Saturday, 22 November 2014

Kisah Muallaf


David Ricardo, 29, Surabaya, Mantan Pemeluk Protestan

Memeluk Islam
Sembunyi-Sembunyi

Meskipun sampai saat ini ibuku tidak mengetahui bahwa anaknya telah menjadi seorang muslim. Dukungan secara sembunyi-sembunyi dari ayah dan sahabat memberikan semangat dan kemantaban hatiku untuk terus beribadah di jalan agama Allah Swt.

Pembaca yang dirahmati oleh Allah Swt, perkenalkan nama saya David Ricardo, biasa disapa dengan David, umur 29 tahun. Dulu saya seorang penganut Kristen Protestan, bulan Juli 2014 menjadi peristiwa terpenting bagi hidup saja. Tepatnya, H-1 sebelum perayaan Hari Raya Idul Fitri saya berikrar, menjadi seorang muallaf.

Proses perpindahan keyakinan saya membutuhkan proses yang panjang. Sebelumnya saya ragu dengan pilihan yang saya ambil ini. Sempat beberapa kali saya datang ke masjid Al Falah, Surabaya untuk bertanya tentang Islam. Namun hidayah tersbut nampaknya belum datang. Saya masih tetap menjadi umat nasrani. Hingga akhrinya, keputusan dan keyakinan itu benar-benar mantab ketika seluruh umat muslim di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa beberapa waktu lalu.

Berbeda dengan kisah spiritual yang dialami oleh beberapa muallaf lainnya, yang diberi hidayah melalui mimpi atau hal-hal yang tidak bisa dirasionalkan dengan akal fikiran. Bagi saya, hidayah dan kemantaban batin itu datang dari lingkungan dan orang-orang terdekat saya.
Foto: David Ricardo

Dukungan Orang Terdekat
Kehidupan saya dikelilingi dengan orang-orang muslim. Saya hidup dengan kluarga yang plural. Ayah saya adalah seorang muslim, sedangkan ibu dan adik saya seorang nasrani. Sejauh saya hidup di keluarga ini, toleransi tinggi selalu mereka junjung. Ketika perayaan Idul Fitri kami pun merayakan, begitu sebaliknya saat perayaan Natal, kami pun merayakannya bersama-sama.

Sejauh itu, sejak kecil sampai dewasa, ayah yang notabene seorang muslim tidak pernah memberikan ajaran tentang Islam kepadaku. Entah perjanjian apa yang sudah orangtuaku buat dulu, aku dan adikku sama-sama menganut agama ibu. Tak satupun dari kami yang ikut agama ayah.

Namun, suatu ketika saat aku berbincang santai dengan ayah. Ia sempat berkata kepadaku. Ia ingin anaknya masuk Islam, memeluk agama Ayah. Karena jika suatu saat nanti ia meninggal, ia ingin putra-putrinya mendoakannya. Hatiku tersentuh mendengar ucapan ayah, selama ini berpuluh-puluh tahun, ia tidak pernah mengutarakan keinginannya, bahwa ia menghendaki anaknya memeluk agama Allah Swt.

Selain ayah yang menjadi motivasiku berpindah keyakinan. Saya mempunyai seorang sahabat muslim. Saat kami bermain bersama ia selalu mengatakan kapan kamu menjadi orang Islam?. Sebelum saya berikrar, ajaran agama Islam banyak saya dapat darinya. Ayah tidak pernah memberikanku pengetahuan tentang Islam, karena ibuku adalah seorang nasrani yang taat. Ia tidak ingin anaknya berpindah dari agamanya. Ayah lebih baik memilih dan terus menghormati keputusan ini.

Aku melihat, Islam itu unik dan begitu detait. Diawal aku merasa tidak sanggup menjalaninya. Islam dengan berbagai rutinitas ibadah yang tidak pernah terhenti. Sempat terbesit dalam hati, aku saya seorang nasrani jarang beribadah, padahal itu hanya seminggu sekali. Di agama Islam hampir tiap hari melakukan ibadah sholat apakah aku sanggup?.
Saya pun mulai mencari tahu tentang ibadah-ibadah agama Islam melalui internet. Aku melihat beberapa video seperti Hj. Irene Handoyo, seorang biarawati. Beliau juga memberikan inspirasi bagi saya.

Sembunyi-sembunyi
Menjadi seorang muslim sejati tidaklah mudah, saya mulai belajar agama Allah Swt. Sehari setelah berikrar, esoknya saya langsung membeli perlengkapan untuk sholat idul fitri. Layaknya seorang anak kecil, perasaan tiada tara aku rasakan saat mengenakan pakaian serba baru cirri khas umat Islam ini seperti sarung, baju kokoh dan peci. Aku pun segera berzakat.
Orang yang pertama kali mendengar bahwa aku resmi menjadi muslim adalah temanku, ia berucap syukur, akhirnya sahabatnya perpindah kejalan Allah Swt. Kemudian, kabar ini kusampaikan kepada Ayah. Namun, sampai saat ini ibu dan adikku tidak pernah mengetahuinya. Kami tidak ingin ada kesalah pahaman yang terjadi pada keluarga kami. Kuserahkan segalanya kepada Allah Swt. Yang harus saya lakukan saat ini adalah berusaha menjadi seorang muslim yang baik. Selama masih hidup, saya ingin terus beribadah dan belajar tentang Islam yang sebenarnya. (Tulisan ini juga bisa dibaca di Tabloid NURANi)



Wednesday, 19 November 2014

Tunarungu Yang Jago Desain

Itmah' Anna Penyandang Tunarungu

Jago Desain Grafis

Dibalik keterbatasan seorang gadis penyandang tunarungu,ternyata tersimpan sejuta prestasi dan bakat. Itmah'Anna mampu menunjukkan kepada masyarakat bahwa terlahir sebagai seseorang yang cacat fisik tidak membuatnya berhenti berkarya dan berprestasi dan berkarya.

Ithma buah hati dari pasangan Suryanto dan Karmini yang tinggal di Desa Bligo RT 14 RW 06, Candi, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Terlahir sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK). Diusianya yang masih belia ia mampu mengukir berbagai prestasi di bidang desain. Menjadi kebangaan sekolah, dan orangtuanya.

Tunarungu Sejak Bayi
Waktu masih bayi keadaan Itmah normal seperti lainnya, tertawa riang dan lucu.  Beranjak usia tiga tahun respon Itmah saat dipanggil kurang bagus. Tidak menghiraukan  panggilan orantuannya. Setelah dilakukan cek kesehatan di Rumah Sakit Dr Soetomo, Surabaya, Itmah yang masih dibawah umur difonis sebagai tunarungu. “Tunarungu yang dialami  anak saya ini kata dokter pendengarannya masih ada sedikit, belum keseluruhan, “kata Karmini ibu Itma'.
Sempat tidak percaya, anak semata wayangnya ini terlahir sebagai ABK.  Saat memasuki usia sekolah. Karmini yang sehari-hari berprofesi sebagai penjual jamu ini merasa kebingungan, mau di sekolahkan dimana anaknya tersebut.
“Saya cari-cari sekolah luar biasa di Sidoarjo. Akhirnya saya dengan suami memilih SD Luar Biasa Dharma Wanita. Karena jenjangnya dari TK sampai SMA khusus tunarungu, meskipun jauh dan saya harus antar jemput menggunakan sepeda pancal,” kata wanita 45 ini.


Anak Berprestasi
Meskipun dengan keterbatasan, Ithma tumbuh menjadi gadis yang serba bisa. Dari TK hingga SMA dia tidak pernah absen mengikuti berbagai macam perlombaan. Dari lomba menari, lomba isyarat semasa SD. Juara 2 lomba kreasi hantaran provinsi Jawa Timur di Jogjakarta, Juara 3 kreasi hantaran di Solo, dan Juara 3 lomba desain grafis tingkat provinsi Jawa Timur tahun 2013.
Semua perlombaan tersebut sebagai pendidikan keterampilan siswa pendidikan khusus atau layanan khusus.“Aku dari dulu sudah suka gambar dan keterampilan. Karena juara lomba Desain aku bisa dapat kerja sekarang," ungkapnya disertai dengan gerakan tangan.
Sejak 17 Februari 2014 lalu, gadis kelahiran 28 November 1995 ini sudah menjadi karyawan ITSOL Profesional IT Solution Of Software House Company di Pandaan. Sekolah luar biasa memang memberikan kemudahan kepada siswa yang berkemampuan tinggi untuk masuk dalam perusahaan tertentu, seperti perusahaan obat, sepatu. Begitu juga dengan tempat kerja gadis 19 tahun ini. "Aku bekerja sebagai desain grafis, membuat gambar-gambar baju di komputer," ujarnya.
Setiap hari mulai pukul 07.00 - 16.00 Itmah berangkat kerja bersama dengan Pak Roni owner ITSOL Profesional IT Solution Of Software House Company yang kebetulan rumahnya dekat dengan rumahnya. "Kalau berangkat aku ke rumah Pak Roni, terus berangkat dan pulang bareng beliau," katanya.
Ithma mengungkapkan syukur tiada tara atas kesempatan yang sudah ia peroleh sekarang. Belum lulus sekolah sudah diberikan kepercayaan untuk bekerja disebuah perusahaan. "Gajiku kerja aku berikan kepada ibu untuk membantu membangun rumah," ucap Itmah.
Gadis tunarungu ini berharap teman-temannya yang mempunyai keterbatasan bisa segera memperoleh pekerjaan. Jangan pernah takut jika diremehkan orang. Karena setiap manusia mempunyai kesempatan yang sama. Termasuk Ithma dan teman-temannya. "Aku semakin senang jika teman-temanku nantinya sudah dapat kerja semua. Kita bisa jalan-jalan," katanya.


Itmah berfoto besama sang Ibunda

Tunarungu Yang Jago Desain

Itmah' Anna Penyandang Tunarungu

Jago Desain Grafis

Dibalik keterbatasan seorang gadis penyandang tunarungu,ternyata tersimpan sejuta prestasi dan bakat. Itmah'Anna mampu menunjukkan kepada masyarakat bahwa terlahir sebagai seseorang yang cacat fisik tidak membuatnya berhenti berkarya dan berprestasi dan berkarya.

Ithma buah hati dari pasangan Suryanto dan Karmini yang tinggal di Desa Bligo RT 14 RW 06, Candi, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Terlahir sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK). Diusianya yang masih belia ia mampu mengukir berbagai prestasi di bidang desain. Menjadi kebangaan sekolah, dan orangtuanya.

Tunarungu Sejak Bayi
Waktu masih bayi keadaan Itmah normal seperti lainnya, tertawa riang dan lucu.  Beranjak usia tiga tahun respon Itmah saat dipanggil kurang bagus. Tidak menghiraukan  panggilan orantuannya. Setelah dilakukan cek kesehatan di Rumah Sakit Dr Soetomo, Surabaya, Itmah yang masih dibawah umur difonis sebagai tunarungu. “Tunarungu yang dialami  anak saya ini kata dokter pendengarannya masih ada sedikit, belum keseluruhan, “kata Karmini ibu Itma'.
Sempat tidak percaya, anak semata wayangnya ini terlahir sebagai ABK.  Saat memasuki usia sekolah. Karmini yang sehari-hari berprofesi sebagai penjual jamu ini merasa kebingungan, mau di sekolahkan dimana anaknya tersebut.
“Saya cari-cari sekolah luar biasa di Sidoarjo. Akhirnya saya dengan suami memilih SD Luar Biasa Dharma Wanita. Karena jenjangnya dari TK sampai SMA khusus tunarungu, meskipun jauh dan saya harus antar jemput menggunakan sepeda pancal,” kata wanita 45 ini.


Anak Berprestasi
Meskipun dengan keterbatasan, Ithma tumbuh menjadi gadis yang serba bisa. Dari TK hingga SMA dia tidak pernah absen mengikuti berbagai macam perlombaan. Dari lomba menari, lomba isyarat semasa SD. Juara 2 lomba kreasi hantaran provinsi Jawa Timur di Jogjakarta, Juara 3 kreasi hantaran di Solo, dan Juara 3 lomba desain grafis tingkat provinsi Jawa Timur tahun 2013.
Semua perlombaan tersebut sebagai pendidikan keterampilan siswa pendidikan khusus atau layanan khusus.“Aku dari dulu sudah suka gambar dan keterampilan. Karena juara lomba Desain aku bisa dapat kerja sekarang," ungkapnya disertai dengan gerakan tangan.
Sejak 17 Februari 2014 lalu, gadis kelahiran 28 November 1995 ini sudah menjadi karyawan ITSOL Profesional IT Solution Of Software House Company di Pandaan. Sekolah luar biasa memang memberikan kemudahan kepada siswa yang berkemampuan tinggi untuk masuk dalam perusahaan tertentu, seperti perusahaan obat, sepatu. Begitu juga dengan tempat kerja gadis 19 tahun ini. "Aku bekerja sebagai desain grafis, membuat gambar-gambar baju di komputer," ujarnya.
Setiap hari mulai pukul 07.00 - 16.00 Itmah berangkat kerja bersama dengan Pak Roni owner ITSOL Profesional IT Solution Of Software House Company yang kebetulan rumahnya dekat dengan rumahnya. "Kalau berangkat aku ke rumah Pak Roni, terus berangkat dan pulang bareng beliau," katanya.
Ithma mengungkapkan syukur tiada tara atas kesempatan yang sudah ia peroleh sekarang. Belum lulus sekolah sudah diberikan kepercayaan untuk bekerja disebuah perusahaan. "Gajiku kerja aku berikan kepada ibu untuk membantu membangun rumah," ucap Itmah.
Gadis tunarungu ini berharap teman-temannya yang mempunyai keterbatasan bisa segera memperoleh pekerjaan. Jangan pernah takut jika diremehkan orang. Karena setiap manusia mempunyai kesempatan yang sama. Termasuk Ithma dan teman-temannya. "Aku semakin senang jika teman-temanku nantinya sudah dapat kerja semua. Kita bisa jalan-jalan," katanya.


Itmah berfoto besama sang Ibunda

Monday, 14 July 2014

Belajar Dari Meirina Wanti, Relawan Pengajar Lapas




Membuat Hidup Lebih Bermanfaat 
Dengan Menjadi Relawan

Hari ini aku belajar banyak dari seorang gadis yang baru saja berusia 22 tahun, Meirina Wanti. Di usia 22 tahun, Mei sudah menjadi relawan pengajar di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) selama 7 tahun. Sejak duduk dibangku kelas 1 SMA Mei mulai mengajar di tempat paling menyeramkan bagi seorang penjahat.

Hari ini bersama dengan Mbak Rifa’at teman satu yayasan Mei mengajar, aku pergi ke Lapas Kelas 1 Surabaya yang terletak di daerah Porong. Kali ini kedatanganku adalah ingin melihat dan meliput aktivitas Mei saat mengajar. Melewati pintu kecil yang terbuat dari besi, barang-barang kami diperiksa oleh petugas. Saat itu aku tidak menyebutkan identitas sebagai seorang wartawan, ujung-ujungnya pasti ribet dan tidak diperbolehkan masuk. Mengatasnamakan pengajar teman Mei, aku pun lolos masuk ruangan. Setelah itu kami meminta ijin dari pimpinan Lapas, karena nantinya aku harus mengambil dokumentasi saat Mei mengajar. Alhamdulilah, setelah dijelaskan bahwa maksud kedatanganku ini tidak untuk meilput kondisi Lapas, aku pun diperbolehkan masuk.

Dari depan kami disambut oleh dua orang laki-laki. Pak udin dan Mas Zainul. AKu pikir dua orang ini petugas Lapas, ternyata mereka juga tahanan sekaligus murid Mei. Sebuah ruangan kecil bertuliskan ruang Madrasah yang bersanding dengan tempak keterampilan menjahit, di sanalah proses belajar mengajar dimulai. 

Mei bercerita kepadaku, untuk masuk dan mengajar di Lapas tidaklah mudah. Butuh persetujuan hampir 3-5 tahun. Selama 7 tahun pun Mei sama sekali tidak pernah mendapat gaji. Pihak Lapas hanya memberikan fasilitas tempat dan waktu kurang lebih 2,5 jam untuk mengajar para napi ini. “Aku sama sekali tidak menuntut mbak, ini caraku untuk bekal di akhirat,” kata Mei.

Meirina Wanti Saat Mengajar Para Napi Lapas Kelas 1 Surabaya


Wednesday, 14 May 2014

Pengalaman Tak Terlupakan



*Tiga Bulam Menjadi Wartawan Radar Surabaya

Tak terbayang sebelumnya, pengalaman dibidang jurnalistik yang pas-pasan saat bergabung di lembaga pers mahasiswa, membawa diriku terjun langsung ke dunia Jurnalistik sebenarnya. Saya hanya bisa mengkategorikan bahwa dunia jurnalistik atau bekerja di media harus benar-benar orang yang tahan banting, survive, kreatif, tidak patah semangat, percaya diri, dan yang paling penting kebal alias tidak sakit-sakitan.hhee

Tiga bulan kujalani rutinitas sebagai wartawan di Harian Radar Surabaya. Pekerjaan wartawan menurut saya mudah-mudah gampang. Bagi wartawan pemula mencari berita sendiri, dikejar deadline setiap harinya, apalagi media harian pastilah sangat susah. Termasuk saya yang menggalami hal tersebut.

Saya akui bahwa kemampuan menulis saya pas-pasan. Entah kenapa saat memulai menjadi wartawan di Radar Sidoarjo kemampuan menulis saya naik secara drastis. Antara dikejar tanggungjawab atau bagaimana, saya tidak tahu. Yang  jelas saya hanya menulis dan menulis, sesuai dengan hasil liputan. Menurut saya ini berkat pimred dan redaktur saya yang selalu memberikan arahan dan bimbingan. Sehingga kemampuan menulis saya mengalami kemajuan pesat.

Berat namun senang. Ini yang saya rasakan ketika menjadi wartawan, hingga akhirnya saya memutuskan untuk menyudahi pekerjaan ini. Saya memilih keluar dari Harian Radar Sidoarjo. Pengalaman begitu harga selama tiga bulan terakhir saya berproses di sana. Secara fisik saya memang mudah sakit. Liputan setiap hari membuat saya kepayahan. Selain itu, waktu untuk keluarga juga tidak ada. Pagi liputan, pulang malam.

Selain tiap hari terik matahari menemani saya liputan. Ada banyak hal yang saya dapat tiga bulan ini. Bertemu dengan orang-orang baru yang keren-keren. Mulai dari seniman, pengusaha, pejabat, bahkan beberapa anak penyandang cacat dan ABK yang sempat saya liput, memberikan inspirasi kepada saya. Dan yang paling berkesan juga saat saya mendapat tugas liputan kecelakaan yang menewaskan beberapa siswa di Kecamatan Candi. Ini merupakan liputan terberat saya, malam minggu gagal ke pesta perkawinan teman karena harus ngeliput peristiwa tersebut. Keesokan harinya saya harus running berita tersebut menemui para korban.

Saturday, 26 April 2014

Ki Subur Dalang Wayang Potehi Sidoarjo




Susah Mencari Generasi Penerus Yang Cinta Kebudayaan

Sejak umur 12 tahun Sugiyo Waluyo alias Ki Subur sudah pandai memainkan wayang potehi. Meskipun seorang muslim dan keturunan Jawa. Kesenian asal Tiongkok ini mampu ia kuasai. Profesinya sebagai dalang wayang potehi sudah melalang buana di tanah Jawa.

Wayang potehi berasal dari kata po (kain), te (kantong), dan hi (boneka). Potehi berarti boneka kantong yang terbuat dari kain. Hampir 42 tahun Ki Subur menggeluti kesenian ini.

Semasa kecil, Ki Subur selalu menjadi menikmat wayang potehi yang dimainkan di Kelenteng Hong Tiek Hian di Jalan Dukuh, Surabaya. Setiap hari kelenteng tersebut menyajikan pelbagai cerita wayang potehi. Dari sanalah awal mula Ki subur kecil mulai menggeluti kesenian asal Tiongkok ini.

 "Karena kelenteng tepat di depan rumah saya. Otomatis kalau ada pertunjukan saya hadir," jelasnya saat saya temui di Kelenteng Tjong Hok Kiong, Jalan Hang Tuah Sidoarjo.

Tidak ada larangan orang muslim memainkan kesenian etnis Konghuchu ini. Semua bebas belajar. Menurut Ki Subur, dulu pertunjukkan wayang titi (sebutan wayang potehi bagi orang awam) menggunakan dialog mandarin. Karena takut ada bumbu-bumbu politik di dalamnya. Dan orang Indonesia masih banyak yang tidak faham bahasa Mandarin. Untuk penampilan di Indoesia menggunakan bahasa setempat, terkadang juga menggunakan bahasa Jawa.
 "Kecuali suluk pedalangan sebagai ciri khas selalu menggunakan bahasa Mandarin," imbuh laki-laki 52 tahun ini.

Dalam pewayangan potehi tidak berbeda jauh dengan wayang kulit atau yang lainnya. Banyak menceritakan sejarah .Potehi menceritakan tentang kerajaan dinasti Cina. Mulai dari pemberontakan seorang rakyat terhadap raja, kisah percintaan dan keagamaan. Sewaktu pentas permainan ini diiringi oleh lagu-lagu Tiongkok.
                Ki Subur dengan 2 lakon dalam cerita Sun Go Kong (Kera Sakti)

SDN Plumbon 1 Porong Sekolah Terpencil di Kota Delta


Tetap Semangat Belajar Walau Empat Siswa


Tidak banyak yang mengetahui keberadaan sekolah yang terletak di ujung timur kecamatan Porong ini. Maklum saja daerah ini dikelilingi oleh tambak dan jalan setapak. Menuju ke sana pun kita harus melewati jalur laut dengan perahu di Desa Penatarsewu.

Kebetulan pagi itu saya diajak oleh Kabid Pengembangan Dinas Pendidikan Sidoarjo Sri Sutarsih bersama kepala Dinas Pendidikan Mustain Baladan untuk ikut berkunjung ke SDN Plumbon. Ini baru pertama kali saya datang ke tempat ini.

Menggunakan perahu warga sekitar 45 menit kita akan dimanjakan dengan pemandangan yang berupa petak tambak,pepohonan, dan beberapa burung angsa putih bertebrangan. Beberapa angon kambing berkeliaran di sepanjang tambak yang sedang mencari makan. Sayangnya, air tidak bersahabat, akibat luapan lumpur lapindo, sungai tercemar dan menimbulkan bau yang tidak sedap.

SD Plumbon 1 terletak di Desa Plumbon. Sekolah yang hanya beberapa petak dengan alas dan dinding kayu. Dikelilingi tambak serta pohon dan rerumputan liar ini hanya memiliki empat orang siswa. Satu siswa duduk di kelas 2 dan 4, 2 siswa di kelas 5.


 Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo Mustain Balada (dua dari kiri) Berfoto bersama siswa Plumbon
Semangat ya adik-adik, jangan patah semangat belajar walau hanya empat orang

Mbah Yazi Pecinta Sepeda Onthel



            Sehat Karena Aktivitas Sepeda Onthel

“Sepeda Onthel adalah belajahan jiwa kedua saya setelah almarhum istri saya. Saya sakit apabila tidak bisa mengikuti event sepeda onthel,” kata Mbah Yazi saat saya kunjungi di rumahnya.

Laki-laki 63 tahun ini saat masih muda sudah mencintai aktivitas onthel. Hal ini dikarenakan tidak mempunyai kendaraan selain sepeda tua warisan orangtuanya, ia pun menggunakan sepeda ini untuk pergi bekerja. Dari sana Yaji sapaan akrab Jadji gemar mengoleksi sepeda tua.
“Tahun 1972 saat saya bekerja sebagai tukang kebun di SMKN 2 Buduran. Kemana-mana menggunakan sepeda ini,” ungkap Yaji sembari menunjukkan sepeda model kokot di rumahnya.

Tahun 2009 laki-laki kelahiran  18 Agustus 1951 ini bergabung dengan komunitas Repoeblik Oenthel Sidoarjo (ROS) dan Komunitas Onthel Sepeda Tua Indonesia (KOSTIi ). Dari sana pengalaman keliling daerah Jawa Timur  menggunakan sepeda tua sudah ia taklukkan bersama rekan komunitasnya. “Kalau luar pulau paling jauh Bali” kata Yaji yang baru saja mengikuti kongres KOSTI III di Denpasar Februari 2014.
Sempat ditentang oleh keluarga dengan mengoleksi sepeda tua.

Wednesday, 9 April 2014

Awas Gejala Nomophobia


Tiada Hari Tanpa HP atau Gadget

Kecangihan teknologi membuat orang acuh tak acuh dengan keberadaan orang lain. Hal ini bisa dilihat ketika sedang berjalan, menaiki kendaraan, bahkan saat berkumpul dengan keluarga. Mereka tidak lepas dengan benda kecil yang bisa berkomunikasi dengan banyak orang ini.

Yah, saat ini handphone sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Baik dari anak-anak hingga remaja pasti memiliki ponsel pribadi. Dimana-mana bermain handphone, gadget sepertinya lebih asik dibanding berbicara secara langsung dengan orang lain. Atau hanya sekedar tegur sapa secara langsung. Saat berkumpul dengan teman, keluarga, pasti ada moment dimana satu persatu orang sibuk dengan gadget masing-masing.

Kecenderungan untuk menggunakan ponsel saat dimana pun kita berada, ternyta bisa menyebabkan kecanduan. Bisa-bisa kita terserang virus nomophobia  (no mobile phobia). Istilah ini diberikan kepada pengguna ponsel atau gadget yang berlebihan. Ia takut jika jauh dari alat komunikasi tersebut. Setiap menit bahkan setiap detik ia selalu mengecek aktivasi yang ada di handphone.

Nomophobia semakin ditunjang dengan kemajuan teknologi yang ada. Untuk mendapat gadget yang memuat aplikasi media sosial,kita tidak perlu membeli dengan harga murah. Bahkan, anak taman kanak-kanak (TK) sudah mahir bermain gadget.

Perayaan Qing Ming (Ceng Beng) Etnis Thionghoa



 Bakar Uang Uangan dan Membuat Makanan Kesukaan Almarhum

Sejumlah umat Tionghoa di Sidoarjo rayakan tradisi Ceng Beng atau yang sering disebut Qing Ming. Hari raya umat konghuchu ini bertepatan pada tanggal 5 dan 6 April sesuai dengan hitungan peredaran bulan.  Akan tetapi perayaan bisa dilakukan 15 hari sesudah dan sebelum tanggal perayaan.

Tradisi  Ceng Beng merupakan kegiatan berziarah ke makam keluarga, tabur bunga, dan  saudara atau orang lain yang semasa hidupnya telah berjasa di kehidupan seseorang.  Ziarah ini merupakan bentuk penghormatan kepada para leluhur. Dengan membawa dupa, uang kertas emas (jinpok) yang ditujukan kepada penjaga kubur, uang kertas perak (yinpok) untuk almarhum sendiri dan lilin penerangan.

Uang-uangan tersebut dibakar di tempat pusara, sebagai bentuk shodaqoh atas nama leluhur yang telah meninggal. Sedangkan lilin-lilin dimaksudkan untuk menerangi pusara.

Warga Thionghoa berziarah di Makam Saudaranya di Pemakaman Ds.Banjarbendo-Sidoarjo

Hery Biola Seorang Guru sekaligus Seniman



Modifikasi Pembelajaran Olahraga dengan Seni

Dug,plak,dug,dung,plak, suara ini yang terdengar ketika melewati kerajaan kesenian SD Negeri Kebaron Kecamatan Tulangan,Sidoarjo. Kerajaan kesenian ini adalah sebuah ruangan kelas yang digunakan untuk berlatih musik dan teater.

Sederhana saja ruangan ini, beberapa alat musik seperti gendang, gong berada di sana. Meskipun begitu siswa SDN Kebaron menikmati sekali pelajaran olahraga yang dikemas menarik oleh Hery Adriyanto. Guru ini begitu santai. Saat saya temui  lagaknya pun tak mencerminkan seorang guru. Berpakaian kasual dan menggunakan tudung batik.

Dengan gaya bak pendongeng hebat, guru olahraga yang belum genap setahun mengajar di SD Kembaron memberikan evaluasi kepada anak-anak mengenai penampilan gerak olahraga dengan hitungan.

Yah, Hery biola sapaan akrab Hery Adriyanto ini memang memiliki ciri khas mengajar yang berbeda dengan pengajar lain. Darah seni yang sudah mendarah daging sejak kecil, membawa pria ini memberikan pembaruan pada pembelajaran olahraga.

Memodifikasi teknik olahraga dengan unsur alam, air,udara, tanah seperti di teater.”Sebelum olahraga kita lakukan mediasi, mediasi ini anak-anak lakukan secara mandiri, membiasakan diri untuk bisa merasakan kondisi disekitar mereka,” jelas pria yang mahir memainkan biola ini.

Menurut Hery, dia mengajarkan anak-anak untuk menggunakan segala yang ada di alam untuk dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. “Anak-anak pernah saya suruh membuat bola dari klaras (daun pisang yang kering), bola tersebut bisa digunakan untuk bermain sepak bola, tongkat kasti dari batang pohon yang tidak terpakai. Mereka sekaligus belajar seni kriya.”imbuh alumnus Sekolah Tinggi Kesenian (STK)Wilwatikta.



NYENTRIK: Gaya Bung Hery saat memberikan pembelajaran untuk siswa kelas 5 SD negeri Kebaron, Kecamatan Tulangan



Tidak hanya itu, dalam pembelajaran olahraga,pria yang sudah menciptakan tiga lagu yang berjudul Ayo (dolanan anak),bangun (alam) dan nasionalisme ini, di setiap akhir pembelajaran olahraga, siswa diajarkan bermain musik.Walhasil, setiap hari pukul 09.30 sekolah ini disuguhi penampilan musik dari tradional sampai modern oleh siswa kelas 1-6.

Sang Pembuat Logo Udang Bandeng Kabupaten Sidoarjo

Sempat Diragukan, Bambang Yang Masih Kelas 1 SMP Menjadi Pemenang


Kacang lupa dengan kulitnya. Mungkin perumpamaan ini yang menggambarkan tokoh sejarawan pembuat lambang Sidoarjo. drg Bambang Widiono pemenang lomba pembuat logo lambang Sidoarjo pada tahun 1963, sedikit masyarakat Sidoarjo yang mengenalnya. Profesinya sebagai dokter gigi membuat laki-laki 63 tahun ini enggan untuk membicarakan  dirinya sebagai tokoh yang berjasa.

Bambang kecil yang pada saat itu duduk di kelas satu sekolah menengah pertama (SMP) mengikuti lomba pembuatan lambang Kabupaten Sidoarjo. Tidak dikira keahliannya menggambar, menorehkan prestasi yang mengagumkan, membuat namanya dikenang oleh masyarakat Sidoarjo pada saat itu.

Dokter gigi ini menceritakan pengalamannya saat dia menerima penghargaan dari Bupati Sidoarjo Soedarsono (alm). Saat itu bambang yang masih bau kencur diragukan kemampuannya dalam membuat logo lambang Sidoarjo. Dia mengalahkan ribuan orang dewasa dari Sidoarjo maupun daerah lain. “Banyak yang curiga kalau gambar tersebut bukan buatan saya sendiri, sampai-sampai saya di suruh menggambar ulang dan menulis arti-arti logo tersebut,”akunya.
                    dr. Bambang kala menerima penghargaan dari Bupati Soedarsono (1965-1975)