Saturday, 26 April 2014

Mbah Yazi Pecinta Sepeda Onthel



            Sehat Karena Aktivitas Sepeda Onthel

“Sepeda Onthel adalah belajahan jiwa kedua saya setelah almarhum istri saya. Saya sakit apabila tidak bisa mengikuti event sepeda onthel,” kata Mbah Yazi saat saya kunjungi di rumahnya.

Laki-laki 63 tahun ini saat masih muda sudah mencintai aktivitas onthel. Hal ini dikarenakan tidak mempunyai kendaraan selain sepeda tua warisan orangtuanya, ia pun menggunakan sepeda ini untuk pergi bekerja. Dari sana Yaji sapaan akrab Jadji gemar mengoleksi sepeda tua.
“Tahun 1972 saat saya bekerja sebagai tukang kebun di SMKN 2 Buduran. Kemana-mana menggunakan sepeda ini,” ungkap Yaji sembari menunjukkan sepeda model kokot di rumahnya.

Tahun 2009 laki-laki kelahiran  18 Agustus 1951 ini bergabung dengan komunitas Repoeblik Oenthel Sidoarjo (ROS) dan Komunitas Onthel Sepeda Tua Indonesia (KOSTIi ). Dari sana pengalaman keliling daerah Jawa Timur  menggunakan sepeda tua sudah ia taklukkan bersama rekan komunitasnya. “Kalau luar pulau paling jauh Bali” kata Yaji yang baru saja mengikuti kongres KOSTI III di Denpasar Februari 2014.
Sempat ditentang oleh keluarga dengan mengoleksi sepeda tua.



 Bapak tiga anak ini tidak pernah mengindahkan protes dari anak-anaknya tersebut. Bagi laki-laki kelahiran Malang ini sepeda onthel adalah bagian dari hidupnya. Menurut Yaji, dengan bersepeda seperti dunia ini miliknya. Mengayuh sepeda dengan santai, tanpa tergesa-gesa, dan bisa menikmati pemandangan di sekeliling jalan. Ditambah banyak teman yang seusianya bersama-sama bersepeda. Memberikan kebahagiaan tersendiri.

“Anak saya nomer tiga protes, buat apa beli sepeda rongsokan. Sepeda motor malah dijual dan diganti dengan sepeda,” cerita Yaji sambil tertawa.

Saat ini ada delapan koleksi sepeda tua di rumahnya, di Jalan Industri No 5, Kecamatan Buduran. Kokot usia depeda yang paling tua tahun 1980, pongres PFB, pongres BB, Herkules, dan sepeda tua untuk kesehatan. Kedelapan sepeda tersebut tidak dibiarkan makrak begitu saja. Ibarat baju, Yaji gunakan secara bergantian setiap hari. “Satu minggu sekali pasti sepeda ini saya gunakan buat jalan-jalan,” katanya.

Pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) Golongan 2 B ini pun mengaku, dibutuhkan biaya yang cukup mahal untuk hobi koleksi sepeda onthel tersebut. Harga sepeda onthel ini cukup mahal, minimal Rp 1,5 juta, itu pun yang paling jelek. Selain itu ketika touring dengan komunitas, biaya harus ditanggung sendiri. Namun, biaya operastional tersebut tidak pernah dipikirkan oleh laki-laki yang juga aktif mendaki gunung ini. “Mending mengeluarkan uang untuk ikut kegiatan sepeda. Daripada tidak ikut dan jatuh sakit biayanya tambah banyak,” kata kakek lima cucu ini.

Pengalaman yang paling berkesan dialami oleh Yazi saat tahun 1992, saat touring di Sumenep. Pulang pergi dari Sidoarjo menggunakan sepeda hingga sampai ke Sumenep. Waktu yang ditempuh selama enam hari dengan jarak 320 km. “Ini pengalaman yang paling capek yang saya alami,” ungkapnya.

Laki-laki yang telah menaklukan berbagai gunung di tanah jawa ini pun, Nopember 2013 pernah peraih Piala Perorangan Terbaik I Sepeda Kuno Perjuangan Tapak Tilas Resolusi Jihad NU Jombang-Surabaya, Museum Nu KOSTI Jawa Timur.

Yaji menambahkan, manfaat  cukup banyak dirasakan olehnya dengan bersepeda diusia manula seperti sekarang. Meskipun sudah tua secara fisik, tapi kesehatan Yazi bisa diacungi jempol. Tidak ada penyakit kronis yang dialaminya. Ini berkat olahraga sepeda onthel yang dijalani secara teratur semasa hidupnya. “Alhamdulilah saya tidak pernah sakit. Paling-paling ya sakit gigi, jadi gigi saya ompong tinggal beberapa,” katanya sambil tertawa.


Mbah Yaji sehat selalu ya.. :)

No comments:

Post a Comment