Diceritakan, bahwa Fudhail bin Iyadh adalah seorang
mantan perampok yang menjadi seorang sufi. Setiap hari ia pergi untuk melakukan
perampokan dari suatu tempat ke tempat lain. Namun, karena sebuah anak panah
yang yang berisi Ayat Alqur’an, ia pun bertobat.
Fudhail
bin Iyadh, nama adalah seorang perompak yang sangat ditakuti di tempat
kelahirannya dan di daerah Khurasan, tempat ia dibesarkan dan dewasa. Tidak ada
satu pun orang atau pedangang yang melewati dua kota tersebut kecuali selalu
dihinggapi ketakutan akan dijarah oleh Fudhail bin Iyadh dan anak buahnya.
Tiga Panah Allah
Suatu
ketika Fudhail dan anak buahnya sedang beristirahat di tempat persembunyiannya
seperti biasanya. Lewatlah pedagang yang kebanyakan di antara mereka adalah
orang-orang yang pemberani, sekaligus saleh.
“Fudhail
dan anak buahnya berada di tempat ini, kita harus bagaimana?,” Kata salah
seorang adri mereka.
“Kita
panah saja mereka, jika ia terkena dan lari menghindar, kita lanjutkan perjalanan.
Jika tidak, kita kembali saja!!” timpal yang lainnya.
Mereka
sepakat dan mempersiapkan panah-panah mereka. Ketika tampak bayangan-bayangan
hitam yang akan menghadang perjalanan mereka, salah satu dari mereka melepaskan
anak panahnya sambil membaca ayat al Qur’an. “Alam ya’ni lilladziina aamanuu an takhsya’a quluubuhum li dzikrillaah,(Belum
datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati-hati mereka
mengingat Allah),”
Fudhail
pun menjerit keras sekali dan terjatuh ketika anak panah itu meluncur disertai
lantunan ayat Al Qur’an. Anak buahnya mengerumuninya, disangkanya anak panah
itu mengenai pimpinan mereka dan melukainya.
Tetapi
mereka sama sekali tidak menemukan luka pada tubuhnya, Fudhail bangkit sambil
berseru, “Aku tertimpa panah Allah!” teriaknya.
Salah
seorang lainnya di kafilah itu melepaskan anak panahnya lagi, dan ia juga
melantunkan ayat Qur’an mengikuti temannya tadi. “Fafirruu ilallaahi innii lakum minhu nadziirun mubiin, (Maka segeralah
kembali kepada Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata
dari Allah untukmu).”
Kembali
Fudhail menjerit dan terjatuh, dan ketika anak buahnya memeriksanya, sama
sekali ia tidak terluka karena panah tersebut meleset. Ia hanya bangkit lagi
sambil berkata. “Aku terkena panah Allah!” teriak Fudhail lagi.
Kemudian,
satu orang lagi melepaskan anak panah ke kelompok perompak Fudhail bin Iyadh,
dan ia juga melantunkan satu ayat Al Qur’an. “Wa aniibuu ilaa rabbikum, wa aslimuu lahu min qabli an ya’tiyakumul
‘adzaabu tsumma laa tunshoruun, (dan kembalilah (bertaubatlah) kamu kepada
Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian
kamu tidak dapat ditolong (lagi).
Lagi-lagi
Fudhail menjerit lebih keras walau anak panah itu tidak mengenai dirinya, ia
berkata kepada anak buahnya. “Kalian semua pulanglah! Aku menyesal telah
melakukan semua kejahatan ini, hatiku takut kepada Allah. Aku akan meninggalkan
semua yang telah aku lakukan selama ini,” kata FUdhail dengan penuh kesakitan.
Segera Bertobat.
Fudhail
segera pulang, kemudian ia berkemas untuk meninggalkan tempatnya bergelimang
dengan kejahatan tersebut. Ia berniat ‘hijrah’ ke Makkatul Mukaramah dan
tinggal di sana untuk menebus semua kesalahannya selama ini dengan bertaubat
dan beribadah di Tanah Haram tersebut.
Ketika
ia tiba di Naharwan, ia berkunjung kepada Khalifah Harun al Rasyid, raja dari
Bani Abbasiyah yang terkenal saleh dan sangat menghargai ilmu pengetahuan. “Hai
Fudhail, sesungguhnya dalam mimpiku aku mendengar seruan, Fudhail takut kepada
Allah, ia memilih untuk mengabdi-Nya, maka sambutlah dia!,” Kata sang Khalifah
menyambut kedatangan Fudhail.
Mendengar
ucapan tersebut, Fudhail menjerit dan
berkata. “Ya Allah, dengan kemuliaan dan kebesaran-Mu, Engkau cintai hamba-Mu
yang penuh dosa ini, yang telah meninggalkan-Mu selama empat puluh tahun dalam
gelimang dosa,” kata Fudhail.
Sejakn
saat itu, Fudhaiil pun bertobat dan ia pun membubarkan kelompok perompaknya dan
menyuruh anak buahnya untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Ia sendiri memutuskan
untuk bertobat dan pindah ke Makkah, dan mengisi sisa hidupnya dengan ibadah
demi ibadah.
No comments:
Post a Comment