Karena
Orangtua
Kami
Berpisah
Rumah tangga yang kami
bangun hampir dua tahun harus kandas ditengah jalan hanya karena ingin
membahagiakan orangtua kami. Aku dan suamiku harus mengambil jalan dengan
sebuah kata perceraian.
Pembaca yang dirahmati oleh Allah. Perkenalkan namaku Nurul Hidayati, usiaku 25
tahun.Aku baru saja bercerai dengan suamiki di pengadilan agama kota Sidoarjo.
Keputusan ini aku ambil demi kebaikan aku, orangtua dan anakku. Jika ada jalan
lain untuk mempersatukan janji suci pernikahan kami, aku memilih hal itu, bukan
sebuah perceraian.
Perkenalanku
dengan Mas Ari, suamiku terjadi ketika kami duduk di bangku kuliah. Saat itu
aku sedang belajar di Akademi kebidanan. Aku dan Mas Ari saling kenal ketika
aku sedang tugas praktek di salah satu rumah sakit angkatan laut. Dan suamiku,
Mas Ari sedang bekerja ditempatkan disana.
Aku
dan Mas Ari menjalin kasih hampir 2 tahun hingga akhirnya kami memutuskan untuk
melanjutkan hubungan yang serius yaitu ke jenjang pernikahan setelah aku lulus
kuliah. Kedua orangtua kami pun memberikan restu atas pernikahan kami. Sebagai
wanita sungguh luar biasa kebahagiaan yang aku rasakan. Menikah dengan
laki-laki pilihanku dan orangtua kami pun menyetujuinya.
Setahun
menikah hubungan kami pun berlangsung bahagia. Kami pun dikaruniai seorang anak
laki-laki yang saat ini berumur 6 bulan. Pertengkaran terkadang menyelimuti
hiruk pikuk keluarga kami, tapi kami pun bisa menyelesaikannya dengan baik.
Orangtua
Ikut Campur
Memasuki
usia kedua pernihakan kami. Keharmonisan keluargaku mulai berkurang. Hal ini
dipicu dari orangtua suamiku, ibu mertuaku. Selama ini hubunganku dnegan ibu
suamiku sangatlah baik.
PErnah
sekali, ibu mertuaku ini terserang penyakit parah. Penyakit kanker yang
diidapnya mengharuskan beliau untuk dirawat di rumah sakit. Hampir dua bulan
aku merawat mertuaku ini, dan pada saat itu suamiku sedang bertugas di luar
daerah.
Entah
mengapa saat sakit, ibu mertuaku berubah. Ia sering memarahiku, memfitnahku di
depan Mas Ari. Padahal selama ia sakit, aku rela meluangkan waktuku untuk menjaga
mertuaku tersebut, namun ia selalu berkata kepada MAs Ari aku sama sekali tidak
pernah menjenguk bahkan merawatnya.
Aku
pun bercerita kepada orantuaku atas tindakan mertuaku. Seabgai orangtua, ibuku
pun marah dengan perlakuan besannya tersbeut, kenapa dia tega memfitnah dan
mengatakan hal yang tidak baik kepada anaknya.
Intervensi
dari orangtuaku pun menyulut amarah di antara hubungan kami berdua. Mas Ari
yang tidak mau orangtuanya disalahkan dan dimarahi, begitupula dengan aku, aku
tidak ingin Mas Ari menyalahkan tindakan ibuku. Berawal dari sinilah hubungan
keluarga kami memburuk. Kedua orangtua kami saling menjelekkan, saling
memfitnah dan saling membenarkan diri. Aku dan Mas Ari pun sempat pisa rumah
beberapa bulan karena masing-masing oranttua kami tidak ingin anaknya terus
disakiti dan disalahkan.
Pisah
Rumah
Semakin
lama kemelut keluarga kami tak kunjung usai. Tidak ada titik temu yang bisa
meredakan amarah orangtua kami. Aku dan Mas Ari pun bingung apa yang harus
dilakukan. kami masih mendahulukan ego masing-masing.
PErnah
suatu kali, saat aku bearda di rumah mertuaku, aku mendengar percakapan, bahwa
Mas Ari diminta untuk menceraikan aku, alasannya sepele karena aku tidak setara
dengan keluargnya. Mendengar hal tersebut hatiku terasa sangat sakit. Perlu
diketahui, selama ini MAs Ari tidak pernah membantah orangtuanya, MAs Ari
adalah seorang anak tunggal. Ia tidak perna menolak permintaan orangtuanya
termasuk menceraikanku.
Lagi-lagi
aku bercerita dengan ibuku, mendengarnya, orangtuakupun tidak terima. Ia juga
mendukung agar aku segera bercerai dengan MAs Ari. Aku bingung apa yang harus
aku lakukan saat itu.
Setelah
hampir setahun dalam kondisi yang sama, aku dan Mas Ari pun sudah pisah rumah,
menenangkan diri mencari solusi apa yang harus diambil. Namun, tidak pernah ada
titik temu.Komunikasi semakin berkurang, aku membesarkan anakku sendirian,
sebulan sekali bahkan hampir beberapa bulan MAs Ari datang menemui anakku.
Melihat
kondisi keluargaku seperti ini, tubuhku pun mulai kurus memikirkan pernikahan
kami. Orangtuaku pun terus mendukung untuk segera bercerai. Dengan perasaan
sedih dan bersalah terhadap anak semata wayangku, aku pun memutuskan untuk
berpisah dengan Mas Ari. Ini semua demi kebahagiaan orangtuaku.(Tulisan ini ditulis untuk rubrik Curhat di Tabloid NURANi)
No comments:
Post a Comment