepada penjaga kubur, uang kertas perak (yinpok) untuk almarhum sendiri dan lilin penerangan.

Uang-uangan tersebut dibakar di tempat pusara, sebagai bentuk shodaqoh atas nama leluhur yang telah meninggal. Sedangkan lilin-lilin dimaksudkan untuk menerangi pusara.

Warga Thionghoa berziarah di Makam Saudaranya di Pemakaman Ds.Banjarbendo-Sidoarjo

Menurut Nugroho seorang rohaniawan budha yang tinggal di Pondok Jati X-8, makna Ceng Beng bagi umat Budha merupakan sebagai kepercayaan dan tdisi yang penting bagi umat Budha sebagai dharma. Dharma tersbut adalah menghargai almarhumah yang  banyak berjasa dan berhubungan karma. “Pembantu rumah tangga yang telah berjasa kepada keluarga kita sebelum meninggal, wajib kita berziarah mendarangi makamnya,” jelasnya.

Nugroho menambahkan, Ceng Beng sama dengan tahun barunya orang mati.  Karena saat perayaan ini semua hal yang berhubungan dengan almarhum didatangkan di tengah-tengah keluarga. Hal ini bukan berarti orang yang mati hidup kembali. “Kita membuat makanan kesukaan almarhum, setelah berdoa kita makan bersama  makanan tersebut untuk merukunkan keluarga,” imbuhnya

Masih menurut Nugroho, untuk saat ini keberadaan umat budha di Sidoarjo sudah banyak, akan tetapi tempat beribadah masih belum ada. Sehingga saat Ceng Beng seperti ini harus pergi kerumah-rumah.  Sembahyang  juga dilakukan di rumah.  “Harus berkunjung kerumah-rumah, baru setekah itu pergi tabur bunga ke makam.

Di tempat lain, pemakaman etnis Tionghoa yang terletak di RT 02 RW 01 Dukuh Banjar Bendo terlihat bersih dan rapi. Beberapa warga Konghuchu berziarah makan keluarga  mereka. Makam seluas  10 hektar ini tidak semua makam di datangi oleh keluarganya. Karena banyak etnis Tionghoa yang pindah ke agama lain. “Kalau dulu masih ramai, sekarang banyak yang pindah ke gereja,” ujar Lidya, warga Surabaya yang sedang berziarah.

No comments:

Post a Comment