Sehat Karena Aktivitas Sepeda Onthel
“Sepeda Onthel
adalah belajahan jiwa kedua saya setelah almarhum istri saya. Saya sakit
apabila tidak bisa mengikuti event sepeda onthel,” kata Mbah Yazi saat saya kunjungi di rumahnya.
Laki-laki 63 tahun
ini saat masih muda sudah mencintai aktivitas onthel. Hal ini dikarenakan tidak
mempunyai kendaraan selain sepeda tua warisan orangtuanya, ia pun menggunakan sepeda
ini untuk pergi bekerja. Dari sana Yaji sapaan akrab Jadji gemar mengoleksi
sepeda tua.
“Tahun 1972 saat saya bekerja sebagai tukang kebun di SMKN 2
Buduran. Kemana-mana menggunakan sepeda ini,” ungkap Yaji sembari menunjukkan
sepeda model kokot di rumahnya.
Tahun 2009 laki-laki
kelahiran 18 Agustus 1951 ini bergabung
dengan komunitas Repoeblik Oenthel Sidoarjo (ROS) dan Komunitas Onthel Sepeda
Tua Indonesia (KOSTIi ). Dari sana pengalaman keliling daerah Jawa Timur menggunakan sepeda tua sudah ia taklukkan
bersama rekan komunitasnya. “Kalau luar pulau paling jauh Bali” kata Yaji yang
baru saja mengikuti kongres KOSTI III di Denpasar Februari 2014.
Sempat ditentang
oleh keluarga dengan mengoleksi sepeda tua.
Bapak tiga anak ini tidak pernah
mengindahkan protes dari anak-anaknya tersebut. Bagi laki-laki kelahiran Malang
ini sepeda onthel adalah bagian dari hidupnya. Menurut Yaji, dengan bersepeda
seperti dunia ini miliknya. Mengayuh sepeda dengan santai, tanpa tergesa-gesa,
dan bisa menikmati pemandangan di sekeliling jalan. Ditambah banyak teman yang
seusianya bersama-sama bersepeda. Memberikan kebahagiaan tersendiri.
“Anak saya
nomer tiga protes, buat apa beli sepeda rongsokan. Sepeda motor malah dijual
dan diganti dengan sepeda,” cerita Yaji sambil tertawa.
Saat ini ada delapan
koleksi sepeda tua di rumahnya, di Jalan Industri No 5, Kecamatan Buduran.
Kokot usia depeda yang paling tua tahun 1980, pongres PFB, pongres BB,
Herkules, dan sepeda tua untuk kesehatan. Kedelapan sepeda tersebut tidak
dibiarkan makrak begitu saja. Ibarat baju, Yaji gunakan secara
bergantian setiap hari. “Satu minggu sekali pasti sepeda ini saya gunakan buat
jalan-jalan,” katanya.
Pensiunan pegawai
negeri sipil (PNS) Golongan 2 B ini pun mengaku, dibutuhkan biaya yang cukup
mahal untuk hobi koleksi sepeda onthel tersebut. Harga sepeda onthel ini cukup
mahal, minimal Rp 1,5 juta, itu pun yang paling jelek. Selain itu ketika touring
dengan komunitas, biaya harus ditanggung sendiri. Namun, biaya operastional
tersebut tidak pernah dipikirkan oleh laki-laki yang juga aktif mendaki gunung
ini. “Mending mengeluarkan uang untuk ikut kegiatan sepeda. Daripada tidak ikut
dan jatuh sakit biayanya tambah banyak,” kata kakek lima cucu ini.
Pengalaman yang
paling berkesan dialami oleh Yazi saat tahun 1992, saat touring di Sumenep.
Pulang pergi dari Sidoarjo menggunakan sepeda hingga sampai ke Sumenep. Waktu
yang ditempuh selama enam hari dengan jarak 320 km. “Ini pengalaman yang paling
capek yang saya alami,” ungkapnya.
Laki-laki yang telah
menaklukan berbagai gunung di tanah jawa ini pun, Nopember 2013 pernah peraih
Piala Perorangan Terbaik I Sepeda Kuno Perjuangan Tapak Tilas Resolusi Jihad NU
Jombang-Surabaya, Museum Nu KOSTI Jawa Timur.
Yaji menambahkan, manfaat cukup banyak dirasakan olehnya dengan bersepeda diusia manula seperti sekarang. Meskipun sudah tua secara fisik, tapi kesehatan Yazi bisa diacungi jempol. Tidak ada penyakit kronis yang dialaminya. Ini berkat olahraga sepeda onthel yang dijalani secara teratur semasa hidupnya. “Alhamdulilah saya tidak pernah sakit. Paling-paling ya sakit gigi, jadi gigi saya ompong tinggal beberapa,” katanya sambil tertawa.
Mbah Yaji sehat selalu ya.. :)
No comments:
Post a Comment